Energi dan Sumber Daya Mineral

PLTS akan Jadi Tulang Punggung Pengembangan EBT

Dipublikasikan oleh Wanda Adiati, S.E. pada 05 Maret 2022


Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) bakal jadi tulang punggung pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) ke depannya.

Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Direktorat Jenderal EBTKE Chrisnawan Anditya mengungkapkan dengan realisasi bauran EBT yang baru mencapai 11,2 persen pada 2020 maka perlu ada peningkatan dua kali lipat demi bisa memenuhi target 23 persen pada 2025 mendatang.

"Kita punya potensi EBT yang melimpah namun mempertimbangkan waktunya kita harus manfaatkan semua EBT yang dimiliki. Yang menjanjikan dalam pandangan pemerintah adalah energi surya," kata Chrisnawan dalam Webinarp, Scaling Up Solar in Indonesia: Reform and Opportunity, Kamis (9/9/2021).

Chrisnawan mengungkapkan, pengembangan PLTS ke depannya bakal dibagi menjadi empat jenis PLTS. Pertama, melalui PLTS Atap. Kementerian ESDM menargetkan pengembangan PLTS Atap akan mencapai 3,6 GW pada 2025 mendatang Demi mencapai target, pemerintah kini tengah menyusun revisi Permen ESDM tentang PLTS Atap.

Chrisnawan menjelaskan, dalam regulasi yang baru ini bakal ada sejumlah perubahan antara lain perubahan nilai ekspor energi listrik menjadi 100 persen, jangka waktu kelebihan listrik masyarakat di PLN diperpanjang dari 3 bulan menjadi 6 bulan serta potensi carbon trading yang bisa dimanfaatkan.

Kedua, pengembangan PLTS skala besar. Dalam pengembangan PLTS skala besar, Chrisnawan memastikan hal ini sudah dimasukkan dalam revisi Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang kini tengah difinalisasi. Dari proses terkini, maka total kapasitas PLTS yang bakal dibangun ditargetkan mencapai 6,4 GW.

Ketiga, PLTS Terapung. Chrisnawan mengungkapkan, potensi PLTS Terapung tergolong melimpah. Dari pemetaan yang ada maka potensinya mencapai 27 GW. Kendati demikian tidak seluruhnya dapat dikembangkan.

Demi mengatasi isu intermitensi pada PLTS Terapung, maka pengembangannya harus dilakukan pada waduk yang juga memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).

"Jika berkaitan dengan intermitensi, maka PLTS Terapung harus dikembangkan dekat dengan pembangkit hidro, potensi yang ada mencapai 12 GW dan ini angka yang besar," jelas Chrisnawan.

Chrisnawan menambahkan, pihaknya juga telah mengusulkan agar pengembangan PLTS Terapung masuk dalam revisi RUPTL yang tengah dilakukan. Terakhir, pengembangan PLTS Off Grid. Menurutnya, pengembangan ini bakal berfokus pada area-area yang terpencil dan sulit dijangkau.

Keempat strategi pengembangan PLTS Atap ini disebut Chrisnawan sebagai strategi jangka menengah yang bakal dicapai hingga 2030 mendatang.
 

Dukungan Regulasi

Sejumlah dukungan regulasi kini pun tengah disiapkan pemerintah. Upaya mendorong EBT diharapkan juga selaras dengan target pemerintah mencapai net zero emission pada 2060 mendatang. Chrisnawan mengungkapkan, saat ini ada sejumlah regulasi dan panduan yang diharapkan bisa segera ditetapkan antara lain Peraturan Presiden tentang tarif EBT, RUU EBT hingga RUPTL 2021 - 2030.

"Peraturan Presiden ini akan atraktif untuk investor karena dalam regulasi ini kita sudah menyediakan kompensasi jika harga jual listrik lebih tinggi dari generation cost PLN," terang Chrisnawan.

Chrisnawan mengungkapkan, regulasi ini diharapkan akan diumumkan oleh Presiden Joko Widodo dalam Climate Change Conference (COP26).


Sumber Artikel: kompas.com

Selengkapnya
PLTS akan Jadi Tulang Punggung Pengembangan EBT

Energi dan Sumber Daya Mineral

Kementerian ESDM Kejar Pengoperasian Pembangkit EBT Sesuai Target

Dipublikasikan oleh Wanda Adiati, S.E. pada 05 Maret 2022


Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus berupaya pelaksanaan Commercial Operation Date (COD) pembangkit energi baru dan terbarukan bisa berjalan sesuai target yang ditetapkan. Pemerintah sudah menargetkan bauran energi terbarukan bisa mencapai 23 persen pada 2025.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana memastikan target tersebut telah dimonitor bersama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN.

"Kami bersama dengan PLN memastikan bahwa titik-titik COD masih sesuai. Kami punya tim bersama untuk memantau ini," ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (8/2/2022).

Ia menjelaskan, hingga akhir 2021, bauran energi terbarukan mencapai 11,5 persen dari total energi nasional. Artinya masih terdapat selisih 11,5 persen lagi yang harus dikejar pemerintah dalam 4 tahun mendatang.

Selama masa tersebut, Dadan bilang, PLN maupun swasta akan mengejar ketertinggalan 10 giga watt (GW) hingga 2025. Selanjutnya, dalam jangka 5 tahun atau 2030 ditargetkan bauran energi terbarukan mencapai 20,9 GW, sesuai dengan rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) PLN 2021 - 2030.

Dia mengungkapkan, pencapaian target tersebut bertujuan mengantisipasi meningkatnya konsumsi listrik di masa mendatang. Dadan meyakini konsumsi listrik Indonesia perlahan akan mengalami lonjakan menyusul negara lain di Asia Tenggara.

"Konsumsi listrik kita masih rendah angkanya, seperti negara tetangga Malaysia misalnya tiga kali lipat dari kita. Ini adalah satu potensi ke depan, Indonesia masih akan tumbuh lebih cepat dan diperlukan listrik lebih banyak," jelas dia.

"Saya melihat oversuplay dari PLN ini sifatnya sementara, PLN pun saya kira melihat demikian, kita akan lewati waktu-waktu tersebut dan bertahap bagaiama EBT-nya bisa bertambah," lanjut Dadan.

Di sisi lain, salah satu fokus pemerintah dalam isu bauran energi adalah pemanfaatan potensi energi terbarukan sehingga bisa menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK). Keterlibatan swasta mendukung PLN juga dinilai penting sebagai bagian dari pencapaian target bauran EBT.

Tercatat pada 2021, pemerintah berhasil menambah 600 MW kapasitas pembangkit EBT, sedangkan di 2022 direncanakan akan ada sekitar 700 MW untuk masuk ke sistem PLN. Untuk itu, fokus pemanfaatan EBT diupayakan demi menekan emisi gas rumah kaca.

"Yang dicari adalah bagiamana turunkan GRK. Pencapaian hal ini mengenai sifat dari energi sama-sama tahu bahwa upayanya adalah dorong pemanfatan energi bersih," pungkasnya.


Sumber Artikel: kompas.com

Selengkapnya
Kementerian ESDM Kejar Pengoperasian Pembangkit EBT Sesuai Target

Energi dan Sumber Daya Mineral

UB Ciptakan Alat Bertenaga Surya untuk Tingkatkan Produktivitas Bawang

Dipublikasikan oleh Wanda Adiati, S.E. pada 05 Maret 2022


Bawang merah menjadi salah satu komoditas penting bagi masyarakat Indonesia.

Karena tingginya kebutuhan masyarakat terhadap bawang merah, petani di beberapa daerah banyak yang membudidayakannya.

Beberapa daerah penghasil bawang merah cukup besar di Indonesia seperti di Brebes, Garut, Demak, Malang dan Solok, Sumatera Barat.

Namun begitu, ada saatnya ketersediaan bawang merah dalam negeri tidak dapat memenuhi kebutuhan hingga harus mendatangkan bawang merah dari luar negeri.

Badan Pusat Statistik di tahun 2020 merilis data bahwa impor bawang merah Indonesia mencapai US$ 1,36. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 148,9 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebesar US$ 545 ribu. Hal ini tentunya menimbulkan keresahan petani bawang akan harga yang beredar di pasaran.
 

Growth Lamp Tenaga Surya

Salah satu permasalahan bawang terletak ada pada masa pertumbuhannya. Padahal pertumbuhan bawang menjadi nilai yang bisa membantu meningkatkan produktivitas.

Membantu menjembatani permasalahan ini, UB Tech, salah satu unit inovasi Universitas Brawijaya (UB) merilis growth lamp tenaga surya.

Menurut Direktur UB-Tech Eka Maulana, alat ini mampu meningkatkan produktivitas tanaman bawang merah pada malam hari.

Growth Lamp tenaga surya merupakan lampu pertumbuhan tanaman yang merupakan sistem pencahayaan buatan dihasilkan sumber lampu LED dari energi listrik.

Bisa Diterapkan di Beberapa Jenis Sayuran

Energi listrik pada alat ini dihasilkan oleh panel surya untuk diterapkan pada jenis tanaman berhari panjang (Long Day Plant).

Selain pada tanaman bawang, lampu ini juga dapat digunakan pada tanaman bawang putih, kentang, wortel, maupun jenis tanaman buah lainnya.

"Alat ini dapat digunakan di malam hari. Jadi produktivitasnya bisa terus berjalan, dan dapat digunakan 3 - 4 jam setelah matahari terbenam," jelas Eka Maulana seperti dikutip dari laman resmi Universitas Brawijaya, Rabu (26/1/2022).
 

Sudah Diaplikasikan di Daerah Boyolali

Dosen Fakultas Teknik ini menerangkan, lampu bertenaga surya ini telah digunakan oleh Kelompok Tani Argoayungtani, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.

Sebanyak 4 unit growth lamp telah dipasang di ketinggian 1564 meter di atas permukaan laut untuk membantu petani meningkatkan hasil dan kualitas bawang merah.

"Daerah ini membutuhkan sinar matahari tambahan waktu tambahan saat tidak ada sinar matahari di malam hari," ungkap Eka.

Inovasi dari Universitas Brawijaya ini juga mendapat apresiasi dari Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian pada saat mengunjungi lokasi kelompok tani Argoayungtani.


Sumber Artikel: kompas.com

Selengkapnya
UB Ciptakan Alat Bertenaga Surya untuk Tingkatkan Produktivitas Bawang

Energi dan Sumber Daya Mineral

Biaya Investasinya Mahal, Pemerintah Bakal Selektif Pilih Pengembangan Energi Terbarukan

Dipublikasikan oleh Wanda Adiati, S.E. pada 05 Maret 2022


Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, investasi yang harus digelontorkan untuk pembangunan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) terbilang mahal. Oleh sebab itu, pemerintah bakal selektif untuk mengembangkan energi hijau yang potensial.

Ia menjelaskan, dalam upaya pengembangan EBT tentu tak bisa hanya mengandalkan pemerintah, tapi juga harus melibatkan BUMN dan swasta. Pemerintah pun bakal menggaet investor baik dalam dan luar negeri untuk mengembangkan energi hijau di Indonesia.

"Dalam pembiayaan energi, kami (pemerintah) harus menggunakan subsidi dan kompensasi, maka kami harus betul-betul memilih energi terbarukan yang paling kompetitif dan tentu harus meyakinkan investor tentang imbal hasil dari investasi yang dilakukan memang menarik," ungkap Arifin dalam dalam Mandiri Investment Forum 2022, Rabu (9/2/2022).

Ia bilang, pemerintah saat ini tengah menyusun Peraturan Presiden (Perpres) yang akan menjadi payung hukum untuk menarik minat investor di sektor pembangkit energi terbarukan. Arifin mengatakan, pemerintah juga menyiapkan sejumlah insentif bagi para investor yang mau mengembangkan energi hijau.

"Pemerintah saat ini sedang mempersiapkan Perpres terkait tarif energi terbarukan untuk dapat menarik minat para investor," kata dia.

Menurutnya, Indonesia memiliki potensi yang besar dalam energi terbarukan mulai dari energi surya, air atau hidro, bioenergy, angin, panas bumi (geothermal), dan gelombang laut. Potensinya pun mencapai 3.686 giga watt (GW), sayangnya yang terpakai baru 0,3 persen.

Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan agar optimal sehingga Indonesia bisa mencapai target nol emisi atau net zero emission pada 2060 mendatang.

Arifin bilang, pemerintah menetapkan mulai 2030 penambahan pembangkit listrik hanya akan berasal dari energi terbarukan. Tujuannya, untuk mengurangi penggunaan energi fosil secara bertahap hingga akhirnya di setop.

Maka mulai 2030 tak ada lagi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berbasis batu bara dan beralih ke pembangkit listrik berbasis energi terbarukan.

Ia mengatakan, saat ini Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) akan menjadi fokus dalam pengembangan energi terbarukan. Hal ini karena sumber dayanya yang besar dan investasinya yang terbilang lebih murah ketimbang pembangkit energi terbarukan lainnya.

Tercatat potensi energi surya di Indonesia mencapai 3.295 GW yang pemanfaatannya saat ini baru mencapai 203,7 mega watt (MW).

"Potensi energi terbarukan yang kita miliki mencapai 3.686 GW dan memang sebagian besar didominasi oleh energi surya," kata dia.

Arifin menjelaskan, saat ini pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap, yang mengatur ketentuan ekspor-impor listrik antara pengguna PLTS atap dan PLN. Tujuannya untuk meningkatkkan minat masyarakat menggunakan PLTS atap.

"Aturan ini diterbitkan supaya bisa mendorong pemanfaatan energi hijau yang dapat mendukung adanya minat yang lebih tinggi dari pasar," pungkas Arifin.


Sumber Artikel: kompas.com

Selengkapnya
Biaya Investasinya Mahal, Pemerintah Bakal Selektif Pilih Pengembangan Energi Terbarukan

Energi dan Sumber Daya Mineral

Energi Terbarukan, Solusi Hadirkan Listrik di Daerah Pedalaman

Dipublikasikan oleh Wanda Adiati, S.E. pada 04 Maret 2022


Aliran listrik di Pulau Papagarang, NTT dan Distrik Windesi, Papua Barat sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat setempat. Berkat aliran listrik, masyarakat dari dua daerah tersebut dapat meningkatkan produktivitas dari pagi hingga malam.

Kepala Desa Papagarang Basyir mengatakan, sebelum listrik masuk, aktivitas masyarakat setempat sangat terbatas. Keterbatasan ini membuat masyarakat cenderung beraktivitas di dalam rumah dengan penerangan seadanya.

“Keadaan desa waktu itu sangat gelap. Semua jalan umum gelap sekali. Hampir semua masyarakat aktivitasnya di rumah saja,” ujar Basyir, dikutip dari Kompas.id.

Manfaat energi listrik baru dirasakan oleh masyarakat setempat ketika salah satu pengusaha lokal menyediakan mesin diesel untuk pembangkit listrik pada 2005 lalu.

Meski begitu, berbeda dengan di perkotaan, waktu penggunaan listrik pun tidak bisa 24 jam nonstop. Masyarakat Pulau Papagarang hanya bisa menikmati listrik selama 6 jam saja, mulai dari pukul 6 sore sampai 12 malam dengan biaya iuran perbulan Rp 10 ribu per rumah.

Seiring berjalannya waktu, pengusaha lokal yang memiliki mesin diesel ini memutuskan menghentikan bisnisnya.

“Sampai 2016 pertengahan, Zaidin (pengusaha lokal) tidak mengoperasikan mesin dieselnya karena ada beberapa kendala dan mesin sudah mulai rusak,” kata Basyir.

Mengatasi masalah tersebut tentu bukan perkara gampang. Pasalnya, sang pemilik mesti Labuan Bajo untuk memperbaiki mesin dieselnya.

Hal serupa juga dirasakan oleh warga Distrik Windesi, Papua Barat, Elda. Sudah puluhan tahun daerahnya terisolasi karena aliran listrik belum masuk.

Untuk mendapatkan sumber cahaya, warga distrik harus memanfaatkan kayu bakar dan lampu minyak. Namun, untuk penerangan lampu minyak, warga setempat harus mengeluarkan uang lebih besar untuk membeli bahan bakar.

“Kalau minyak habis, kalau ada uang bisa beli ke Biak. (kalau tidak punya uang) Pakai api dari kayu saja,” jelas Elda.
 

Listrik Tenaga Surya Masuk Kampung, Produktivitas Meningkat

Sejak listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) masuk ke dua daerah tersebut, masalah pun hilang. Selain mampu memberikan penerangan saat malam hari, aliran listrik yang menggunakan energi terbarukan dari tenaga surya tersebut juga membantu masyarakat setempat meningkatkan produktivitasnya.

Semenjak kehadiran Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), masyarakat tidak lagi terlalu bergantung pada Labuan Bajo.

Sebagai contoh, untuk suplai air, masyarakat tak lagi harus mengeluarkan ongkos lebih untuk membeli air bersih dari Labuan Bajo. Saat ini, sudah ada pengusaha lokal yang memanfaatkan aliran listrik untuk pengolahan air bersih di Pulau Papagarang.

“Dulu sebelum ada PLTS ini, kita beli air galon dan bersih dari Labuan Bajo dengan harga Rp 5.000 tapi biaya transportasinya ke sini (Pulau Papagarang) sampai Rp 30.000. Begitu juga untuk penyediaan es batu ongkos kirim lebih mahal,” jelas Basyir.

Hal serupa juga dirasakan masyarakat Distrik Windesi Papua Barat. Daerah tersebut juga menggunakan sumber energi terbarukan sebagai pasokan energinya.

Khusus warga Distrik Windesi, PLN menyediakan Tabung Listrik (talis) yang diberikan ke setiap rumah di daerah tersebut.

Teknologi Talis mampu menyimpan energi hingga 500Wh yang dapat menyalakan 3 lampu dan bertahan hingga 5 hari.

Manager PT PLN UP3 Biak Y Soedarmono menjelaskan, talis merupakan solusi jangka pendek yang diberikan oleh PLN.

Pemilihan solusi jangka pendek ini bukan tanpa sebab. Akses antar daerah yang belum terhubung satu sama lain jadi kendala tersendiri. Belum lagi, pembangunan infrastruktur listrik seperti jaringan dan pembangkit memakan waktu lebih lama.

“Kalau kita memikirkan konstruksi yang sangat standar untuk PLN harus bangun jaringan dan pembangkit mungkin agak kesulitan dan butuh waktu. Inilah yang bisa kita lakukan untuk jangka pendek (menggunakan talis),” jelasnya.

Meskipun begitu, ia memastikan pihaknya tetap memiliki rencana untuk menyediakan listrik jangka panjang, selama berbagai infrastruktur pendukung telah terpenuhi.

“Ke depan, kita akan membangun pula jaringan untuk menghubungkan distrik yang ada di Kepulauan Yapen,” jelas Soedarmono.

Walaupun talis merupakan solusi jangka pendek, PLN juga memberikan fasilitas stasiun pengisian energi listrik atau SPEL sebanyak 565 titik yang tersebar di kabupaten Kepulauan Yapen.

Stasiun pengisian energi tersebut menggunakan panel surya sebagai sumber energinya. Nantinya, energi yang terserap dari panel surya dimanfaatkan untuk mengisi talis.
 

Jelajahi Pembangkit Listrik di Seluruh Penjuru Indonesia

Jelajah Energi Nusantara  xzcvzxv
Jelajah Energi Nusantara

Untuk menelusuri kisah dan seluk beluk pembangkit listrik di Pulau Papagarang NTT dan Distrik Windesi Papua Barat serta berbagai energi terbarukan di beragam penjuru Indonesia, pembaca dapat menyaksikannya pada program Jelajah Energi Nusantara.

Jelajah Energi Nusantara adalah kegiatan reportase atau peliputan penjelajahan pembangkit-pembangkit listrik di Indonesia yang diliput oleh Harian Kompas, berkolaborasi dengan PT PLN Persero dalam rangkaian acara Hari Listrik Nasional 2021

Melalui Jelajah Energi Nusantara, Anda dapat menyaksikan liputan penjelajahan pembangkit-pembangkit listrik di berbagai daerah. Anda pun dapat mengetahui beragam informasi mengenai langkah yang dilakukan PLN untuk merealisasikan energi terbarukan di tanah air.

Program Jelajah Energi Nusantara terbagi menjadi tiga bagian utama, yakni diskusi panel secara virtual (webinar), peliputan di lapangan, serta penulisan laporan dalam bentuk feature dan hard news di halaman koran Harian Kompas serta platform Kompas.id.

Program Jelajah Energi Nusantara dapat dinikmati setiap Senin di Harian Kompas, Kompas.id, dan media sosial Harian Kompas pada selama bulan Oktober hingga November 2021.


Sumber Artikel: tribunnews.com

Selengkapnya
Energi Terbarukan, Solusi Hadirkan Listrik di Daerah Pedalaman

Energi dan Sumber Daya Mineral

Wamenkeu: Penggunaan EBT Bukan Merupakan Suatu Pilihan, Itu adalah Arah Indonesia Ke Depan

Dipublikasikan oleh Wanda Adiati, S.E. pada 04 Maret 2022


Penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) bukan merupakan suatu pilihan bagi Indonesia, namun itu adalah hal yang harus dilakukan di masa depan. Hal ini ditegaskan oleh Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara saat menyampaikan keynote speech pada acara Kompas Talk dengan tema ‘Energi Terbarukan: Sudut Pandang Supply-Demand, Keterjangkauan Tarif, Reliability, dan Akses’, yang diselenggarakan secara daring pada Kamis (21/10).

“Energi terbarukan itu, kalau buat dalam banyak sekali pembicaraan, ini bukan pilihan. Ini adalah arah ke depan kita. Kita ingin menciptakan tentu satu sisi kebutuhan energi kita akan terus berlanjut dan membesar dan rasanya kalau hanya dipenuhi yang sifatnya fosil energi mungkin tidak akan pernah cukup. Di sisi lain keberadaan dari fosil energi yang memiliki efek CO2 ini tidak baik bagi kita dalam jangka menengah panjang,” terang Wamenkeu.

Wamenkeu mengingatkan bahwa dalam proses menuju ke arah penggunaan EBT secara penuh tersebut, Indonesia tidak berangkat dari titik nol. Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement dimana memiliki komitmen untuk menurunkan emisi CO2 sebesar 41% dengan bantuan dari dunia internasional dan 29% dengan usaha sendiri.

“Cara menjalankannya adalah dengan melihat sektor-sektor apa sih di perekonomian kita yang memiliki emisi. Dari hampir semua publikasi yang diupayakan, kajian yang dirumuskan, desain yang dihitung, ada sekitar 38% (sepertiga lebih dari emisi yang harus kita turunkan itu) pada sektor energi. Nah disini termasuk di sektor penyediaan listrik,” lanjut Wamenkeu.

Hal ini tidak terlepas dikarenakan pada masa lalu Indonesia memang membangun pembangkit-pembangkit listrik yang berbasiskan energi atau input berasal dari fosil, diantaranya pembangkit-pembangkit listrik batubara dan pembangkit listrik bahan bakar solar.

“Saat ini kita punya PLTU batubara, kita punya PLTD diesel. Tapi seperti saya sampaikan tadi bahwa komitmen adalah menuju energi terbarukan bukan pilihan. Ini jalan kita ke depan yang harus kita pikirkan,” terangnya.

Wamenkeu menyingung mengenai penggunaan bauran energi sebagai suatu langkah bertahap untuk menurunkan komposisi PLTU batubara dan PLTD serta menggantikannya dengan EBT. Hal ini berkenaan dengan target net zero emissiosn pada tahun 2060 yang dirancang oleh pemerintah Indonesia.

“Komitmennya adalah mempercepat (terwujudnya net zero emissions). Kalau 2060 bisa dapat, Oke. Lebih cepat dari 2060, Mau. Dan ini yang mesti kita desain dan kita cari cara menjalankannya,” tegas Wamenkeu.

Namun, Wamenkeu juga mengingatkan mengenai berbagai macam skema kontrak antara PLN dengan para operator PLTU yang tidak boleh dikesampingkan. Dalam kontrak tersebut ada hak dan kewajiban, dan kontrak penyediaan ketenagalistrikan adalah kontrak jangka panjang yang memiliki sejumlah konsekuensi apabila kemudian dilakukan penyesuian.

“Kontrak-kontrak pembangkit itu juga berkaitan dengan iklim investasi di Indonesia karena kontrak-kontrak itu juga sangat dilihat oleh berbagai macam institusi internasional. PLN sendiri juga sangat diperhatikan oleh institusi internasional. PLN mengeluarkan obligasi, menjual obligasinya kepada internasional, dan PLN berhubungan dengan multilateral banks,” tambah Wamenkeu.

Maka dari itu, Wamenkeu mengatakan bahwa sekarang Indonesia sedang mengembangkan mekanisme transisi energi, sehingga dalam mekanisme transisi energi ini akan ada desain kebijakan yang pas untuk menyesuikan antara komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi karbon dengan kewajiban PLN pada  kontrak-kontrak yang sudah ada, sekaligus kemudian membangun pembangkit-pembangkit listrik EBT yang baru.

Dalam kaitannya dengan pendanaan program tersebut, pemerintah mengembangkan skema blended financing (bauran pendanaan) di mana memberikan kesempatan untuk menghimpun dana publik (APBN), dana dari filantropis, serta sumber pendanaan dari lembaga multilateral internasional. Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, Kementerian BUMN dan juga PLN saat ini berada dalam satu pemikiran untuk mendesain ini.

Terakhir, Wamenkeu juga menekankan bahwa adanya aturan pajak karbon dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan adalah satu lagi steping stone dalam menuju penggunaan EBT. “Termasuk apa yang sudah kita mintakan restu dari Dewan Perwakilan Rakyat untuk menerapkan pajak karbon, yang tentu tidak langsung dikenakan kesemuanya karena ada sejumlah infrastruktur yang diperlukan untuk menjalankan pajak karbon tersebut, tapi komitmen kita adalah menuju energi baru terbarukan,” tutup Wamenkeu.


Sumber Artikel: kemenkeu.go.id

Selengkapnya
Wamenkeu: Penggunaan EBT Bukan Merupakan Suatu Pilihan, Itu adalah Arah Indonesia Ke Depan
« First Previous page 6 of 11 Next Last »