Keuangan

BI Pantau Ada 20 Ribu Mata Uang Kripto di Dunia dan Terus Meningkat

Dipublikasikan oleh Siti Nur Rahmawati pada 22 Agustus 2022


Deputi Gubernur Bank Indonesia Juda Agung, menyebutkan bahwa perkembangan mata uang kripto akan terus berjalan kedepannya. Bahkan dia memprediksi angkanya akan semakin bertambah, dilansir dari Liputan6.com, Jakarta.

Semakin berkembangnya digitalisasi di dunia, ikut mendorong perkembangan metode pembayaran. Salah satunya yang populer sekarang adalah mata uang digital atau kripto.

Juda menyampaikan bahwa perkembangan jumlah mata uang kripto pribadi sekarang turut didorong oleh pandemi covid-19. Walaupun ini cukup populer di beberapa negara beberapa tahun sebelumnya.

“Kini, terdapat lebih dari 20.000 macam mata uang kripto pribadi di seluruh dunia. Angka tersebut diprediksi akan terus meningkat dari waktu ke waktu dan dana yang mengalir ke mata uang kripto pribadi akan terus meningkat pula dari waktu ke waktu,” ungkapnya dalam G20 Techsprint Midpoint Event, Festival Ekonomi dan Keuangan Digital Indonesia (FEKDI), Selasa(12/7/2022).

Bersamaan dengan perkembangan mata uang kripto di dunia, artinya turut membawa risiko dari penggunaan mata uang kripto tersebut. Dia melihat, terdapat kekhawatiran atas implikasi risiko keuangan mereka tumbuh bersamaan dengan kapitalisasi pasar yang tinggi, dikombinasikan dengan adopsi yang kuat.

“Sementara itu, transisi dari web 2.0 ke web 3.0 memungkinkan mereka untuk memperluas use case mereka, tidak hanya melalui ruang keuangan yaitu Decentralized Finance (DeFi) melalui fitur pinjam meminjam, dan pasar modal, tapi juga ke use case ekonomi riil, yakni metaverse,” terangnya.

Dalam momen itu, dia menjelaskan bahwa mata uang kripto pada awalnya populer semenjak 2008 lalu. Teknologi blockchain yang diprakarsai Stoshi Nakamoto membawa sejarah baru dalam pengaruh kebiasaan manusia.

“Keunggulan lama mata uang fiat terpusat sudah diperebutkan oleh apa yang disebut sistem desentralisasi baru dalam bentuk ‘mata uang algoritmik’,” ujarnya.

Dia menjelaskan, mata uang kripto ini menyimpan sejumlah keuntungan dalam penggunaannya. Namun terdapat risiko yang juga bersamaan dengan perkembangan mata uang kripto.

“Bentuk uang baru ini menawarkan sejumlah keuntungan, yaitu diatur sendiri, aman dan pribadi, mudah ditransfer, dan pembayaran lintas batas yang hemat biaya. Tetapi di sisi lain, dia mempunyai bermacam-macam risiko, meliputi risiko kehilangan data, nilai yang sangat fluktuatif, dan transaksi ilegal,” ungkapnya.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Doni P Joewono menjelaskan pula bahwa terdapat risiko dalam mata uang kripto. Diantaranya masuk dalam beberapa sektor tindak pidana.

“Ada risiko yang terdapat dari aset kripto, dari perspektif makro ekonomi, aset kripto bisa dipakai untuk menghindari anti pencucian uang, melawan keuangan terorisme, kepatuhan dan perlindungan konsumen serta pajak,” ungkapnya.

Walaupun mata uang kripto membawa risiko yang cukup besar, Juda melihat Central Bank Digital Currency (CBDC) mampu mengambil peran. Ini nantinya juga akan dibesamai dengan berbagai aturan melindungi.

“Pada konteks ini, CBDC bisa memainkan peran penting bagi sistem keuangan masa depan. CBDC memiliki potensi cocok untuk dipergunakan sebagai alat tukar yang sah dalam ekosistem terdesentralisasi, fitur utama yang tentu saja tak terdapat dalam uang kertas tradisional kita sekarang,” ungkapnya.

“CBDC juga harus bisa memiliki fungsi sebagai instrumen dalam mempengaruhi insentif pasar, dan untuk mengelola risiko keuangan yang muncul dari ekosistem yang terdesentralisasi,” ungkap dia.

Dia melihat ini merupakan motivasi kuat bagi bank sentral di seluruh dunia dalam memperluas usaha mereka dalam eksperimen CBDC. Dari survei BIS 2021, 86% responden bank sentral secara aktif meneliti kasus potensial untuk CBDC, 60% di antaranya dalam tahap eksperimen dan 14% sudah meluncurkan proyek percontohan.


Disadur dari sumber m.liputan6.com

Selengkapnya
BI Pantau Ada 20 Ribu Mata Uang Kripto di Dunia dan Terus Meningkat

Keuangan

Tidak Hanya Pajak, Bea Cukai dan PNBP Juga Tumbuh Tinggi di Awal 2022

Dipublikasikan oleh Wanda Adiati, S.E. pada 07 Juli 2022


Sejalan dengan percepatan pemulihan ekonomi, pendapatan negara catatkan kinerja positif, yang utamanya didorong oleh tumbuhnya penerimaan perpajakan, penerimaan kepabeanan dan cukai, serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Penerimaan kepabeanan dan cukai awal tahun ini telah capai Rp24,9 triliun atau tumbuh 99,4%.

“Bea masuk kita tumbuh 44%, cukai tumbuh 97,9% dan bahkan bea keluar tumbuhnya 225,8%.” Jelas Menkeu.

Pada acara Konferensi Pers APBN KiTa (23/02), Menkeu menguraikan bea masuk tumbuh didorong oleh kinerja impor nasional, terutama kebutuhan bahan baku industri termasuk otomotif. Untuk cukai pertumbuhannya dipengaruhi oleh implementasi kebijakan pelunasan cukai dan pengawasan dibidang cukai, serta kebijakan pembukaan daerah tujuan wisata. Sedangkan bea keluar tumbuh didorong oleh tingginya harga produk kelapa sawit dan peningkatan ekspor tembaga.

“Insentif fiskal tetap kita berikan dan untuk bea dan cukai diberikan Rp674 miliar, terutama tetap didominasi untuk bidang kesehatan, insentif di bidang alat-alat PCR, obat-obat anti-virus, oksigen, masih mencapai Rp84 miliar, ini pada saat kita mengantisipasi lonjakan Omicron dimana kita menjaga keselamatan masyarakat, juga dalam impor sebesar Rp590 miliar dalam bentuk impor vaksin.” terangnya lagi kepada media.

Di bulan Januari PNBP juga menunjukkan kenaikan yang sangat tinggi. PNBP berkontribusi Rp22 triliun terhadap penerimaan atau telah mencapai 6,6% dari target. Menkeu kembali menjabarkan PNBP dalam bentuk SDA Migas mengalami lonjakan 281,8% atau mencapai Rp8,8 triliun.

“PNBP di bidang SDA, sumber daya alam non-migas, kita juga lihat kenaikannya 26,9% terutama didukung oleh harga dari sumber daya alam non-migas seperti nikel dan juga tembaga, emas dan perak. Demikian juga dengan SDA dari sisi kehutanan perikanan dan panas bumi, yang semuanya juga menunjukkan adanya pemulihan, saya rasa  ini merupakan sesuatu yang sangat bagus.” ujar Menkeu.


Sumber Artikel: kemenkeu.go.id

Selengkapnya
Tidak Hanya Pajak, Bea Cukai dan PNBP Juga Tumbuh Tinggi di Awal 2022
« First Previous page 2 of 2