Industri Hasil Hutan dan Perkebunan

Kemenperin Minta Industri Gula Jaga Kualitas, Kuantitas dan Konektivitas

Dipublikasikan oleh Merlin Reineta pada 17 Agustus 2022


Gula merupakan salah satu komoditas strategis yang sangat terkait dengan hajat hidup masyarakat. Permintaan gula terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan juga pertumbuhan industri makanan dan minuman di dalam negeri.

 

“Karena itu, industri gula nasional harus tetap menjaga tiga aspek, yaitu terkait kualitas, kuantitas dan juga konektivitas,” kata Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika dalam sambutannya mewakili Menteri Perindustrian pada acara Musyawarah Nasional Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) ke-VIII di Jakarta, Kamis (20/1). 

 

Dirjen Industri Agro menegaskan, gula yang diproduksi harus memenuhi kualitas terbaik (sesuai SNI). Guna menjaga kualitas tersebut, perlu penggunaan teknologi terkini. “Produktivitas gula harus terus ditingkatkan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan industri,” tuturnya.

 

Di samping itu, distribusi gula nasional juga harus dipastikan dapat menjangkau pelosok nusantara dan memberikan jaminan harga yang stabil. “Dari aspek kuantitas, industri gula nasional pada saat ini masih menghadapi tantangan. Rata-rata hasil produksi untuk lima tahun terakhir sekitar 2,2 juta ton per tahun, sedangkan total kebutuhan gula nasional tahun 2021 mencapai 6 juta ton,” ungkap Putu.

 

Kebutuhan gula nasional semakin meningkat setiap tahunnya, karenadengan asumsi pertumbuhan industri makanan dan minuman yang diproyeksi meningkat sekitar 5-7 persen per tahun dan kenaikan pertambahan penduduk Indonesia berdasarkan data BPSyang juga meningkat sekitar 1,25 persen setiap tahun.

 

“Dengan pertumbuhan kebutuhan gula nasional yang semakin meningkat, maka pada tahun 2030 diproyeksikan kebutuhan gula nasional akan mencapai 9,8 juta ton,” sebut Putu. Oleh karena itu,pemerintah perlu melakukan upaya dan fasilitasi pengembangan untuk pembangunan pabrik gula baruyang terintegrasi dengan perkebunan.

 

Untuk memberikan fasilitas bahan baku dalam rangka pembangunan industri gula, telahditerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 10 Tahun 2017 tentang Fasilitas Memperoleh Bahan Baku Dalam Rangka Pembangunan Industri Gula. “Kami berharap, pelaku industri gula dapat memanfaatkan fasilitas tersebut secara optimal dengan harapan agar target pemenuhan kebutuhan gula nasional dapat dipenuhi dari dalam negeri,” tegas Dirjen Industri Agro.

 

Merespons kondisi saat ini dengan adanya perkembangan industri 4.0, Kemenperin terus berupaya mendorong pelaku industri untuk melakukan percepatan transformasi digital guna meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan nilai tambah sehingga bisa lebih berdaya saing global.  

 

Dirjen Industri Agro menyampaikan, pihaknya akan terus memonitor perkembangan pabrik gula rafinasi di tanah air seiring dengan kebutuhan Gula Kristal Rafinasi (GKR) di pasar domestik yang kian meningkat, mengingat sektor industri pengguna GKR mulai bergeliat dan aktivitas perekonomian nasional semakin pulih setelah terkena imbas pandemi Covid-19.

 

“Potensi industri gula rafinasi untuk orientasi pasar ekspor semakin meningkat. Oleh karena itu, keberadaannya perlu dioptimalkan melalui peningkatan utilisasi untuk mendorong ekspor hasil produksi nasional. Negara tujuan ekspor gula kristal rafinasi yang sudah terbuka antara lain Vietnam, Myanmar, Filipina, Timor Leste, Qatar, Singapura, dan Mongolia,” ungkap Putu.

 

Kemenperin memberikan apresiasi kepada AGRI yang selama ini telah berkontribusi dalam penyediaan gula kristal rafinasi untuk memenuhi kebutuhan industri makanan, minuman, dan farmasi di dalam negeri dan pemenuhan pasar ekspor. “Kami pun berharap kepada AGRI agar dapat terus berkontribusi pada pengembangan industri gula nasional serta menghasilkan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat konsumen di Indonesia dalam memproduksi gula yang berkualitas, harga terjangkau dan pasokan gula yang cukup,” imbuhnya.

 

Demikian Siaran Pers ini untuk disebarluaskan

Sumber:kemenperin.go.id

Selengkapnya
Kemenperin Minta Industri Gula Jaga Kualitas, Kuantitas dan Konektivitas

Industri Hasil Hutan dan Perkebunan

Minyak sawit

Dipublikasikan oleh Merlin Reineta pada 17 Agustus 2022


 

Minyak sawit adalah minyak nabati yang didapatkan dari mesocarp buah pohon kelapa sawit, umumnya dari spesies Elaeis guineensis, dan sedikit dari spesies Elaeis oleifera dan Attalea maripa. Minyak sawit secara alami berwarna merah karena kandungan alfa dan beta-karotenoid yang tinggi. Minyak sawit berbeda dengan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) yang dihasilkan dari inti buah yang sama. Minyak kelapa sawit juga berbeda dengan minyak kelapa yang dihasilkan dari inti buah kelapa (Cocos nucifera). Perbedaan ada pada warna (minyak inti sawit tidak memiliki karotenoid sehingga tidak berwarna merah), dan kadar lemak jenuhnya. Minyak sawit mengandung 41% lemak jenuh, minyak inti sawit 81%, dan minyak kelapa 86%.[3]

Minyak sawit termasuk minyak yang memiliki kadar lemak jenuh yang tinggi. Minyak sawit berwujud setengah padat pada temperatur ruangan dan memiliki beberapa jenis lemak jenuh asam laurat (0.1%), asam miristat (1%), asam stearat (5%), dan asam palmitat (44%). Minyak sawit juga memiliki lemak tak jenuh dalam bentuk asam oleat (39%), asam linoleat (10%), dan asam alfa linoleat (0.3%). Seperti semua minyak nabati, minyak sawit tidak mengandung kolesterol meski konsumsi lemak jenuh diketahui menyebabkan peningkatan kolesterol lipoprotein densitas rendah dan lipoprotein densitas tinggi akibat metabolisme asam lemak dalam tubuh. Minyak sawit juga GMO free, karena tidak ada kelapa sawit termodifikasi genetik (GMO) yang dibudidayakan untuk menghasilkan minyak sawit.

Minyak sawit adalah bahan memasak yang umum di negara tropis di Afrika, Asia Tenggara, dan sebagian Brasil. Penggunaannya dalam industri makanan komersial di belahan negara lain didorong oleh biaya produksinya yang rendah dan kestabilan oksidatifnya ketika digunakan untuk menggoreng.

Maraknya perkebunan sawit telah mengundang kekhawatiran aktivis lingkungan karena besarnya penghancuran hutan untuk melakukan pertanian monokultur kelapa sawit. Perkebunan sawit ini telah menyebabkan hilangnya habitat orang utan di Indonesia, yang merupakan spesies yang terancam punah. Pada tahun 2004, Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dibentuk untuk mengarahkan kekhawatiran tersebut.Malaysia sejak 1992 telah membatasi ekspansi perkebunan sawit di wilayahnya dengan menerapkan peraturan batas minimum lahan negara sebagai hutan.

Sejarah

Pohon kelapa sawit (Elaeis guineensis)

Manusia telah menggunakan minyak sawit sejak kurang lebih 5000 tahun yang lalu. Bukti arkeologi berupa sebuah zat yang diketahui awalnya berupa minyak sawit, ditemukan pada akhir abad ke-19 pada sebuah kuburan di Abydos, Mesir, bertanggal 3000 SM.[14] Diperkirakan bahwa pedagang Arab yang telah membawa minyak sawit ke Mesir.

Minyak sawit dari 'Elaeis guineensis telah dikenal sejak lama di Afrika Barat dan Afrika Tengah sebagai minyak goreng. Pedagang Eropa Berdagang dengan penduduk Afrika Barat untuk mendapatkan minyak sawit untuk digunakan sebagai minyak goreng di Eropa. Minyak sawit lalu menjadi komoditas yang paling dicari oleh pedagang Britania Raya ketika itu untuk digunakan sebagai pelumas mesin pada era Revolusi Industri. Minyak sawit adalah bahan utama pembuatan sabun dan deterjen di perusahaan Unilever ketika perusahaan itu masih bernama Lever Brothers.

Sejak tahun 1870-an, minyak sawit menjadi ekspor utama beberapa negara di Afrika Barat seperti Ghana dan Nigeria meski saat ini komoditas pertanian utama negara itu telah digantikan oleh kakao.

Nutrisi

Info lebih lanjut: Asam palmitat

Berbagai makanan terproses mengandung minyak sawit sebagai bahan bakunya. USDA menyatakan bahwa minyak sawit bukanlah pengganti yang baik bagi lemak trans. Ketika pemrosesan, sebagian minyak sawit mengalami oksidasi, dan minyak sawit yang teroksidasi ini terkait dengan berbagai risiko kesehatan yang diakibatkan oleh konsumsi minyak sawit terproses.

Minyak sawit terdiri atas asam lemak yang teresterifikasi dengan gliserol seperti halnya semua jenis lemak. Namun tidak seperti semua jenis lemak, minyak sawit mengandung lemak jenuh dalam persentase yang tinggi.[21] Asam oleat tak jenuh tunggal dan tokotrienol, salah satu bagian dari famili Vitamin E, juga terdapat pada minyak sawit murni.[22]

Berdasarkan data WHO, konsumsi asam palmitat meningkatkan risiko timbulnya penyakit kardiovaskular seperti halnya risiko yang diakibatkan oleh lemak trans.[23]

Hampir semua produk-produk pangan yang ada di supermarket menggunakan minyak sawit.

Minyak sawit memiliki keunggulan sebagai bahan baku produk pangan. Keunggulannya antara lain;[24]

  • harga yang relatif murah
  • memiliki antioksidan alami yang berfungsi sebagai pengawet alami
  • membuat makanan bertekstur halus dan lembut
  • bebas dari lemak trans
  • tidak ada rasa dan tidak berbau
  • meningkatkan cita rasa makanan.

Shortening sawit digunakan pada roti untuk meningkatkan kekenyalan, berat, kepadatan, dan juga tekstur roti. Minyak sawit juga untuk memastikan bagian tengah roti tetap ringan dan halus.

Selain digunakan dalam pembuatan roti, minyak sawit juga banyak digunakan sebagai bahan campuran produk makanan lainnya seperti kue kering. Minyak kelapa sawit membuat kue kering mempunyai tekstur garing di luar namun lembut di dalam, bebas dari lemak trans yang berbahaya dan kandungan vitamin A dan E sawit yang tinggi baik untuk kesehatan.

Kandungan asam lemak di dalam minyak sawit yaitu:

Minyak sawit murni

Secara alami minyak sawit berwarna kemerahan karena kandungan karotena yang tinggi, termasuk alfa-karotena, beta-karotena, dan likopen, nutrisi yang sama yang memberikan warna merah pada tomat, wortel, dan buah dan sayur lainnya.

Minyak sawit murni mengandung setidaknya 10 jenis karotena, bersama dengan tokoferol dan tokotrienol (anggota famili Vitamin E), fitosterol, dan gikolipid. Pada sebuah penelitian yang dilakukan peada hewan pada tahun 2007, para peneliti dari Afrika Selatan memberikan minyak sawit merah pada tikus dan menemukan bahwa terjadi pengurangan aktivitas fosforilasi pada jantung tikus yang sebelumnya telah diberikan makanan berkolesterol tinggi.

Pada tahun 1990-an, minyak sawit murni telah dikemas dan diperjualbelikan sebagai minyak goreng dan menjadi bahan campuran mayones dan minyak salad. Antioksidan pada minyak sawit murni seperti tokotrienol dan karoten memiliki manfaat bagi kesehatan. Sebuah studi pada tahun 2009 menguji laju emisi dari akrolein, sebuah senyawa berbahaya dan tidak berbau yang dihasilkan dari pemecahan gliserol pada proses penggorengan kentang. Minyak yang diuji diantaranya minyak sawit murni, minyak zaitun, dan minyak bunga matahari. Emisi akrolein tertinggi ada pada minyak bunga matahari dibandingkan minyak sawit dan minyak zaitun. WHO menetapkan batas konsumsi akrolein bagi manusia sebesar 7.5 miligram per hari per kilogram berat badan. Akrolein ada pada berbagai makanan yang digoreng dengan minyak seperti pada kentang goreng, meski kadarnya hanya beberapa mikrogram. Sebuah studi menyimpulkan bahwa risiko kesehatan akibat akrolein pada makanan tidak terlalu berarti dikarenakan kadarnya yang terlalu sedikit.

Minyak sawit yang dimurnikan

Setelah penggilingan, minyak sawit umumnya dimurnikan sebelum diolah menjadi berbagai produk. Pemurnian ini akan menghasilkan minyak sawit RBD (refined, bleached, and deodorized).

Pemurnian dilakukan dengan cara fraksionasi, kristalisasi, dan pemisahan untuk mendapatkan fraksi bahan padat (stearin) dan bahan cair (olein) dari minyak sawit.[34] Selanjutnya pemisahan zat pengotor dengan proses degumming. Minyak lalu disaring dan dijernihkan (bleaching). Setelah itu penghilangan bau.

Minyak sawit ini lalu digunakan sebagai bahan baku berbagai produk seperti sabun, deterjen, dan produk lainnya. Minyak sawit RBD merupakan bahan baku industri yang dijual di berbagai pasar komoditas di seluruh dunia. Berbagai perusahaan juga memproses minyak sawit RBD lebih jauh lagi untuk mendapatkan minyak olein dengan kemurnian lebih tinggi untuk dijual sebagai minyak goreng.[34]

Pemanfaatan lainnya

Senyawa turunan dari asam palmitat dicampurkan dengan senyawa golongan nafta untuk memproduksi napalm, bahan peledak yang digunakan di Perang Dunia II.

Saponifikasi menghasilkan asam lemak dengan gliserin sebagai produk sampingan. Asam lemak yang dihasilkan memiliki panjang rantai karbon antara 4 hingga 18 tergantung pada jenis minyak yang bereaksi ketika itu.

Biodiesel

Artikel utama: Biodiesel

Minyak sawit dapat digunakan untuk memproduksi biodiesel. Metil ester dari minyak sawit merupakan zat mampu bakar (flammable) yang dihasilkan dari proses transesterifikasi. Biodiesel minyak sawit sering kali dikombinasikan dengan bahan bakar lain untuk mendapatkan campuran bahan bakar. Biodiesel dari minyak sawit memenuhi standar biodiesel yang ditetapkan oleh Uni Eropa. Fasilitas pengolahan minyak sawit menjadi biodiesel yang terbesar berada di Singapura, yang dioperasikan perusahaan asal Finlandia, Neste Oil.

Limbah organik yang dihasilkan dari pemrosesan kelapa sawit, termasuk cangkang kelapa sawit dan tandan buah sawit, dapat digunakan untuk menghasilkan energi. Bahan bakar ini dapat ditekan menjadi briket maupun pellet bahan bakar. Minyak goreng yang telah selesai digunakan sebagai bahan baku proses penggorengan juga dapat diproses menjadi metil ester sebagai biodiesel.

Penggunaan minyak sawit pada produksi biodiesel telah memicu kekhawatiran persaingan penggunaan minyak sawit untuk makanan sehingga menyebabkan malagizi di negara miskin dan berkembang. Berdasarkan data dari tahun 2008 mempublikasikan laporan bahwa minyak sawit dapat digunakan sebagai bahan pangan sekaligus bahan bakar secara berkelanjutan. Produksi biodiesel dari minyak sawit tidak mengancam ketahanan pangan. Peningkatan permintaan terhadap biodiesel dapat meningkatkan permintaan minyak sawit pada masa depan, sehingga membutuhkan perluasan perkebunan kelapa sawit.

Dampak

Sosial

[icon]

Bagian ini memerlukan pengembangan. Anda dapat membantu dengan mengembangkannya.

Lingkungan

[icon]

Bagian ini memerlukan pengembangan. Anda dapat membantu dengan mengembangkannya.

Roundtable on Sustainable Palm Oil

Artikel utama: Roundtable on Sustainable Palm Oil

Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) adalah organisasi nirlaba didirikan pada 2004  yang meyatukan pemangku kepentingan dari 7 sektor industri kelapa sawit: produsen kelapa sawit, prosesor atau pedagang, produsen barang-barang konsumen, pengecer, bank / investor dan organisasi non-pemerintah lingkungan dan sosial (LSM) dengan tujuan untuk mengembangkan dan menerapkan standar global untuk minyak sawit berkelanjutan.

RSPO telah mengembangkan serangkaian kriteria lingkungan dan sosial yang harus dipatuhi oleh perusahaan untuk menghasilkan Minyak Sawit Berkelanjutan Bersertifikat (CSPO). Ketika diterapkan dengan benar, kriteria ini dapat membantu meminimalkan dampak negatif budidaya kelapa sawit terhadap lingkungan dan masyarakat di daerah penghasil minyak sawit.

RSPO menghadapi kritik terutama karena distribusi kekuatan yang tidak merata di beberapa bagiannya. Masalah ini khususnya terjadi di Majelis Umum RSPO dan Dewan Eksekutif RSPO, di mana perwakilan dari industri kelapa sawit memiliki lebih banyak kekuatan daripada perwakilan dari organisasi lingkungan dan sosial. RSPO tidak memiliki perwakilan serikat pekerja, petani kecil, suku asli atau organisasi perempuan. Pandangan mereka diwakili hanya melalui LSM dan dengan demikian kekuasaannya tidak setara dengan perwakilan industri.

 

Selengkapnya
Minyak sawit

Industri Hasil Hutan dan Perkebunan

Investasi Baru Industri Pulp dan Kertas Capai Rp2,25 Triliun

Dipublikasikan oleh Merlin Reineta pada 17 Agustus 2022


Realisasi investasi baru di industri pulp dan kertas sepanjang tahun ini mencapai Rp2,25 triliun. Direktur Hasil Hutan dan Perkebunan Kementerian Perindustrian Emil Satria mengatakan nilai investasi tersebut merupakan realisasi dari 6 proyek di dalam negeri yang direncanakan masuk pada awal tahun ini. "Investasi 6 proyek tersebut Rp2,25 triliun," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (7/10/2021).

Selain itu, investasi dari perusahaan kertas China, Flying Dragon Paper, sebagian besar juga sudah terealisasi. Perusahaan tersebut sebelumnya berencana menggelontorkan US$1 miliar di industri pulp dan kertas Indonesia dengan kapasitas produksi 6 juta ton untuk 3 juta produk kemasan dan 3 juta recycle pulp.
 

Namun demikian, lanjutnya, masih terdapat kendala terkait sulitnya mendapatkan bahan baku dan keterbatasan memasukkan tenaga ahli untuk memulai proses produksi. Adapun faktor lain yang menjadi kendala bagi kinerja industri yakni mahalnya ongkos kirim dengan kontainer. Meski demikian, kinerja ekspor produk pulp dan kertas mengalami pertumbuhan baik dari sisi volume maupun nilai. Pada periode Januari-Juli 2021, total volume ekspor mencapai 6,7 ton dengan nilai US$4,2 miliar. Sepanjang tahun lalu, ekspor tercatat sebesar 12,4 juta ton senilai US$6,7 miliar. "Dari sisi nilai harga, rata-rata naik 16 persen," kata Emil. Emil juga mencatat kinerja produksi pulp dan paper baik 6 persen pada semester I/2021. Dia memproyeksikan produksi akan tetap tumbuh positif sampai dengan akhir tahun ini.
 

Sumber: ekonomi.bisnis.com

Selengkapnya
Investasi Baru Industri Pulp dan Kertas Capai Rp2,25 Triliun

Industri Hasil Hutan dan Perkebunan

Produksi CPO ANJ Capai 262.683 Ton pada 2021

Dipublikasikan oleh Merlin Reineta pada 17 Agustus 2022


Emiten minyak sawit, PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJ) dengan kode emiten ANJT, mencatatkan volume produksi crude palm oil (CPO) sebesar 262.683 ton pada 2021, atau meningkat 7,4 persen dibandingkan 2020. “Kami optimis kinerja operasi dan keuangan tahun 2021 akan sangat baik. Kami juga menargetkan pertumbuhan volume produksi CPO sebesar 15 persen untuk tahun 2022 serta target kenaikan rata-rata sebesar 8 persen per tahun selama lima tahun mendatang,” ujar Direktur Utama ANJ Lucas Kurniawan melalui siaran pers, Jumat (4/2/2022). Terdapat sebanyak 62.022 ton dari capaian produksi 2021 yang merupakan produksi di kuartal keempat. Peningkatan produksi ini diklaim berdampak positif terhadap kinerja perusahaan karena tingginya harga jual rata-rata (HJR) CPO pada tahun 2021.
Hingga 30 September 2021, HJR mencapai 752 dollar AS per MT. Di sisi lain hal ini juga mendorong ANJ membukukan laba bersih sebesar 26 juta dollar AS. Lucas mengatakan untuk dapat mencapai target pertumbuhan, perseroan menerapkan beberapa strategi, seperti peremajaan kembali yang dilakukan sejak 2014. Selain itu, ada inovasi di bidang agronomi berkelanjutan seperti penerapan teknologi fertigasi dan aplikasi pupuk organik. Inovasi di bidang agronomi berkelanjutan diharapkan mampu menjaga kelembaban tanah serta mengendalikan dampak kenaikan biaya pupuk kimia. Sementara untuk penggunaan pupuk organik juga ditargetkan dapat mengurangi ketergantungan terhadap pupuk anorganik hingga 50 persen. Sedangkan penerapan fertigasi dinilai dapat menjaga asupan nutrisi tanaman sawit dan kelembaban air, sehingga produktivitasnya terjaga. Baca juga: OJK Larang Perbankan Jual Unit Link dari Asuransi Bermasalah, Ini Tanggapan BCA Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
 

Selengkapnya
Produksi CPO ANJ Capai 262.683 Ton pada 2021

Industri Hasil Hutan dan Perkebunan

Industri pulp dan kertas

Dipublikasikan oleh Merlin Reineta pada 17 Agustus 2022


Industri pulp, dan kertas adalah industri yang mengolah kayu sebagai bahan dasar untuk memproduksi pulp, kertas, papan, dan produk berbasis selulosa lainnya. Industri ini didominasi oleh wilayah Amerika Utara, Eropa utara (Finlandia, Swedia dan Rusia Barat-Laut), dan Asia Timur (Rusia Siberia, Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan). Negara di wilayah Australasia dan Brasil juga memiliki industri pulp, dan kertas yang signifikan. Amerika Serikat telah menjadi produsen utama kertas hingga posisi itu diambil oleh Tiongkok pada tahun 2009.[

Industri ini dikritik oleh kelompok pemerhati lingkungan seperti Natural Resources Defense Council karena deforestasi dan sistem tebang habis yang dilakukan terhadap hutan primer. Industri ini juga terus-menerus melakukan ekspansi secara global ke negara penghasil kayu seperti Rusia, Tiongkok, dan Indonesia yang memiliki upah buruh rendah, dan pengawasan lingkungan yang renggang.

Daftar negara produsen utama berdasarkan kuantitas

Berdasarkan statistik dari RISI, produsen utama kertas, dan papan (tidak termasuk pulp) di dunia adalah sebagai berikut:

 

Selengkapnya
Industri pulp dan kertas
page 1 of 1