BMKG Tegaskan Tak Ada Bukti Chemtrail di Indonesia

Dipublikasikan oleh Muhammad Farhan Fadhil

11 Juli 2022, 00.35

Heboh Chemtrail disebut ada di beberapa wilayah di Indonesia. Apa sebenarnya?(Tangkapan layar WhatsApp)

Beberapa tahun terakhir, informasi mengenai adanya chemtrail (Chemical Trail) kerap berseliweran di media sosial. Padahal, garis putih memanjang yang terlihat di langit tersebut merupakan contrail (condensation trail) yang dihasilkan oleh pesawat. Terbaru, isu soal chemtrail kembali beredar setelah adanya video viral berdurasi 15 detik di Twitter yang memperlihatkan jejak garis putih di langit. Pemilik akun kemudian menuliskan narasi bahwa Jakarta telah digempur chemtrail pada 14 Februari pukul 01.00 dini hari. "Jakarta di gempur chemtrail 14 februari pukul 1 tengah malam. Stay safe untuk warga jakarta ya, berdoalah mereka semua yg terlibat cepat menerima hukumannya," demikian narasi yang dituliskan pada keterangan video viral di Twitter itu. Kepala Dinas Penerangan TNI AU (Kadispenau) Marsma TNI Indan Gilang Buldansyah telah menegaskan informasi tersebut adalah hoax.

"Fenomena jejak putih tersebut dikenal dengan nama jejak kondensasi pesawat terbang atau condensation trail (contrail)," kata Indan. Indan menjelaskan, contrail adalah hasil dari pengembunan udara dengan kadar air tinggi yang bergesekan dengan mesin pesawat. Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Sub Bidang Layanan Informasi Penerbangan BMKG, Ismanto Heri. Ia menyatakan garis putih memanjang di langit yang ada di video viral tersebut merupakan contrail.

"Kami melihatnya itu adalah fenomena awan yang muncul di belakang pesawat, bentuknya seperti garis. Dan itu biasa terjadi," jelas Ismanto saat dihubungi, Rabu (16/2/2022). "Seperti ketika kita berada di gunung, kita bernafas itu atau kalau kita meniup dari mulut ada keluar asapnya, itu kondensasi, seperti itu," tambahnya. Sementara itu istilah chemtrail sendiri berarti jejak kimia dihasilkan dari pelepasan zat kimia atau bahan biologis pada ketinggian tertentu dengan sengaja.

Banyak penganut teori chemtrail menilai zat kimia dilepaskan untuk tujuan buruk. Bahkan ada anggapan chemtrail dilakukan sebagai sarana pelepasan senjata biologis. "Sampai saat ini tidak ada teori tegas akan chemtrail, namun secara umum bahan-bahan kimia yang dilepaskan dengan sengaja memiliki jejak tidak setegas contrail, baik dari sebaran dan warna," ungkap Ismanto. Ia mengakui memang banyak narasi mengenai chemtrail yang digunakan sebagai senjata, khususnya narasi-narasi di luar negeri. Ismanto mengatakan, BMKG tak pernah menemukan adanya bukti terkait teori soal chemtrail. "Tidak terbukti. Jadi memang sangat lemah (keakuratan informasi soal chemtrail). Baik dari penelitian, referensi, itu lemah sekali bahwa ada bahan kimia yang disebar begitu," sebutnya.

Ismanto pun bisa memastikan, bahwa tak pernah ada chemtrail di Indonesia. "Dari diskusi dan penelitian, memang belum ditemukan. Dari kami tidak menemukan itu (chemtrail untuk senjata). Tidak terbukti," tegasnya. Menurut Ismanto, memang ada bentuk kegiatan pelepasan zat kimia dari udara. Namun itu dilakukan untuk misi TMC (teknologi modifikasi cuaca) dengan cara menyebarkan garam ke awann untuk memunculkan hujan. TMC biasa dilakukan untuk memadamkan kebakaran di suatu area. Misi penyemaian garam ini sering dijadikan sebagai salah satu solusi saat kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Ada juga yang menerapkan misi TMC untuk membantu daerah kering agar hujan turun. "Pada era modern sekarang ini pelepasan bahan kimia sering juga dilakukan untuk memadamkan kebakaran ataupun penyemaian awan (cloud seeding)," terang Ismanto. Ismanto menilai isu soal chemtrail dibuat hanya untuk membuat keramaian saja. "Saya termasuk yang tidak mendukung informasi itu (teori chemtrail), dari sisi meteorologis. Itu hanya menghubung-hubungkan saja," tutupnya.

Sumber Artikel: nasional.kompas.com