Pertanian

Jika Mau Kurangi Gandum dan Menggantinya dengan Singkong, Indonesia Bisa Hemat Hingga Rp. 36 Triliun

Dipublikasikan oleh Siti Nur Rahmawati pada 22 Agustus 2022


Dwidjono Hadi Darwanto, selaku Kepala Laboratorium Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), berkata bahwa ketergantungan Indonesia terhadap gandum terus mengkhawatirkan. Setiap tahun, konsumsi gandum Indonesia semakin bertambah, 100% kebutuhan gandum di dalam negari asalnya dari impor.

Di tahun 2021 lalu, Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat impor gandum Indonesia hingga 11,17 juta ton yang nilai impornya 3,55 miliyar USD ataupun kurang lebih Rp.51,45 triliun (kurs = Rp. 14. 500). Angka ini pasti sangat membebani keuangan negera, apalagi harga gandum sekarang ini terus meningkat bersamaan dengan kebijakan 22 negeri produsen gandum yang memberhentikan ekspornya.

“ Sebagai negera yang tingkatan mengkonsumsi gandumnya besar tetapi tidak dapat memproduksi gandum, situasinya sangat mengkhawatirkan,” ujar Dwidjono Hadi Darwanto ketika dihubungi oleh Pandangan Jogja @Kumparan, Rabu(13/7).

Tidak hanya membebani keuangan negeri, kondisi ini membuat Indonesia turut terancam krisis pangan. Mengingat seluruh mie, roti, apalagi gorengan yang banyak dijual di Indonesia masih tergantung pada bahan baku terigu ataupun tepung gandum.

Agar menghindari kondisi yang kian memburuk, Indonesia mesti lekas melaksanakan diversifikasi terigu dengan bahan pangan lokal. Misalnya yang mempunyai kemampuan besar bagi Dwidjono merupakan tepung singkong ataupun mocaf.

Tepung mocaf baginya dapat jadi bahan substitusi terigu dalam pembuatan mie. Memanglah belum dapat 100% menggunakan bahan mocaf, tetapi porsinya dapat menggapai 60% hingga 70%.

“ Serta itu tidak pengaruhi rasa, rasanya sama semacam mie dari gandum, begitu pula bila digunkaan saat membuat roti, sama,” ucapnya.

Maksudnya, negeri dapat berhemat sekitar Rp. 32 triliun hingga Rp. 36 triliun pertahun bila dapat melaksanakan substitusi 60% hingga 70% tepung gandum dengan tepung mocaf. “ Nilai yang fantastis itu, dapat dipergunakan untuk menunjang memenuhi bahan lokalnya,” ujarnya .

Bila tepung mocaf ataupun singkong masih kurang, masih banyak pula bahan lain yang memiliki kemampuan besar. Semacam talas, sorgum, ubi jalar, sampai porang, yang seluruhnya dapat dijadikan substitusi tepung gandum asalkan diolah dengan benar.

Tetapi untuk melaksanakan diversifikasi, tidak dapat hanya mendesak petani menanam singkong, ubi jalar, ataupun sorgum. Malah yang butuh disiapkan baginya merupakan pasar serta industrinya. Para industri pangan yang kala ini memakai bahan baku terigu, harus didorong untuk memulai substitusi dengan tepung mocaf ataupun bahan lain yang asalnya dari pangan lokal.

Di sisi lain, produk santapan berbahan baku pangan lokal, misalnya mie serta roti dari tepung singkong, mesti lebih intens diperkenalkan ke warga.

“ Nanti jika pasarnya telah ada, petani tentu ingin menanam tanpa disuruh. Tetapi jika tidak terdapat yang menyerap, mana ingin petani menanam,” ujar Dwidjono.

Achmad Yakub, selaku Dewan Pembina Institut Agroekologi Indonesia( INAgri), berkata kalau bila pemerintah sukses melaksanakan substitusi tepung gandum, katakanlah 50% saja, itu pencapaian yang luar biasa. Maksudnya akan Rp. 26 triliun bonus uang yang beredar di dalam negara yang sangat membantu pergerakan ekonomi nasional.

Perihal ini pula akan membuat akibat positif lain, semisal akan kurangi laju konversi lahan pertanian, karena bila lahan pertanian produktif sehingga petani tidak akan jual lahannya. Industri lokal pula akan bergeliat, semisal industri pengolahan umbi- umbian jadi tepung yang dapat digunakan sebagain bahan bermacam-macam santapan. Setelah itu industri manufaktur hendak berkembang serta diiringi dengan terbukanya lapangan pekerjaan yang terus meningkat.

“ Akibatnya akan sangat berganda, tidak cuma Rp. 26 triliun, lebih dari itu nanti,” ujar Achmad Yakub.

Rencana program diversifikasi pangan ini baginya layak disupport. Dengan catatan, tidak semata- mata jadi proyek pemerintah yang hanya elit saja yang diuntungkan, ataupun semata- mata jadi ajang lip service untuk pemerintah saja.

“ Nanti ketikaa harga gandum turun, pindah ke gandum lagi. Ini percuma, cuma lip service saja,” ucapnya.

 

Disadur dari sumber kumparan. com

Selengkapnya
Jika Mau Kurangi Gandum dan Menggantinya dengan Singkong, Indonesia Bisa Hemat Hingga Rp. 36 Triliun

Pertanian

Optimalisasi Pertanian Hidroponik, Peneliti dari ITB Mengembangkan IoT

Dipublikasikan oleh Siti Nur Rahmawati pada 22 Agustus 2022


Salah satu dampak dari pertambahan populasi manusia di muka bumi merupakan permintaan pangan yang terus bertambah. Tantangannya, luas lahan pertanian menjadi berganti fungsi yaitu pemukiman sebagai tempat tinggal manusia. Pemecahan masalah yang bisa diterapkan salah satunya merupakan teknologi hidroponik yang bisa dijalankan pada lahan yang kecil sekalipun.

Kenaikan produksi akan sejalan dengan keuntungan yang diperoleh pada teknologi hidroponik. Maka dari itu, regu peneliti yang terdiri dari Maman Budiman, Ph. D. ( KK Fisika Instrumentasi serta Komputasi, FMIPA ITB), Dokter. Nina Siti Aminah ( KK Fisika Instrumentasi serta Komputasi, FMIPA ITB), serta Ant. Ardath Kristi, S. T., ( Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dan 2 mahasiswanya, Efraim Partogi serta Prianka Anggara, melaksanakan riset dengan merancang purwarupa sistem instrumentasi berbasis Internet of Things ( IoT) pada pertanian berteknologi hidroponik.

Melalui sistem ini, parameter fisis dipantau agar mengenali pengaruh proses produksi agar bisa dikendalikan. Tidak cuma itu, regu peneliti memakai pula Machine Learning ( ML) agar bisa diprediksi hasil produksi dari hidroponik yang diuji. Program ML yang digunakan merupakan algoritma dari random forest regression, linear regression, serta polynomial regression.

Tumbuhan yang diteliti merupakan pakcoy atauBrassica rapa subsp. Chinensis serta kangkung atau Ipomoea aquatic dengan sistem hidroponik Nutrient Film Technique( NFT), dilansir dari halaman LPPM ITB.

“ Riset ini dijalankan pada hidroponik‘ Blessing Farm’ di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Intensitas cahaya yang digunakan untuk riset kali ini diatur sedemikian rupa dengan atap, agar intensitas cahaya yang masuk berbeda dengan yang keluar. Sementara sistem nutrisi bertumpu pada satu tangki nutrisi untuk semua tumbuhan,” ucap regu peneliti.

Agar bisa memantau parameter fisis dari perkembangan tumbuhan hidroponik, dibutuhkan sistem instrumentasi yang tersusun dari sensor serta komponen. Semua sensor dihubungkan dengan mikrokontroler dimana masing- masingnya mempunyai modul wi- fi dengan tujuan menghubungkan sensor ke server. Setelah itu, informasi yang diperoleh diolah serta disimpan di basis data dan dibagi jadi data training serta data testing. Data training dipergunakan untuk membuat model prediksi, yang setelah itu diuji performanya memakai data testing. Bila tingkatan performa belum cocok dengan kriteria performa yang di butuhkan, maupun bila ada akumulasi informasi, maka dari itu dilaksanakan training kembali sampai model bisa menggapai tingkatan performa yang dibutuhkan.

Dari data temperatur udara serta larutan, intensitas cahaya, kelembapan hawa, intensitas cahaya, sampai total dissolved solid ( TDS) yang diamati sebagai variabel independen, diperoleh luas serta banyaknya daun dan tingginya tumbuhan sebagai variabel dependen yang diprediksi.

Koefisien determinasi paling tinggi di prediksi proses produksi tumbuhan pakcoy paling tinggi diperoleh dari program algoritma random forest regression senilai 0, 933. Sementara itu, diperoleh data variabel independen pada produksi pakcoy serta kangkung yang sangat pengaruhi perkembangan tumbuhan yang dengan begitu bisa jadi variabel kontrol yang didapat, merupakan TDS serta intensitas cahaya. Tidak berakhir disini, sistem control TDS hendak dibuat dari hasil sebagian model dengan mempraktikkan program random forest regression. Oleh karena itu, produksi daun bisa berkembang secara maksimal pada bermacam-macam cuaca.


Disadur dari Sumber itb.ac.id

Selengkapnya
Optimalisasi Pertanian Hidroponik, Peneliti dari ITB Mengembangkan IoT
page 1 of 1