Geodesi dan Geomatika

Ahli Vulkanologi ITB Jelaskan Penyebab Erupsi Gunung Semeru

Dipublikasikan oleh Merlin Reineta pada 18 Juli 2022


Ahli Vulkanologi Institut Teknologi Bandung Dr.Eng. Mirzam Abdurrachman, S.T., M.T., mengatakan, material aliran lahar yang terjadi di Gunung Semeru merupakan akumulasi dari letusan sebelumnya yang menutupi kawah gunung tersebut. “Terkikisnya material abu vulkanik yang berada di tudung gunung tersebut membuat beban yang menutup Semeru hilang sehingga membuat gunung mengalami erupsi,” katanya, Minggu (5/12/2021). 

Sebelumnya diberitakan, Gunung Semeru erupsi pada Sabtu sore, (4/12/2021) sekitar pukul 14:50 WIB. Mengutip dari Magma Indonesia, visual letusan tidak teramati akan tetapi erupsi ini terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 25 mm dan durasi 5160 detik. Menurut Dr. Mirzam, saat terjadi erupsi warga cenderung tidak merasakan adanya gempa, akan tetapi tetap terekam oleh seismograf. Hal ini disebabkan oleh sedikitnya material yang berada di dalam dapur magma.

*Detik-detik erupsi Gunung Semeru. Sumber: Twitter BNPB

Dia menjelaskan, kenapa Gunung Semeru bisa meletus. Ada tiga hal yang menyebabkan sebuah gunung api bisa meletus. Pertama karena volume di dapur magmanya sudah penuh, kedua karena ada longsoran di dapur magma yang disebabkan terjadinya pengkristalan magma, dan yang ketiga di atas dapur magma.

“Faktor yang ketiga ini sepertinya yang terjadi di Semeru, jadi ketika curah hujannya cukup tinggi, abu vulkanik yang menahan di puncaknya baik dari akumulasi letusan sebelumnya, terkikis oleh air, sehingga gunung api kehilangan beban. Sehingga meskipun isi dapur magmanya sedikit yang bisa dilihat dari aktivitas kegempaan yang sedikit (hanya bisa diditeksi oleh alat namun tidak dirasakan oleh orang yang tinggal di sekitarnya), Semeru tetap bisa erupsi,” jelasnya.

Dosen pada Kelompok Keahlian Petrologi, Vulkanologi, dan Geokimia, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) itu mengatakan, Gunung Semeru merupakan salah satu gunung api aktif tipe A. Berdasarkan data dan pengamatan yang dilakukan, Dr. Mirzam berkesimpulan bahwa Gunung Semeru memiliki interval letusan jangka pendeknya 1-2 tahun. Terakhir tercatat pernah juga mengalami letusan di tahun 2020 juga di bulan Desember. “Letusan kali ini, volume magmanya sebetulnya tidak banyak, tetapi abu vulkaniknya banyak sebab akumulasi dari letusan sebelumnya,” jelasnya.

Namun menurutnya Dr. Mirzam, arah letusan gunung Semeru bisa diprediksi yaitu mengarah ke tenggara. Hal ini karena mengacu pada peta Geologi Semeru, bidang tempat lahirnya gunung ini tidak horizontal tetapi miring ke arah selatan. “Kalau kita mengacu pada letusan 2020, arah abu vulkaniknya itu cenderung ke arah tenggara dan selatan karena anginnya berhembus ke arah tersebut begitu juga dengan aliran laharnya karena semua suangai yang berhulu ke puncak Semeru semua merngalir kea rah selatan dan tenggara,” ujarnya.

*Arah erupsi Gn. Semeru. Sumber: Dr. Mirzam Abdurrachman

Mirzam mengindikasikan abu vulkanik gunung semeru cenderung berat yang ditandai dengan warnanya yang abu-abu pekat. Hal tersebut terlihat dari visual di puncak Gunung Semeru. Sehingga ketika letusan-letusan sebelumnya terjadi, abu vulkaniknya jatuh menumpuk di hanya di sekitar area puncak gunung semeru, ini yang menjadi cikal bakal melimpahnya material lahar letusan 2021.

*Foto satelit puncak Gn. Semeru. Sumber: Dr. Mirzam Abdurrachman.

Bahaya Erupsi Gunung Meletus

Dr. Mirzam mengatakan, bahaya dari gunung api secara umum ada dua, yaitu primer dan sekunder. Bahaya primer berkaitan dengan saat gunung meletus dan bahaya sekunder setelah gunung api tersebut meletus. Bahaya primer dari letusan ialah aliran lava, wedus gembel, dan abu vulkanik. Sementara bahaya sekunder salah satunya terjadinya banjir bandang atau pun lahar. “Dua-duanya sama-sama berbahaya,” ujarnya.

Sumber Artikel : itb.ac.id/news

Selengkapnya
Ahli Vulkanologi ITB Jelaskan Penyebab Erupsi Gunung Semeru

Geodesi dan Geomatika

Gunung Berapi

Dipublikasikan oleh Merlin Reineta pada 18 Juli 2022


Gunung berapi atau gunung api atau vulkan secara umum adalah istilah yang dapat didefinisikan sebagai suatu sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang dikeluarkan pada saat meletus.

Gunung berapi di Bumi terbentuk dikarenakan keraknya terpecah menjadi 17 lempeng tektonik utama yang kaku dan mengambang di atas lapisan mantel yang lebih panas dan lunak. Oleh karena itu, gunung berapi di Bumi sering ditemukan di batas divergen dan konvergen dari lempeng tektonik. Gunung berapi biasanya tidak terbentuk di wilayah dua lempeng tektonik bergeser satu sama lain.

Bahaya dari debu vulkanik adalah terhadap penerbangan khususnya pesawat jet karena debu tersebut dapat merusak turbin dari mesin jet. Letusan besar dapat mempengaruhi suhu dikarenakan asap dan butiran asam sulfat yang dimuntahkan letusan dapat menghalangi matahari dan mendinginkan bagian bawah atmosfer bumi seperti troposfer, tetapi material tersebut juga dapat menyerap panas yang dipancarkan dari bumi sehingga memanaskan stratosfer.

Lebih lanjut, istilah "gunung api" juga dipakai untuk menamai fenomena pembentukan ice volcano (gunung api es) dan mud volcano (gunung api lumpur). Gunung api es biasa terjadi di daerah garis lintang tinggi yang mempunyai musim dingin bersalju.

Gunung berapi terdapat di seluruh dunia, tetapi lokasi gunung berapi yang paling dikenali adalah gunung berapi yang berada di sepanjang busur Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire). Busur Cincin Api Pasifik merupakan garis bergeseknya antara dua lempengan tektonik dan lebih, dimana Lempeng Pasifik saling bergesek dengan lempeng-lempeng tetangganya.

Gunung berapi dapat dijumpai dalam beberapa bentuk sepanjang masa hidupnya. Gunung berapi yang aktif mungkin berubah fase menjadi separuh aktif, istirahat, sebelum akhirnya menjadi tidak aktif atau mati. Namun gunung berapi mampu istirahat dalam waktu yang sangat lama, lebih dari ribuan tahun sebelum berubah menjadi aktif kembali.

Letusan gunung berapi terjadi apabila magma naik melintasi kerak bumi dan muncul di atas permukaan. Apabila gunung berapi meletus, magma yang terkandung di dalam kamar magma di bawah gunung berapi meletus keluar sebagai lava, dimana lava ini dapat berubah menjadi lahar setelah mengalir dan bercampur dengan material-material di permukaan bumi. Selain dari aliran lava, kehancuran yang disebabkan oleh letusan gunung berapi.

Ilmu yang mempelajari gunung berapi dinamakan Vulkanologi, dimana ilmu ini mempelajari letusan gunung berapi untuk tujuan memperkirakan kemungkinan letusan yang bisa terjadi dari suatu gunung berapi, sehingga dampak negatif letusan gunung berapi dapat ditekan.

Wilayah pembentukan

Gunung berapi di Bumi terbentuk dari aktivitas lempeng tektonik di kerak yang saling bergesekan dan menekan satu sama lain. Oleh karenanya gunung berapi banyak ditemukan dekat dengan perbatasan lempeng tektonik. Secara geologis, Wilayah dimana gunung berapi terbentuk dibagi tiga, yaitu:

Batas divergen antar lempeng

Apabila kedua lempeng tektonik bergerak saling menjauhi satu sama lain, maka kerak samudra yang baru akan terbentuk dari keluarnya magma ke permukaan dasar laut. Wilayah antara kedua lempeng yang saling menjauh ini dinamakan dengan batas divergen. Aktivitas ini lalu akan memunculkan Punggung tengah samudra yang terbentuk dari pendinginan magma yang muncul ke permukaan. Gunung berapi yang terbentuk dari aktivitas ini berada di bawah laut, yang ditandai dengan fenomena Ventilasi hidrotermal. Apabila punggung tengah samudra ini mencuat sampai ke permukaan laut, maka kepulauan vulkanik akan terbentuk, contohnya adalah Islandia.

Batas konvergen antar lempeng

Berbeda dengan batas divergen yang tercipta dari pergerakan kedua lempeng tektonik yang saling menjauh, Batas konvergen antar lempeng merupakan wilayah dimana dua lempeng atau lebih bertemu lalu saling menekan dan mengalami subduksi sehingga tepian di satu lempeng menindih tepian yang lain. Penindihan lempeng ini ditandai dengan terbentuknya bentang alam berupa palung di dasar laut. Fenomena ini menimbulkan melelehnya material yang terdapat di mantel bumi, sehingga material tersebut menjadi magma dan naik ke permukaan kerak yang tipis. Gunung berapi di wilayah ini terbentuk dari pertemuan antara kedua lempeng kerak samudra atau antara lempeng kerak samudra dan benua. Pertemuan antara kedua lempeng kerak benua biasanya tidak memicu pembentukan gunung berapi dikarenakan kerak benua memiliki ketebalan yang tidak dapat ditembus oleh magma di bawah permukaan. Contoh dari gunung berapi ini adalah jajaran gunung berapi di Cincin Api Pasifik, atau Gunung Etna di Italia.

Titik panas

Titik panas merupakan suatu wilayah vulkanik dimana magma naik ke permukaan dikarenakan adanya celah di kerak bumi yang memungkinkan pergerakan tersebut. Titik panas dapat ditemukan jauh dari batas antar kedua lempeng tektonik. Pergerakan ini memunculkan gunung berapi yang memiliki ciri letusan efusif yang lemah dimana lava muncul ke permukaan secara halus. Dikarenakan lempeng tektonik terus bergerak secara perlahan, wilayah titik panas dapat membentuk gunung berapi yang berbeda-beda sesuai dengan jalur pergerakan suatu lempeng. Kepulauan Hawaii merupakan kepulauan yang terbentuk dari aktivitas vulkanik di titik panas di Samudra Pasifik.

Jenis gunung berapi berdasarkan bentuknya

Perisai

Tersusun dari batuan aliran lava yang dengan kekentalan rendah yang membeku, sehingga tidak sempat membentuk suatu kerucut yang tinggi (curam), bentuknya akan berlereng landai, dan susunannya terdiri dari batuan yang bersifat basaltik. Gunung seperti ini umumnya hanya mengalami erupsi efusif yang relatif lemah. Contoh bentuk gunung berapi ini terdapat di kepulauan HawaiIslandia, dan Afrika Timur.

Stratovulkan

Potongan melintang sebuah stratovulkan (tidak sesuai skala)

  1. Dapur magma
  2. Batuan dasar
  3. Pipa kawah
  4. Dasar gunung
  5. Sill
  6. Dike
  7. Lapisan debu vulkanik
  8. Flank
  9. Lapisan lava yang dimuntahkan oleh gunung berapi
  10. Kepundan
  11. Kerucut parasit
  12. Aliran lava
  13. Vent
  14. Kawah
  15. Awan debu

Tersusun dari tefra dan lava hasil erupsi dengan tipe letusan berubah-ubah sehingga dapat menghasilkan susunan yang berlapis-lapis dari beberapa jenis batuan. Lapisan lava tersebut kemudian terakumulasi hingga membentuk suatu kerucut besar (raksasa) yang terkadang memiliki bentuk tidak beraturan. Gunung Merapi di Yogyakarta, Gunung Fuji di JepangGunung Mayon di FilipinaGunung Vesuvius, dan Gunung Stromboli di Italia merupakan contoh dari gunung berapi jenis ini.

Lava yang berasal dari stratovulkan umumnya mengandung lebih banyak gas dan silikadaripada lava yang dihasilkan oleh gunung berapi tipe perisai. Kombinasi ini menyebabkan lava dari stratovulkan menjadi lebih kental dan menghasilkan lebih banyak abu vulkanik. Gunung berapi tipe stratovulkan juga memiliki lereng yang cukup curam, contohnya Gunung Popocatépetl yang lerengnya memiliki gradien rata-rata sekitar 14,04° (25%) dan gradien maksimum sebesar 32,21° (63%).

Kerucut bara (Cinder cone)

Merupakan gunung berapi yang abu dan pecahan kecil batuan vulkanik menyebar di sekeliling gunung. Sebagian besar gunung jenis ini membentuk mangkuk di puncaknya. Jarang yang tingginya di atas 500 meter dari tanah di sekitarnya.

Kaldera

Gunung berapi jenis ini terbentuk dari ledakan yang sangat kuat di masa lalu yang melempar bagian atas dan tepi gunung sehingga membentuk cekungan. Gunung Bromo merupakan jenis ini, dimana kaldera tengger yang ada pada saat ini merupakan hasil letusan besar di masa lalu.

Maar

Maar merupakan gunung berapi dengan ketinggian rendah dan diameter kepundan yang lebar, dimana gunung berapi ini terbentuk dari letusan freatomagmatik yang disebabkan oleh tercampurnya magma dengan air di bawah tanah. Saat tidak aktif, maar biasanya terisi oleh air sehingga tampak seperti sebuah danau biasa.

Klasifikasi gunung berapi berdasarkan aktivitas vulkanik

Gunung-gunung berapi memiliki perbedaan pada tingkat aktivitasnya. Beberapa gunung berapi dapat meletus beberapa kali dalam setahun, tetapi ada pula yang hanya meletus tiap puluhan ribu tahun sekali. Gunung berapi dapat diklasifikasikan secara informal sebagai aktiftidur, atau mati, meskipun batasan dari klasifikasi ini tidak begitu jelas.

Aktif

Erupsi Gunung Rinjani pada tahun 1994

Tidak ada konsensus yang mampu mendefinisikan kapan gunung berapi dikatakan "aktif". Umur dari sebuah gunung berapi bervariasi, mulai dari beberapa minggu hingga jutaan tahun. Umur yang panjang ini terkadang jauh melampaui umur manusia atau bahkan peradaban di Bumi. Contohnya, sebuah gunung berapi telah meletus puluhan kali dalam beberapa ribu tahun terakhir, meskipun gunung tersebut saat ini tidak menunjukkan tanda-tanda aktivitas vulkanik. Kondisi ini merupakan contoh gunung yang sebenarnya aktif, tetapi tampak mati bagi manusia yang berumur jauh lebih pendek dibandingkan gunung tersebut.

Ilmuan biasanya menganggap sebuah gunung berapi mengalami erupsi atau akan mengalami erupsi berdasarkan beberapa faktor seperti aktivitas kegempaan, emisi gas dari gunung, dan sebagainya. Sebagian besar ilmuwan menganggap gunung berapi "aktif" apabila gunung tersebut pernah mengalami erupsi dalam kurun waktu 10.000 tahun (masa holosen)—kriteria yang sama juga digunakan oleh Program Global Volcanism Smithsonian. Hingga September 2020, program tersebut mencatat 1420 gunung berapi aktif yang pernah mengalami erupsi pada masa Holosen. Sebagian besar gunung berapi tersebut terletak di Cincin Api Pasifik dan lebih dari 500 juta orang tinggal di dekat gunung berapi.

Dasar lain yang digunakan dalam menentukan apakah gunung berapi aktif atau tidak adalah menggunakan catatan sejarah. Dasar ini sebenarnya menimbulkan masalah baru karena catatan sejarah pada setiap daerah di dunia berbeda-beda. Di Tiongkok dan daerah Mediterania, catatan sejarah mencatat peristiwa yang terjadi hingga 3000 tahun yang lalu, tetapi catatan sejarah di barat laut Amerika Serikat dan Kanada hanya mencatat peristiwa yang terjadi kurang dari 300 tahun yang lalu. Sejarah di Hawaii dan Selandia Baru bahkan hanya mencatat peristiwa yang terjadi sekitar 200 tahun yang lalu. Meskipun demikian, Catalogue of the Active Volcanoes of the World yang diterbikan per bagian oleh Asosiasi Vulkanologi Internasional antara tahun 1951 dan 1975 menggunakan dasar ini untuk menyematkan status aktif pada 500 gunung berapi di dunia.

Hingga tahun 2021, berikut adalah lima dari gunung berapi paling aktif di Indonesia:

Tidur

Gunung berapi tidur adalah gunung berapi yang tidak pernah tercatat mengalami erupsi, tetapi bisa mengalami erupsi lagi di masa mendatang. Gunung berapi dapat tetap bertahan pada status ini dalam waktu yang lama, seperti Yellowstone yang telah berada pada masa istirahat sejak 70.000 tahun yang lalu. Contoh lainnya adalah Gunung Sinabung yang telah beristirahat setidaknya selama 1200 tahun hingga akhirnya kembali menunjukkan aktivitas vulkanik pada tahun 2010.

Mati

Gunung Fourpeaked di Alaska yang erupsi pada September 2006 setelah disangka sebagai gunung mati

Gunung berapi mati atau padam adalah gunung berapi yang tidak pernah tercatat mengalami erupsi dan kemungkinan tidak akan mengalami erupsi karena tidak lagi memiliki suplai magma. Contoh dari gunung berapi mati adalah, Gunung Hohentwiel di Jerman, Gunung Shiprock di New Mexico, dan Gunung Zuidwal di Belanda. Istilah gunung mati sebenarnya masih diperdebatkan karena umur gunung jauh lebih panjang daripada umur manusia yang mengamatinya. Beberapa gunung bahkan mengalami erupsi setelah dinyatakan sebagai gunung mati, seperti Gunung Fourpeaked di Alaska yang meletus pada tahun 2006 tanpa adanya catatan aktivitas vulkanik selama masa holosen.

Klasifikasi gunung berapi berdasarkan frekuensi letusan di Indonesia

Kalangan vulkanologi Indonesia mengelompokkan gunung berapi ke dalam tiga tipe berdasarkan catatan sejarah letusan/erupsinya.

  • Gunung api Tipe A: tercatat pernah mengalami erupsi magmatik sekurang-kurangnya satu kali sesudah tahun 1600.
  • Gunung api Tipe B: sesudah tahun 1600 belum tercatat lagi mengadakan erupsi magmatik namun masih memperlihatkan gejala kegiatan vulkanik seperti kegiatan solfatara.
  • Gunung api Tipe C: sejarah erupsinya tidak diketahui dalam catatan manusia, tetapi masih terdapat tanda-tanda kegiatan masa lampau berupa lapangan solfatara/fumarola pada tingkah lemah.

Skema peringatan gunung berapi di Indonesia

Tingkatan status gunung berapi di Indonesia menurut Badan Geologi Kementerian ESDM

StatusMaknaTindakanAWAS

  • Menandakan gunung berapi yang segera atau sedang meletus atau ada keadaan kritis yang menimbulkan bencana
  • Letusan pembukaan dimulai dengan abu dan asap
  • Letusan berpeluang terjadi dalam waktu 24 jam
  • Wilayah yang terancam bahaya direkomendasikan untuk dikosongkan
  • Koordinasi dilakukan secara harian
  • Piket penuh

SIAGA

  • Menandakan gunung berapi yang sedang bergerak ke arah letusan atau menimbulkan bencana
  • Peningkatan intensif kegiatan seismik
  • Semua data menunjukkan bahwa aktivitas dapat segera berlanjut ke letusan atau menuju pada keadaan yang dapat menimbulkan bencana
  • Jika tren peningkatan berlanjut, letusan dapat terjadi dalam waktu 2 minggu
  • Sosialisasi di wilayah terancam
  • Penyiapan sarana darurat
  • Koordinasi harian
  • Piket penuh

WASPADA

  • Ada aktivitas apa pun bentuknya
  • Terdapat kenaikan aktivitas di atas level normal
  • Peningkatan aktivitas seismik dan kejadian vulkanis lainnya
  • Sedikit perubahan aktivitas yang diakibatkan oleh aktivitas magma, tektonik dan hidrotermal
  • Penyuluhan/sosialisasi
  • Penilaian bahaya
  • Pengecekan sarana
  • Pelaksanaan piket terbatas

NORMAL

  • Tidak ada gejala aktivitas tekanan magma
  • Level aktivitas dasar
  • Pengamatan rutin
  • Survei dan penyelidikan

Jenis erupsi

Secara umum, erupsi gunung berapi dibagi menjadi erupsi magmatik, freatomagmatik, dan freatik.

Erupsi magmatik

Erupsi magmatik disebabkan oleh pelepasan gas akibat peristiwa dekompresi. Magma dengan kekentalan rendah dan sedikit kandungan gas akan menghasilkan erupsi yang relatif lemah. Sebaliknya, magma kental yang memiliki kandungan gas dalam jumlah yang besar dapat menghasilkan erupsi yang kuat. Jenis erupsi berikut merupakan erupsi yang namanya berasal dari peristiwa sejarah:

  • Erupsi Hawaiian adalah erupsi gunung berapi yang memuntahkan lava mafik dengan kandungan gas yang relatif sedikit. Erupsi ini hanya menghasilkan aliran lava cair, tetapi hanya sedikit mengeluarkan tefra. Jenis erupsi ini dapat membentuk gunung berapi landai dengan diameter lebar seperti Gunung Mauna Loa. Nama erupsi ini berasal dari nama gunung-gunung berapi di Hawaii.
  • Erupsi Strombolian memuntahkan magma dengan kekentalan dan kandungan gas yang lebih tinggi daripada erupsi Hawaiian. Erupsi ini memiliki berupa letusan-letusan kecil yang terjadi tiap beberapa menit. Nama erupsi ini berasal dari Stromboli, nama pulau dan gunung berapi di Italia.
  • Erupsi Vulkanian melepaskan magma dengan kekentalan yang lebih tinggi. Nama erupsi ini berasal dari Vulcano, sebuah pulau gunung berapi kecil di daerah Mediterania.
  • Erupsi Peléan ditandai dengan aliran piroklastik dari sisi puncak gunung berapi yang runtuh akibat tekanan tinggi atau gempa bumi. Nama erupsi ini berasal dari nama Gunung Pelée.
  • Erupsi Plinian merupakan erupsi kuat yang melontarkan tefra dalam jumlah yang besar. Erupsi ini juga dapat melontarkan sebagian besar kerucut gunung dan menyebabkan terbentuknya aliran piroklastik. Nama ini berasal dari nama Plinius Muda yang mencatat erupsi Gunung Vesuvius pada tahun 79 M.
  • Erupsi Krakatoan merupakan erupsi dahsyat yang mampu melontarkan nyaris keseluruhan kerucut gunung. Nama erupsi ini berasal dari nama Gunung Krakatau yang berada di Selat Sunda.

Intensitas erupsi gunung berapi diukur menggunakan Volcanic Explosivity Index (VEI) yang memiliki rentang skala 0 untuk erupsi Hawaiian, hingga skala 8 untuk erupsi megakolosal.

Erupsi freatomagmatik

Erupsi freatomagmatik diawali dengan interaksi antara magma dengan air tanah. Akibat adanya perbedaan temperatur yang signifikan, terjadi kenaikan tekanan dalam waktu singkat yang berujung pada ledakan. Ledakan tersebut melontarkan uap air dan pecahan piroklastik ke udara. Tidak seperti erupsi freatik, erupsi freatomagmatik juga melontarkan partikel juvenil.

Erupsi freatik

Sama seperti erupsi freatiomagmatik, erupsi freatik disebabkan oleh kontak antara air tanah dengan batuan panas atau magma. Ledakan kemudian terjadi akibat adanya peningkatan temperatur air dalam waktu yang singkat. Erupsi ini hanya melontarkan uap dan bagian dari dinding kawah.

Material erupsi

Material yang dilepaskan oleh gunung berapi saat erupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis:

  1. Gas vulkanik, campuran dari uap airkarbon dioksida, dan belerang (dapat berupa sulfur dioksida, SO2, atau hidrogen sulfida, H2S, tergantung temperatur saat letusan)
  2. Lava, magma yang mencapai permukaan Bumi
  3. Tefra, material padat dengan berbagai bentuk dan ukuran yang dilontarkan ke udara

Gas vulkanik

Konsentrasi gas vulkanik dari erupsi satu gunung bisa berbeda dari gunung lainnya. Gas vulkanik dapat berupa hidrogen sulfida, sulfur dioksida, hidrogen klorida, dan hidrogen fluorida. Gas lain berupa hidrogennitrogen, dan karbon monoksida juga termasuk gas vulkanik yang dierupsikan gunung berapi.

Aliran lava

Bentuk dan tipe erupsi gunung berapi bergantung pada komposisi lava yang dierupsikannya. Karakteristik paling penting dari magma adalah kekentalandan jumlah gas yang terlarut di dalamnya. Kedua karakteristik tersebut juga dipengaruhi oleh jumlah kandungan silika pada magma. Magma yang mengandung banyak silika cenderung lebih kental dan mengandung lebih banyak gas daripada magma yang mengandung lebih sedikit kandungan silikanya.

Tefra

Tefra terbentuk ketika magma yang meletus akibat gas panas yang mengembang dalam waktu yang cepat. Ledakan kuat ini menghasilkan partikel material yang beterbangan dari gunung berapi. Partikel padat dengan diameter kurang dari 2 mm disebut sebagai abu vulkanik.

Dampak terhadap manusia

Erupsi gunung berapi memberikan bahaya besar bagi peradaban manusia. Meskipun demikian, aktivitas vulkanik juga memberikan manfaat.

Dampak buruk

Terdapat beberapa peristiwa yang merupakan akibat dari erupsi gunung berapi, seperti aliran piroklastiklahar, dan emisi karbon dioksida. Aktivitas vulkanik juga menyebabkan beberapa peristiwa lain seperti gempa bumi, fumarolkolam lumpur, dan geiser. Beberapa peristiwa tersebut sering kali memberikan dampak buruk secara langsung bagi aktivitas manusia.

Gas vulkanik dapat mencapai lapisan stratosfer sehingga dapat membentuk aerosol asam sulfat yang mampu menghamburkan radiasi dari Matahari dan menurunkan temperatur di permukaan Bumi. Hal seperti ini kemungkinan pernah terjadi pada Gunung Huaynaputina sekitar tahun 1600, ketika gas vulkanik di atmosfer menyebabkan terjadinya bencana kelaparan Rusia antara tahun 1601-1603.  Reaksi kimia yang terjadi pada aerosol sulfat di stratosfer juga dapat merusak lapisan ozon. Zat asam seperti hidrogen klorida (HCl) dan hidrogen fluorida (HF) dapat jatuh ke permukaan Bumi sebagai hujan asam. Erupsi eksplosif gunung berapi juga dapat melepaskan gas rumah kaca seperti karbon dioksida.

Abu vulkanik yang dilontarkan ke udara dapat membahayakan pesawat, terutama pesawat jet. Partikel yang masuk ke dalam mesin jet dapat meleleh akibat temperatur tinggi dan turbin mesin. Selain itu, abu vulkanik dengan kecepatan tinggi dapat merusak bagian luar pesawat, instrumen navigasi, dan sistem komunikasi. Gangguan-gangguan seperti dapat menyebabkan terganggunya penerbangan akibat penundaan dan pengalihan rute penerbangan.

Musim dingin vulkanik diduga sempat terjadi 70.000 tahun yang lalu ketika terjadinya erupsi dahsyat Gunung Toba di Pulau Sumatra. Peristiwa ini mungkin telah menyebabkan terjadinya leher botol populasi yang memengaruhi genetika manusia zaman sekarang. Pada tahun 1815, erupsi Gunung Tambora menyebabkan anomali iklim global yang dikenal sebagai "Year Without a Summer". Erupsi besar gunung berapi juga kemungkinan telah menyebabkan setidaknya satu peristiwa kepunahan masal.

Dampak baik

Meskipun erupsi gunung berapi dianggap sebagai bencana yang membahayakan manusia, aktivitas vulkanik di masa lalu dapat mendukung perkembangan sumber daya di sekitarnya. Abu vulkanik yang dilepaskan oleh gunung berapi mengandung zat nutrisi yang dapat menyuburkan tanah. Aktivitas vulkanik juga disertai dengan aliran panas dari dalam Bumi yang dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga panas bumi.

Sumber : Wikipedia

Selengkapnya
Gunung Berapi

Geodesi dan Geomatika

Vulkanologi

Dipublikasikan oleh Merlin Reineta pada 18 Juli 2022


Vulkanologi merupakan bidang keilmuan yang mempelajari tentang tentang gunung berapi. Namanya diperoleh dari bahasa Inggris volcanology yang berarti ilmu gunung berapi. Kata vulkano merupakan kata serapan dari bahasa Belanda vulkaan atau dari bahasa Latin vulcano. Istilah vulkanologi berasal dari Bahasa Latin Vulcan, dewa api Romawi. Vulkanologi mempelajari semua fenomena dari aktivitas gunung berapi seperti lava dan magma, serta fenomena geologi yang berhubungan dengan gunung api. Seorang ahli vulkanologi adalah orang yang melakukan studi pada bidang ini.

Objek kajian

Gunung berapi

Gunung berapi adalah gunung yang mempunyai lubang berbentuk kepundan yang menjadi tempat keluarnya cairan magma, gas atau cairan lainnya ke permukaan bumi. Gunung berapi awalnya merupakan rekahan dalam kerak bumi. Gunung berapi yang menghasilkan erupsi ke permukaan bumi umumnya berbentuk kerucut terpancung. Bentuk-bentuk dan mekanisme kerja dari gunung api dipelajari dalam vulkanologi dan geosains. Bidang ilmu yang mendukungnya adalah geologi, geofisika, geokimia dan penginderaan jauh.

Erupsi

Erupsi adalah proses keluarnya isi dari perut bumi menuju ke permukaan bumi. Penyebabnya adalah letusan gunung berapi. Benda-benda yang dikeluarkan sebagian besar berupa pecahan batuan, gas dan abu. Erupsi gunung api termasuk dalam proses vulkanisme. Erupsi terjadi akibat adanya tenaga endogen yang disebabkan adanya tekanan gas yang kuat di dalam bumi. Tekanan ini mendorong magma naik secara perlahan-lahan. Magma menumpuk pada suhu 1.200oC akibat pelelehan batuan. Lapisan batuan yang padat menambah tekanan magma sehingga magma keluar dari lapisan batuan yang lebih mudah meleleh. Erupsi ini terjadi dalam bentuk ledakan dan semburan yang sangat kuat.

Pengkaji

Para ahli vulkanologi sering mengunjungi gunung berapi, terutama yang masih aktif, untuk mengamati letusan gunung berapi, mengumpulkan produk letusan termasuk seperti abu, atau batu apungbatuan, dan lava. Tujuan utama dari penyelidikan adalah perkiraan letusan; pada saat ini belum ada cara yang akurat untuk melakukan hal ini, tetapi memperkirakan letusan, seperti halnya memperkirakan gempa bumi, dapat menyelamatkan banyak jiwa. Seorang ahli vulkanologi mempelajari pembentukan gunung berapi dan letusannya saat ini serta sejarah letusannya.

Pemanfaatan ilmu

Para vulkanolog memanfatkan vulkanologi sebagai mitigasi bencana gunung api. Caranya adalah dengan selalu menghitung atau memperkirakan kapan gunung api akan meletus. Bagian dalam gunung api dibor untuk memodelkan bentuk gunung api dan menggambarkan peta isi gunung api. Metode geofisika dipakai untuk membuat peta agar dapat memprediksi bagaimana cara gunung api akan meletus. Vulkanolog juga memanfaatkan satelit untuk mempelajari gunung api dari luar angkasa dengan tujuan yang sama.

Sumber Artikel : Wikipedia

Selengkapnya
Vulkanologi

Geodesi dan Geomatika

10 Kawah Bumi yang Terbentuk Karena Hantaman Meteor

Dipublikasikan oleh Merlin Reineta pada 18 Juli 2022


1. Kawah Barringer Kawah Barringer, juga dikenal sebagai Kawah Meteor, terbentuk relatif baru (secara geologis) hanya 50.000 tahun yang lalu ketika sebuah meteor besi besar berukuran diameter 98 kaki (30 meter) hingga 164 kaki (50 meter), menabrak Colorado Dataran tinggi di Arizona utara, AS menurut Lunar and Planetary Institute . 

2. Kawan Lonar

Terletak di dalam Dataran Tinggi Deccan di India Selatan, terletak Kawah Lonar, kawah meteorit besar yang telah membingungkan para ilmuwan sejak diidentifikasi pada tahun 1823 oleh perwira Inggris CJE Alexander, menurut NASA Earth Observatory . 

3. Kawah Wolfe Creek

Kawah Wolfe Creek terletak di tepi Gurun Pasir Besar di Taman Nasional Kawah Wolfe Creek, Australia Barat bagian utara. Menurut Australian Parks and Wildlife Service, Kawah Wolfe Creek terbentuk 300.000 tahun yang lalu, meskipun, sebuah studi baru-baru ini dari University of Wollongong pada tahun 2019 menganalisis paparan radiasi batuan kawah dan memperkirakan usia kawah hanya 120.000 tahun. jauh lebih muda dari perkiraan sebelumnya. 

4. Gosses Bluff (Tnorala)

Australia adalah rumah bagi beberapa kawah tumbukan paling mengesankan di dunia, jadi tidak mengherankan jika kami menampilkan kawah Australia lainnya dalam daftar "wajib dikunjungi" ini. Gosses Bluff, juga dikenal sebagai Tnorala memiliki kepentingan budaya dan ilmiah yang besar dan merupakan kawah tumbukan yang paling banyak dipelajari di Australia, menurut NASA Earth Observatory. Para ilmuwan percaya bahwa sebuah meteor yang melaju dengan kecepatan hingga 25 mil per detik (40 km per detik) menabrak Bumi 142 juta tahun yang lalu, menciptakan kawah raksasa dengan lebar hampir 14 mil (22 km) menurut NASA Earth Observatory.

5. Kawah Pingualuit

Taman Nasional Pingualuit terletak di jantung dataran tinggi Ungava Kanada dan merupakan rumah ke kawah Pingualuit mengesankan. 

Di bawah langit Arktik, kawah dipenuhi dengan air hujan murni, terputus dari aliran masuk dari danau lain. Lingkungan unik ini - kedalaman 876 kaki (267 meter) - memberi para ilmuwan jendela ke masa lalu geologis.

6. Kawah Kaali

Terletak di Saaremaa, pulau terbesar Estonia, bidang kawah Kaali terletak 11 mil (18 km) dari ibu kota pulau yang terdiri dari satu kawah besar dan delapan kawah kecil menurut situs berita The Baltic Times. Hebatnya, pulau ini diperkirakan telah berpenghuni pada saat tumbukan meteorit sekitar tahun 1530-1549 SM menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Meteoritics and Planetary Science , meskipun usianya masih menjadi bahan perdebatan dan perkiraan berkisar antara 2.420 tahun hingga 8.400 tahun.

7. NÖRDLINGER RIES

kawah Ries berisi sebuah kota di dalam cincin bagian dalamnya, sebuah kota yang dikenal sebagai Nördlingen, Jerman menurut Planetary Science Institute . Dampak penuh kawah hanya bisa dilihat jika dilihat dari udara. Sementara cincin bagian dalamnya disorot oleh tembok kota, sisa kawah telah terkikis dan tidak segera terlihat. Menurut NASA Earth Observatory, keberadaan kawah mungkin tidak diketahui oleh orang Eropa abad pertengahan yang tanpa sadar mencocokkan tembok kota mereka dengan cincin kawah bagian dalam dengan diameter sekitar 0,6 mil (1 kilometer) - kemungkinan dimensi yang sama dari meteorit pembentuk kawah. 

8. Kawah Tswaing

Sekitar 25 mil (40 km) barat laut Pretoria, di dalam wilayah Kota Tshwane, Afrika Selatan terdapat kawah meteorit Tswaing. Dikenal sebagai Pretoria Saltpan (atau Zoutpan), menurut situs pemerintah Kota Tshwane. Tswaing adalah salah satu kawah yang paling terpelihara di dunia dan endapan sedimen dari dasar kawah mengandung catatan iklim selama 220.000 tahun. Pengunjung situs dapat menikmati Jejak Kawah Tswaing sepanjang 4,4 mil (7,2km) serta pameran museum dan menikmati beragam satwa liar yang berada di kawasan konservasi menurut situs pemerintah Kota Tshwane.

9. Kawah Tenoumer

Jauh di Gurun Sahara terdapat kawah melingkar yang disebut Tenoumer. Menurut NASA Earth Observatory, asal usul kawah telah lama diperdebatkan di kalangan ahli geologi, dengan beberapa berpendapat bahwa itu adalah sisa-sisa gunung berapi, tidak disepakati bahwa Tenoumer memang kawah tumbukan.

Tenoumer adalah salah satu situs kawah yang paling sulit untuk dikunjungi karena lokasinya yang terpencil. Dari ibu kota Mauritania, Nouakchott, dibutuhkan 11 jam berkendara ke kota terdekat Zouérat, yang berjarak sekitar 124 mil (200 km).

10. Kawah Roter Kamm

Di tengah-tengah bukit pasir berwarna merah karat di Gurun Namib di barat daya Namibia terdapat sebuah kawah yang terlihat seperti rumah di Mars. Menurut ESA, kawah Roter Kamm ditemukan di Taman Nasional Tsau Khaeb (juga dikenal sebagai Sperrgebiet), sebuah area pertambangan di barat daya Namibia. Para ilmuwan percaya bahwa meteorit yang membentuk kawah ini lima juta tahun yang lalu seukuran kendaraan besar ketika bertabrakan dengan Bumi, menurut ESA. Dampaknya menimbulkan tepi kawah 131 hingga 295 kaki (40 hingga 90 meter) di atas dataran sekitarnya sementara lantai kawah diselimuti endapan pasir setebal setidaknya 330 kaki (100 meter).

Sumber Artikel : teknologi.bisnis.com

Selengkapnya
10 Kawah Bumi yang Terbentuk Karena Hantaman Meteor

Geodesi dan Geomatika

11 Bencana Alam Paling Mematikan dalam Sejarah Bumi, Salah Satunya di Indonesia

Dipublikasikan oleh Merlin Reineta pada 18 Juli 2022


Setiap tahun, beberapa bencana alam paling mematikan - gempa bumi, letusan gunung berapi, angin topan, tsunami, banjir, kebakaran hutan dan kekeringan, rata-rata membunuh hampir 60.000 orang, menurut Global Change Data Lab. Bencana alam telah menjadi fakta kehidupan manusia sejak awal umat manusia, tetapi jumlah kematian yang paling kuno dari bencana ini hilang dari sejarah.

Pulau kuno Mediterania Thera (sekarang Santorini, Yunani), misalnya, mengalami letusan gunung berapi dahsyat yang memusnahkan seluruh peradaban Minoa sekitar tahun 1600 SM, menurut sebuah studi tahun 2020 yang diterbitkan dalam jurnal Proceedings of the National Academies of Sciences.

Tapi tepatnya berapa banyak nyawa yang hilang? Kita tidak akan pernah tahu. Namun, berkat catatan dan jurnal sejarah, sejarawan setidaknya bisa memperkirakan jumlah korban jiwa terkait dengan bencana yang terjadi di era bersama.

Menurut catatan tersebut, bencana alam berikut adalah yang paling mematikan sepanjang masa, peringkat dari perkiraan korban tewas terendah hingga tertinggi dilansir dari Livescience:

1. BANJIR SUNGAI YANGTZE 1931

Curah hujan yang berlebihan di Cina tengah pada bulan Juli dan Agustus 1931 memicu bencana alam paling mematikan dalam sejarah dunia — banjir Cina Tengah tahun 1931. Sungai Yangtze meluap dari tepiannya saat pencairan salju musim semi bercampur dengan curah hujan lebih dari 24 inci (600 milimeter) yang jatuh selama bulan Juli saja. (Sungai Kuning dan saluran air besar lainnya juga mencapai tingkat yang tinggi.) Menurut "The Nature of Disaster in China: The 1931 Yangzi River Flood" (Cambridge University Press, 2018), banjir menggenangi hampir 70.000 mil persegi (180.000 km persegi) dan mengubah Yangtze menjadi apa yang tampak seperti danau atau lautan raksasa. Angka pemerintah kontemporer menyebutkan jumlah kematian sekitar 2 juta, tetapi lembaga lain, termasuk NOAA, mengatakan mungkin sebanyak 3,7 juta orang.

2. GEMPA BUMI SHAANXI 1556

Gempa bumi paling mematikan dalam sejarah melanda provinsi Shaanxi China pada 23 Januari 1556. Dikenal sebagai "Gempa Besar Jiajing" setelah kaisar yang memerintahnya, gempa itu mengurangi petak seluas 621 mil persegi (1.000 kilometer persegi) dari negara menjadi puing-puing, menurut Museum Sains China. Diperkirakan 830.000 orang tewas saat yaodong mereka — rumah gua yang diukir di dataran tinggi loess di kawasan itu — runtuh. Magnitudo gempa yang tepat hilang dari sejarah, tetapi ahli geofisika modern memperkirakannya sekitar magnitudo 8.

BANJIR SUNGAI KUNING 1887

Sungai Kuning (Huang He) di Cina terletak jauh di atas sebagian besar tanah di sekitarnya pada akhir tahun 1880-an, berkat serangkaian tanggul yang dibangun untuk menahan sungai saat mengalir melalui lahan pertanian di Cina tengah. Seiring waktu, tanggul-tanggul ini mengalami pendangkalan, secara bertahap mengangkat sungai ke ketinggian. Ketika hujan deras mengguyur sungai pada bulan September 1887, sungai itu meluap ke atas tanggul-tanggul ini ke dataran rendah di sekitarnya, membanjiri 5.000 mil persegi (12.949 km persegi), menurut "Encyclopedia of Disasters: Environmental Catastrophes and Human Tragedies" (Greenwood Publishing Group , 2008). Akibat banjir ini, diperkirakan 900.000 hingga 2 juta orang kehilangan nyawa.

3. SIKLON BHOLA 1970

Penduduk desa berjalan melalui ladang ternak mati dan mencari beras dan biji-bijian lainnya untuk diselamatkan, dekat Sonapur, Pakistan Timur (kemudian Bangladesh), setelah topan besar dan gelombang pasang yang menyertainya yang menghantam daerah itu pada November 1970.

Topan tropis ini menghantam tempat yang sekarang disebut Bangladesh (saat itu Pakistan Timur) pada 12-13 November 1970. Menurut Divisi Penelitian Badai NOAA, kecepatan angin badai terkuat diukur 130 mph (205 kph), menjadikannya setara dengan Kategori 4 badai besar pada skala Badai Saffir-Simpson. Menjelang pendaratannya, gelombang badai setinggi 35 kaki (10,6 m) menyapu pulau-pulau dataran rendah yang berbatasan dengan Teluk Benggala, menyebabkan banjir yang meluas.

Gelombang badai, dikombinasikan dengan kurangnya evakuasi, mengakibatkan korban tewas besar-besaran yang diperkirakan mencapai 300.000 hingga 500.000 orang. Sebuah laporan tahun 1971 dari Pusat Badai Nasional dan Departemen Meteorologi Pakistan mengakui tantangan untuk memperkirakan secara akurat jumlah korban tewas, terutama karena masuknya pekerja musiman yang berada di daerah itu untuk panen padi. Pada penulisan artikel ini, topan Bhola dianggap sebagai topan tropis paling mematikan yang pernah tercatat, menurut Organisasi Meteorologi Dunia. Dan itu menyebabkan kerusakan sekitar $86 miliar.

4. GEMPA BUMI HAITI 2010 

Tim penyelamat membawa mayat yang baru saja digali dari puing-puing di Port-au-Prince, 14 Januari 2010, setelah gempa dahsyat berkekuatan 7,0. 

Gempa berkekuatan 7,0 skala Richter yang melanda Haiti di barat laut Port-au-Prince pada 12 Januari 2010, menempati urutan sebagai salah satu dari tiga gempa paling mematikan sepanjang masa. 

Haiti berdiri sebagai salah satu negara termiskin di Belahan Barat dan sejarah terbatas gempa bumi besar membuatnya sangat rentan terhadap kerusakan dan hilangnya nyawa. Sebanyak 3 juta orang terkena dampak gempa. Perkiraan jumlah korban tewas ada di mana-mana; awalnya, pemerintah Haiti memperkirakan kematian mencapai 230.000 orang, tetapi pada Januari 2011, para pejabat merevisi angka itu menjadi 316.000. 

Sebuah studi tahun 2010 yang diterbitkan dalam jurnal Medicine, Conflict and Survival menyebutkan jumlahnya sekitar 160.000 kematian, sementara USGS mengklaim angka yang lebih rendah lagi - sekitar 100.000. Disparitas ini mencerminkan sulitnya menghitung kematian bahkan di era modern, belum lagi pertengkaran politik yang berlangsung atas angka "resmi".

5. Topan HAIPHONG 1881 

Mengikat topan Coringa sebagai bencana alam paling mematikan keenam adalah topan 1881 yang melanda kota pelabuhan Haiphong di timur laut Vietnam pada 8 Oktober. Badai ini juga diyakini telah menewaskan sekitar 300.000 orang.

6. SIKLON CORINGA 1839 

Topan Coringa mendarat di kota pelabuhan Coringa di Teluk Bengal India pada 25 November 1839, menimbulkan gelombang badai setinggi 40 kaki (12 m), menurut Divisi Penelitian Badai Laboratorium Oseanografi Atlantik dan Meteorologi NOAA. Kecepatan dan kategori angin topan tidak diketahui, seperti halnya banyak badai yang terjadi sebelum abad ke-20. Sekitar 20.000 kapal dan kapal hancur, bersama dengan nyawa sekitar 300.000 orang. 

7. GEMPA BUMI HAIYUAN 1920

"Gempa Haiyuan adalah gempa terbesar yang tercatat di China pada abad ke-20 dengan magnitudo dan intensitas tertinggi," kata Deng Qidong, ahli geologi dari Chinese Academy of Sciences, dalam sebuah seminar pada 2010. 

Gempa bumi, yang melanda Kabupaten Haiyuan di Tiongkok tengah utara pada 16 Desember 1920, juga mengguncang Provinsi Gansu dan Shaanxi yang bertetangga. Itu dilaporkan 7,8 pada skala Richter, namun, China hari ini mengklaim itu berkekuatan 8,5. Ada juga perbedaan dalam jumlah nyawa yang hilang. USGS melaporkan total korban 200.000, tetapi menurut sebuah studi 2010 oleh seismolog Cina, jumlah korban tewas bisa mencapai 273.400. Deposit tinggi tanah lepas di kawasan itu (sedimen berpori dan berlumpur yang sangat tidak stabil) memicu tanah longsor besar-besaran yang bertanggung jawab atas lebih dari 30.000 kematian ini, menurut sebuah studi tahun 2020 yang diterbitkan dalam jurnal Landslides. 

8. GEMPA ANTIOKH 526 M 

Seperti semua bencana yang terjadi ribuan tahun yang lalu, jumlah korban tewas yang tepat untuk gempa Antiokhia sulit didapat. Penulis sejarah kontemporer John Malalas menulis pada saat itu bahwa sekitar 250.000 orang tewas ketika gempa melanda kota Kekaisaran Bizantium (sekarang Turki dan Suriah) pada Mei 526. Malalas menghubungkan bencana itu dengan murka Tuhan dan melaporkan bahwa kebakaran menghancurkan segala sesuatu di Antiokhia yang gempa tidak. 

 

Menurut sebuah makalah tahun 2007 di The Medieval History Journal, jumlah korban tewas lebih tinggi daripada waktu-waktu lain dalam setahun karena kota itu penuh dengan turis yang merayakan Hari Kenaikan – hari raya Kristen yang memperingati kenaikan Yesus ke surga.
 

9. GEMPA TANGSHAN 1976 

Pada pukul 3:42 pagi pada tanggal 28 Juli 1976, kota Tangshan di China rata dengan tanah oleh gempa bumi berkekuatan 7,8 skala richter, menurut sebuah laporan oleh US Geological Survey (USGS). Tangshan, sebuah kota industri dengan populasi sekitar 1 juta pada saat bencana, menderita korban yang mengejutkan lebih dari 240.000. Meskipun ini adalah angka kematian resmi, beberapa ahli menyarankan jumlah ini terlalu diremehkan dan bahwa korban jiwa kemungkinan mendekati 700.000. Dilaporkan, 85% bangunan Tangshan runtuh, dan getaran terasa di Beijing, Cina, lebih dari 100 mil (180 km) jauhnya. Butuh beberapa tahun sebelum kota Tangshan dibangun kembali ke kejayaannya sebelumnya.


10. GEMPA DAN TSUNAMI LAUT INDIA 2004

Berada di urutan ke-10 adalah bencana gempa bumi berkekuatan 9,1 yang melanda bawah laut di lepas pantai barat Sumatera, Indonesia, pada 26 Desember 2004. Gempa tersebut menciptakan tsunami besar yang menewaskan sekitar 230.000, dan menelantarkan hampir 2 juta orang di 14 Asia Selatan. dan negara-negara Afrika Timur. Bergerak secepat 500 mph (804 kph), tsunami mencapai daratan hanya dalam waktu 15 sampai 20 menit setelah gempa melanda, memberikan sedikit waktu bagi penduduk untuk mengungsi ke tempat yang lebih tinggi.

11. GEMPA BUMI ALEPPO 1138 M

Pada 11 Oktober 1138, tanah di bawah kota Aleppo di Suriah mulai bergetar. Kota ini terletak di pertemuan lempeng Arab dan Afrika, membuatnya rentan terhadap gempa, tetapi yang satu ini sangat ganas. Besarnya gempa hilang seiring waktu, tetapi penulis sejarah kontemporer melaporkan bahwa benteng kota runtuh dan rumah-rumah runtuh di Aleppo. Korban tewas yang dihasilkan diperkirakan sekitar 230.000, tetapi angka itu berasal dari abad ke-15, dan sejarawan yang melaporkannya mungkin telah menyamakan gempa Aleppo dengan gempa yang terjadi di tempat yang sekarang menjadi negara Eurasia modern di Georgia, menurut sebuah makalah tahun 2004 dalam jurnal Annals of Geophysics. Namun, jumlah korban tewas ini mengikat peristiwa ini sebagai bencana alam paling mematikan ke-10 sepanjang masa.


Sumber Artikel : teknologi.bisnis.com

Selengkapnya
11 Bencana Alam Paling Mematikan dalam Sejarah Bumi, Salah Satunya di Indonesia

Geodesi dan Geomatika

Teliti Fosil di Waduk Saguling, Tim ITB Temukan Fakta Keberadaan Hewan Purba

Dipublikasikan oleh Merlin Reineta pada 18 Juli 2022


Baru-baru ini, telah ditemukan fosil di pulau Sirtwo di tengah Waduk Saguling, Kabupaten Bandung Barat. Penemuan yang berawal dari laporan masyarakat tersebut kemudian diteliti lebih lanjut oleh Tim dari Prodi Teknik Geologi ITB. 

Selama kegiatan survei, tim melakukan pengamatan di 17 titik di sepanjang Pulau Sirtwo. Tim berhasil memverifikasi bahwa tulang yang ditemukan pada batuan di sepanjang pulau merupakan fosil, bukan hewan yang sifatnya modern/kontemporer/hari ini. Kesimpulan tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Mika Rizki Puspaningrum, S.Si., M.T, Ph.D. dari KK Paleontologi dan Geologi Kuarter, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB).

“Fosil-fosil yang ditemukan di permukaan dan juga yang telah terekspos kemudian diangkat dan disimpan oleh pihak yang berwenang di lokasi. Berdasarkan temuan tersebut, tim berhasil mengidentifikasi fosil-fosil yang telah dikumpulkan,” ujarnya. Adapun, fosil-fosil yang ditemukan berasal dari kelompok Bovidae (sapi, kerbau dan banteng), Cervidae (kelompok rusa) dan Elphas maximus (gajah).

Mika menceritakan kronologis penemuan fosil tersebut. Sekitar tahun 2020, beberapa warga lokal mengembangkan objek wisata Pulau Sirtwo, pulau-pulau di sekitar Bendungan Saguling, yang dulunya dimanfaatkan warga untuk menambang pasir. Sudah dilakukan beberapa kali wisata terbatas ke sana. Awalnya wisata yang ada hanya susur perahu, foto-foto di pinggir danau, dan ke menara Sirtwo.

“Sambil mengeksplorasi pulau, Pak Rizky (penggiat Pemandu Geowisata Indonesia) mendapatkan laporan dari warga sekitar yang bernama Pak Jahidin mengenai batuan yang seperti tulang. Kemudian beliau mengecek ke lapangan, lalu mengambil beberapa foto. Foto tersebut disampaikan kepada salah satu anggota tim, yang kemudian berinisiatif untuk mengecek lokasi tersebut untuk melakukan verifikasi temuan warga,” ujarnya.

 

Survei dilakukan pada dua hari berbeda yaitu Minggu, 10 Oktober dan Jumat, 15 Oktober 2021 yang melibatkan Alfend Rudyawan (KK Geodinamika dan Sedimentologi), Astyka Pamumpuni (KK Geologi Terapan), Sukiato Khurniawan (Dosen Prodi Geologi Universitas Indonesia, Alumni T. Geologi ITB angkatan 2011) dan Alfita Handayani (Dosen T. Geodesi ITB). 

Tim yang bekerja sama dengan Museum Geologi ini juga melakukan ekskavasi terhadap tulang kaki depan gajah yang telah terbuka dan mengalami kerusakan yang cukup parah. Maka dari itu Tim ITB berinisiatif untuk melindungi fosil tersebut dengan cara membungkusnya dengan gips untuk kemudian dapat diangkat dan diteliti lebih lanjut.

“Selain paleontologi, tim juga akan mengembangkan penelitian pada aspek geologi secara menyeluruh, meliputi kajian stratigrafi, umur dan lingkungan purba,” jelasnya.
Tinjauan lebih mendalam mengenai fosil-fosil tersebut serta tindak lanjut terhadap pengelolaan pulau perlu dilaksanakan secara kolaboratif antara tim ITB dengan warga pengelola Pulau Sirtwo, PT Indonesia Power Saguling (sebagai pengelola wilayah), TACB KBB, Disparbud KBB, PGWI, Museum Geologi Bandung, Pemerintah Kec. Cipongkor, Masyarakat Geowisata Indonesia dan DPC HPI KBB.

Sumber Artikel : itb.ac.id

Selengkapnya
Teliti Fosil di Waduk Saguling, Tim ITB Temukan Fakta Keberadaan Hewan Purba
page 1 of 7 Next Last »