Industri Tekstil dan Produk Tekstil

Kemenperin: Restrukturisasi Sritex Bawa Sinyal Positif Industri Tekstil Tanah Air

Dipublikasikan oleh Siti Nur Rahmawati pada 22 Agustus 2022


PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) mendapatkan apresiasi dari pemerintah usai sukses merampungkan restrukturisasi dengan kreditur hingga homologasi.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin), menilai Sritex membangkitkan optimisme industri tekstil, terutama di tengah pandemi yang memiliki dampak besar terhadap dunia usaha. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, keberhasilan restrukturisasi hingga homologasi Sritex menjadi angin segar bagi industri tekstil dalam negeri.

"Kami mengapresiasi Sritex atas keberhasilannya dalam restrukturisasi. Ini menjadi angin segar bagi industri tekstil di tanah air," kata Menperin Agus Gumiwang dalam keterangan resminya, Jumat (11/2/2022).

Terlebih lagi, kata Menperin, Sritex merupakan salah satu industri tekstil terbesar yang integrated dari hulu ke hilir. "Dengan produk tekstil terintegrasi dan terbesar di Indonesia, maka keberhasilan PT Sritex dalam menghadapi tantangan restrukturisasi ini juga mengindikasikan kepercayaan para pemangku kepentingan global atas kemampuan industri TPT Indonesia," ujar Agus.

Inilah alasan Kemenperin sangat antusias dengan hasil perjuangan Sritex yang dapat mempertahankan operasionalnya meskipun sedang restrukturisasi. Menurut Menteri Agus, efek dari keberhasilan Sritex berdamai dengan kreditur berdampak positif lebih luas.

"Dengan selesainya proses restrukturisasi, industri TPT pantas disebut sebagai sunrise industry, bukan sunset" katanya lagi.

Di sisi lain, menurut Agus Gumiwang, dari keberhasilan Sritex ini juga, optimisme terhadap sektor padat karya semakin bertumbuh. "Sebagai sektor padat karya berorientasi ekspor, kami optimis industri TPT nasional semakin tumbuh," kata Agus.

Agus Gumiwang menambahkan, pemerintah pun selama ini melakukan berbagai langkah agar dunia industri dapat bertahan dikala pandemi. "Pemerintah terus menjaga iklim investasi dan usaha industri TPT melalui kebijakan strategis. Baik berupa insentif fiskal maupun non-fiskal, untuk mengurangi dampak pandemi Covid-19," kata Menperin.

Sementara itu, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) juga merespons positif pencapaian Sritex. Ia menilai ini bahkan menjadi titik balik bagi dunia industri di tengah pandemi.

"Titik balik Industri TPT di tahun 2022 akan ditandai dengan meningkatnya investasi di industri tekstil yg bisa mencapai 900 juta dollar AS dalam periode 2022-2023," ujar Ketua API Jemmy Kartiwa Sastraatmadja.

Menurutnya, komitmen investasi para pengusaha menunjukkan keyakinan terhadap sektor tekstil, dan dukungan dari sektor perbankan.

"Kami juga menyambut baik rampungnya restrukturisasi Sritex sebagai satu dari beberapa perusahaan tekstil yang melantai di bursa," ujar Jemmy. Alasan itu juga, ke depan sinergi antar pengusaha tekstil pun dapat semakin baik.

"Kami berharap dengan sinergi dan kolaborasi antar pengusaha tekstil, industri ini dapat bangkit lebih kuat lagi menuju ketahanan dan kemandirian sandang nasional," ungkap Jemmy.

Sumber Artikel : Kompas.com

Selengkapnya
Kemenperin: Restrukturisasi Sritex Bawa Sinyal Positif Industri Tekstil Tanah Air

Industri Tekstil dan Produk Tekstil

Bangkit dari Pandemi, Sembilan Industri TPT Ekspansi Senilai Rp10,5 Triliun

Dipublikasikan oleh Merlin Reineta pada 01 Agustus 2022


Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) terus berupaya bangkit di tengah tekanan dampak pandemi Covid-19. Berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0, industri TPT merupakan salah satu sektor yang mendapat prioritas pengembangan karena memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian.

 

“Sebagai sektor padat karya dan berorientasi ekspor, Kementerian Perindustrian bertekad menjaga produktivitas industri TPT. Selama masa pandemi, industri TPT telah berperan penting dalam memenuhi kebutuhan untuk penanggulan dan pencegahan Covid-19 seperti memproduksi masker dan APD,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Kabupaten Bandung, Kamis (23/12).

 

Menperin mengemukakan, kontribusi industri TPT terhadap PDB sektor manufaktur sebesar 6,08% pada triwulan III tahun 2021. Sementara itu, pertumbuhan industri TPT secara triwulanan juga mengalami perbaikan menjadi sebesar 4,27% (q to q) apabila dibandingkan triwulan II-2021 sebesar 0,48%.

 

“Bahkan, ekspor TPT pada periode Januari-Oktober 2021 turut mengalami peningkatan sebesar 19% menjadi USD10,52 miliar, selain nilai investasi yang juga mengalami kenaikan sebesar 12% sehingga menjadi Rp5,06 triliun,” paparnya.

 

Oleh karena itu, Menperin memberikan apresiasi kepada sembilan industri TPT yang melakukan ekspansi, dengan total nilai investasi sebesar Rp2 triliun di Pulau Jawa dan Rp 8,5 triliun di Provinsi Riau. Perluasan usaha ini menandai optimisme para investor industri TPT dalam upaya menjadikan Indonesia sebagai basis produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik hingga ekspor.

 

“Hal ini membuktikan bahwa industri TPT bukan sunset industry, bahkan menjadi sunrise industry. Saya optimistis industri TPT nasional akan semakin tumbuh dan akselerasinya cukup baik bila dilihat harmonisasi hulu dan hilir,” ujarnya.

 

Kemenperin meyakini, investasi dari industri TPT di Indonesia akan terus tumbuh di masa mendatang. Realisasi investasi tersebut di antaranya meliputi industri pembuatan serat, pembuatan benang, pembuatan kain sampai dengan industri pakaian jadi. Hal ini sejalan dengan target substitusi impor 35% pada tahun 2022yang diinisiasi oleh Kemenperin.

 

“Pengembangan industri dari investasi baru ini akan mempermudah industri TPT mendapatkan bahan baku. Kami sangat optimis hari ini merupakan kebangkitan TPT nasional,” tegas Menperin.

 

Kesembilan perusahaan TPT yang berinvestasi tersebut, yakni PT. Dhanar Mas Concern, PT. Embee Plumbon Textiles, PT. Kewalram Indonesia, PT. Pan Brothers Tbk, PT. Anggana Kurnia Putra, PT. Sipatex Putri Lestari, PT. Bandung Djaja Textile, PT. Sinar Para Taruna Textile dan PT. Asia Pacific Rayon. “Kami berharap, perusahaan-perusahaan ini dapat terus eksis dan meningkatkan kinerja serta menjadi pemain tekstil kelas dunia,” imbuhnya.

 

Menperin menegaskan, pemerintah terus berupaya mendukung peningkatan iklim investasi dan usaha dengan mengelurakan beberapa kebijakan strategis baik berupa insentif fiskal maupun nonfiskal untuk meminimalisir dampak pandemi Covid-19 serta meningkatkan kinerja industri TPT.

 

Berbagai kebijakan tersebut diimplementasikan dengan program-program seperti pemberian insentif fiskal melalui tax allowance dan tax holiday, sertapengembangan neraca komoditas dan verifikasi kemampuan industri dalam rangka perbaikan rantai pasok bahan baku dan dukungan terhadap sektor IKM melaluipembangunan material center.

 

Program selanjutnya, pengendalian impor dan pengenaan trade remedies industri TPT sebagai langkah pengamanan pasar dalam negeri melaluipemberian rekomendasi impor, pengenaan bea masuk anti dumping (BMAD) dan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) atau safeguard.

 

Berikutnya, implementasi industri 4.0 untuk sektor tekstil dan busana melalui program restrukturisasi mesindan peralatan,penyiapan lighthouse industri 4.0, perbaikan alur aliran material melalui Indonesia Smart Textile Industry Hub (ISTIH) serta penyiapan Kawasan industri terpadu apparel park.

 

“Kami juga telah mengeluarkan kebijakan IOMKI, harga gas yang kompetitif, mendorong implementasi circular economy dan sustainibility pada industri TPT, serta peningkatan kompetensi SDM,” ujar Agus. Selain itu, mengoptimalkan program P3DN, mendorong percepatan implementasi Perjanjian Dagang FTA, dan penghapusan biaya minimum nyala 40 jam PLN bagi industri.

 

“Kami telah mengusulkan penurunan tarif PPH badan dan insentif BMDTP bahan baku, PPH badan menjadi 22% untuk tahun pajak 2020 dan 2021, penurunan menjadi 20% mulai tahun pajak 2022,dan pemberian BMDTP dalam rangka impor bahan baku,” tandasnya.

 

Menperin optimistis, program dan kebijakan tersebut menjadi stimulus bagi perusahaan industri TPT dalamrangka meningkatkan investasi, kinerja dan produktivitas perusahaan. “Semoga upaya kita ini, dapat mewujudkan cita-cita kita bersama menuju kedaulatan sandang nasional dan Indonesia Tangguh,” pungkasnya.

Sumber Artikekl : Kemenperin.go.id

Selengkapnya
Bangkit dari Pandemi, Sembilan Industri TPT Ekspansi Senilai Rp10,5 Triliun

Industri Tekstil dan Produk Tekstil

Jaga Produktivitas Industri Tekstil, Kemenperin Beri Layanan Berbasis Solusi

Dipublikasikan oleh Merlin Reineta pada 01 Agustus 2022


Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melalui Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) mengupayakan dukungan berupa layanan jasa bagi industri. Langkah nyata ini guna menjawab berbagai tantangan dan permasalahan yang sedang dihadapi pelaku industri, terutama di masa pemulihan ekonomi.

 

 

 

Salah satu dukungan diberikan dalam bentuk One Stop Solution bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) oleh Balai Besar Tekstil (BBT) selaku satu unit kerja BSKJI di Bandung. BBT memberikan fasilitas Industrial Services and Solution Center (ISSC) yang diharapkan dapat meningkatkan daya saing industri TPT nasional di kancah global.

 

 

 

“Peran satuan kerja di bawah BSKJI adalah untuk membina dan melayani industri, dengan berbekal kompetensi sumber daya manusia (SDM), lokasi yang dekat dengan sektor komoditas industri, serta memiliki fasilitas yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia,” kata Kepala BSKJI Kemenperin, Doddy Rahadi di Jakarta, Kamis (3/2).

 

 

 

Doddy menyebutkan, pemerintah memprioritaskan beberapa isu dan regulasi dalam upaya pengembangan industri nasional, antara lain penguatan industri hijau sebagai komitmen implementasi ekonomi hijau, penerapan teknologi industri 4.0 melalui program INDI 4.0, pengembangan industri halal, sertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) produk industri, dan target substitusi impor sebesar 35% pada tahun 2022. 

 

 

 

“Dalam rangka percepatan penyampaian informasi kebijakan dan regulasi tersebut kepada industri TPT, ISSC mengambil peran sebagai pusat informasi dan pendampingan self-assessment bagi industri TPT,” ungkapnya. 

 

 

 

Berbagai layanan yang diberikan ISSC di antaranya informasi tekstil halal, pendampingan self-assessmentTKDN dan INDI 4.0, informasi standar mutu produk dan standar metode uji sektor TPT, serta informasi terkait regulasi Industri Hijau.

 

 

 

“Tidak hanya itu, selain membantu kesiapan industri memenuhi persyaratan regulasi yang ditetapkan pemerintah, ISSC juga menjadi pusat solusi dari permasalahan yang dihadapi industri TPT,” imbuhnya.

 

 

 

Salah satu permasalahan yang dihadapi industri TPT adalah kebutuhan energi, terutama dengan adanya wacana kenaikan tarif dasar listrik. Terkait hal ini, ISSC menawarkan program audit konservasi energi kepada perusahaan sebagai langkah efisiensi energi dalam kegiatan produksi di industri TPT. Program tersebut memberikan solusi menguntungkan karena industri dapat mengetahui beban energi yang ditanggung setiap mesin serta memperoleh rekomendasi strategi efisiensinya. “Hal ini tentu akan mendukung implementasi konsep-konsep Industri Hijau,” ujar Doddy.

 

 

 

Lebih lanjut, penguatan daya saing industri TPT juga membutuhkan jaminan kualitas produksi serta penerapan standar mutu produk berbasis SNI. Balai Besar Tekstil melalui lembaga sertifikasi produk TEXPA telah menambah ruang lingkup sertifikasi produk, di antaranya SNI 08-7035-2004 Kain jok, SNI 8914-2020 Tekstil-Masker dari kain.

 

 

 

Berikutnya, SNI 8913-2020 Tekstil-kain untuk gaun bedah (surgical gown), surgical drapes, dan coverall medis, SNI 8443-2017 Tekstil-Nirtenun peredam suara dari bahan tekstil, SNI 8857-2020 Tekstil-sajadah, SNI 8856-2020 Tekstil-mukena, dan SNI 8213-2016 Tekstil-benang jahit. Beberapa SNI tersebut mendukung kebijakan substitusi impor dan industri halal kategori barang gunaan. 

 

 

 

Sedangkan di sektor IKM, upaya penerapan standar mutu kain tenun tradisional yang telah dilakukan meliputi kerja sama dengan BSN dan para stakeholder lain. Selanjutnya, penerapan SNI diinisiasi dari jaminan faktor keamanan dan kesehatan produk yang merujuk pada SNI 7617:2013/Amd.1:2014 Tekstil – Persyaratan zat warna azo, kadar formaldehida dan kadar logam terekstraksi pada kain, Amandemen 1.

 

 

 

“Dengan penerapan SNI tersebut, IKM dapat meningkatkan nilai tambah produk di pasar global karena produknya sudah terjamin tidak mengandung zat kimia yang berbahaya bagi penggunanya,” tegas Doddy.

 

Suber Artikel : Kemenperin.go.id

Selengkapnya
Jaga Produktivitas Industri Tekstil, Kemenperin Beri Layanan Berbasis Solusi

Industri Tekstil dan Produk Tekstil

Apa Perbedaan Tekstil, Garmen, dan Konveksi?

Dipublikasikan oleh Merlin Reineta pada 01 Agustus 2022


Istilah tekstil, garmen, dan konveksi barangkali sudah tak asing lagi di telinga. Kendati begitu seringkali ketiga istilah tersebut saling tumpang tindih.

Meski memiliki arti berbeda, banyak pula yang menyebut kalau ketiganya memiliki arti yang sama. Lalu apa perbedaan tekstil, garmen, dan konveksi?

Dikutip dari laman Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tekstil adalah bahan pakaian, sementara garmen adalah pakaian jadi. Tekstil sebenarnya merupakan serapan dari Bahasa Inggris yakni textile yang berarti sesuatu yang ditenun.

Sementara dirangkum dari Apparelsearch, tekstil adalah proses pembuatan benang dan kain dari bahan baku serat. Dari kain ini kemudian diolah menjadi pakaian jadi atau produk lainnya.

Bahan-bahan serat yang dipakai untuk tekstil biasanya berasal dari serat filemen, serat staple, serat alam, atau serat sintesis.

Sederhananya, tekstil dibahasakan sebagai proses pembuatan kain dan benang, di mana proses ini terdiri dari beberapa tahapan.

Namun umumnya, tahapan dalam industri tekstil terdiri dari tiga bagian yakni pembuatan serat (fiber mill), pembuatan benang (spinning mill), dan pembuatan kain (fabric mill). Banyak perusahaan tekstil bergerak hanya di satu bidang saja.

Namun tak jarang perusahaan tekstil, terutama yang berskala besar, mengerjakan tiga tahapan tersebut sekaligus alias industri tekstil terintegrasi dari hulu ke hilir.

Sementara garmen adalah proses yang lebih spesifik. Industri garmen adalah berfungsi sebagai penambah nilai jual dari produk tekstil.

Garmen adalah proses produksi pakaian jadi atau produk tekstil jadi lainnya dalam jumlah massal, sehingga garman sudah pasti adalah industri skala besar.

Tekstil dan garmen juga saling berkaitan. Jika garmen lebih berfokus pada pembuatan pakaian jadi, tekstil mencakup keseluruhan proses pembuatan pakaian dari serat hingga pakaian jadi (perbedaan tekstil dan garmen).

Sebagaimana halnya dengan tekstil, garmen dikelola dengan sistem menejemen dan juga sistem administrasi yang baik, serta memiliki peralatan produksi yang memadai dan modern. 

Garmen sebuah pabrik pakaian atau tekstil yang memproduksi berbagai macam dan jenis pakaian untuk diperjual belikan kembali sehingga karyawan yang bekerja pada garmen ini terbilang sangat banyak.

Hal inilah yang membedakan garmen dengan konveksi. Konveksi adalah usaha di bidang pembuatan pakaian jadi namun dengan jumlah produksi dan karyawan yang lebih sedikit dibandingkan garmen.

Lantaran skalanya yang kecil, konveksi biasanya dimiliki perorangan, bahkan terkadang baru akan melakukan produksi hanya saat ada pesanan datang (perbedaan garmen dan konveksi). 

Sumber Artikel : Kompas.com

Selengkapnya
Apa Perbedaan Tekstil, Garmen, dan Konveksi?

Industri Tekstil dan Produk Tekstil

Industri Tekstil di Indonesia

Dipublikasikan oleh Merlin Reineta pada 01 Agustus 2022


Industri tekstil di Indonesia merupakan penghasil devisa ekspor yang kian meningkat jumlahnya. Tekstil akan tetap menjadi industri andalan di masa yang akan datang dikarenakan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dibandingkan dengan industri lainnya. Industri tekstil modern termasuk industri padat modal dan karya. Investasi yang dibutuhkan meliputi mesin-mesin, perlengkapan pabrik, dan lahan yang luas. Sebagian besar dari industri tekstil modern dioperasikan oleh pemodal besar, termasuk asing. Hal ini dikarenakan dibutuhkan modal yang besar. Industri tekstil diakui sebagai industri padat karya yang mampu menyerap 0,82 tenaga kerja untuk tiap sejuta rupiah investasi. Diperkirakan 1,5 juta tenaga kerja Indonesia atau sekitar 20% dari seluruh tenaga kerja nasional terserap dalam subsektor industri ini. Sebagian lokasi industri tekstil berada di Pulau Jawa, terutama di jawa Barat dan Daerah kusus Ibu kota.

Struktur industri tekstil di Indonesia terdiri dari beberapa jenis industri membentuk sebuah rangkaian struktur dari hulu ke hilir. Industri pakaian jadi mulai berkembang pada pertengahan 70-an, yaitu pada saat produsen tekstil dalam negeri telah mampu menyediakan tekstil jadi untuk diproses menjadi pakaian jadi. Pada dasawarsa 70-an pemerintah membuat kebijakan yang bertujuan untuk memacu sektor industri dalam negerisebagai subtitusi produk impor. Kemudahan proteksi dan subsidi kredit diberikan agar dapat merangsang penanam modal pada sektor industri ini. Namun tanpa disadarai, investasi secara besar-besaran berdampak pada kelebihan produksi.Produsen kurang memperhatikan mutu produknya.

Sumber Artikel : Wikipedia

Selengkapnya
Industri Tekstil di Indonesia

Industri Tekstil dan Produk Tekstil

Kemenperin: Industri Tekstil dan Pakaian Tumbuh Paling Tinggi

Dipublikasikan oleh Merlin Reineta pada 01 Agustus 2022


Industri tekstil dan pakaian jadi  merupakan sektor manufaktur yang mencatatkan pertumbuhan paling tinggi pada triwulan III tahun 2019 sebesar 15,08 persen. Capaian tersebut melampaui pertumbuhan ekonomi 5,02 persen di periode yang sama.

 

“Berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0, industri tekstil dan pakaian sebagai satu dari lima sektor manufaktur yang sedang diprioritaskan pengembangannya terutama dalam kesiapan memasuki era industri 4.0,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, disalin dari siaran resmi.

 

Menperin Agus menegaskan, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional semakin kompetitif di kancah global karena telah memiliki daya saing tinggi. Hal ini didorong lantaran struktur industrinya sudah terintegrasi dari hulu sampai hilir.

 

“Kinerja gemilang dari industri tekstil karena sejalan dengan tingginya permintaan di pasar domestik, yang tercermin dari peningkatan produksi di sentra produksi tekstil dan pakaian jadi, khususnya wilayah Jawa Barat,” ungkapnya.

 

Agus menuturkan, pihaknya juga proaktif memacu ekspor produk TPT nasional. Sebab, selain sebagai sektor padat karya, industri TPT memiliki orientasi ekspor. Oleh karena itu, beberapa langkah strategis dijalankan, antara lain mendorong perluasan akses pasar serta merestrukturisasi mesin dan peralatan.

 

“Jadi, untuk menggenjot daya saing industri TPT, banyak hal yang kami pacu. Misalnya, memudahkan ketersediaan bahan baku dan pasokan energi,” sebutnya. Selain itu, pemerintah tengah menyelesaikan aturan perlindungan (safeguard).

 

Aturan tersebut, akan diterapkan dengan mengenakan bea masuk pada produk tekstil yang berasal dari luar negeri. Tujuannya untuk menjadi benteng pertahanan dari serbuan impor produk tekstil sehingga dinilai dapat melindungi industri nasional.

 

Sebelumnya, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, produksi industri pakaian jadi mengalami pertumbuhan signifikan sebesar 15,29 persen. Sementara itu, Kementerian Perindustrian menargetkan, ekspor dari industri TPT nasional akan menembus hingga USD15 miliar sepanjang tahun 2019.

 

Sektor manufaktur lainnya, yang juga mampu melampaui pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2019, di antaranya adalah industri makanan dan minuman tumbuh hingga 8,33 persen. Hal ini didukung oleh peningkatan produksi CPO yang sejalan dengan peningkatan konsumsi domestik CPO untuk memenuhi kebutuhan kebijakan B20.

 

Selanjutnya, industri kertas, barang dari kertas, percetakan dan reproduksi media rekaman yang tumbuh signifikan sebesar 6,94 persen, sejalan dengan permintaan luar negeri yang tercermin dari peningkatan ekspor. Berikutnya, industri furnitur tumbuh sebesar 6,93 persen karena didukung oleh permintaan luar negeri yang tercermin dari peningkatan ekspor.

 

Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Tanah Air berpotensi bangkit kembali di tengah ketegangan perang dagang dua negara raksasa ekonomi dunia, Amerika Serikat dan China. Peluang bangkitnya industri TPT dalam negeri seiring ditandatanganinya aturan perlindungan (safeguard).

 

Aturan tersebut, akan diterapkan dengan mengenakan bea masuk pada produk tekstil yang berasal dari luar negeri. Tujuannya untuk menjadi benteng pertahanan dari serbuan impor produk tekstil sehingga dinilai dapat melindungi industri nasional.

 

“Safeguard-nya sudah ditandatangani oleh Menteri Perdagangan. Jadi, dengan aturan tersebut akan ada beberapa komponen industri tekstil yang akan diberi safeguard,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Kamis (31/10).

 

Menperin Agus men-gungkapkan, dengan ditandatanganinya aturan tersebut, diharapkan bisa terus mendongkrak pertumbuhan industri TPT yang menjadi salah satu sektor prioritas sesuai dalam peta jalan Making Indonesia 4.0. “Regulasi itu akan langsung efektif sejak diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan,” ungkapnya.

 

Untuk memastikan safeguard berjalan maksimal dilibatkan juga Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan. Dalam hal ini, Bea Cukai bertugas mengawasi masuknya barang-barang impor TPT, khususnya produk yang tercatat dalam safeguard.

 

Dengan adanya aturan safeguard, Menperin optimistis, industri TPT di Tanah Air akan semakin tumbuh dan terus memberikan kontribusi yang signfikan.

Sumber Artikel : Kemenperin.go.id

Selengkapnya
Kemenperin: Industri Tekstil dan Pakaian Tumbuh Paling Tinggi
page 1 of 1