Teknik Bioenergi

Bahan Bakar Hayati

Dipublikasikan oleh Siti Nur Rahmawati pada 22 Agustus 2022


Bahan bakar hayati (bahasa Inggris: Biofuel) adalah setiap bahan bakar baik padatan, cairan ataupun gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik. Bahan bakar hayati dapat dihasilkan secara langsung dari tanaman atau secara tidak langsung dari limbah industri, komersial, domestik atau pertanian. Ada tiga cara untuk pembuatan bahan bakar hayati: pembakaran limbah organik kering (seperti buangan rumah tangga, limbah industri dan pertanian); fermentasi limbah basah (seperti kotoran hewan) tanpa oksigen untuk menghasilkan biogas (mengandung hingga 60 persen metana), atau fermentasi tebu atau jagung untuk menghasilkan alkohol dan ester; dan energi dari hutan (menghasilkan kayu dari tanaman yang cepat tumbuh sebagai bahan bakar).

Proses fermentasi menghasilkan dua jenis bahan bakar hayati: alkohol dan ester. Bahan-bahan ini secara teori dapat digunakan untuk menggantikan bahan bakar fosil, tetapi karena kadang-kadang diperlukan perubahan besar pada mesin, bahan bakar hayati biasanya dicampur dengan bahan bakar fosil. Uni Eropa merencanakan 5,75 persen etanol yang dihasilkan dari gandum, bit, kentang, atau jagung ditambahkan pada bahan bakar fosil pada tahun 2010 dan 20 persen pada 2020. Sekitar seperempat bahan bakar transportasi di Brasil tahun 2002 adalah bioetanol.

Bahan bakar hayati menawarkan kemungkinan memproduksi energi tanpa meningkatkan kadar karbon di atmosfer karena berbagai tanaman yang digunakan untuk memproduksi bahan bakar hayati mengurangkan kadar karbondioksida di atmosfer, tidak seperti bahan bakar fosil yang mengembalikan karbon yang tersimpan di bawah permukaan tanah selama jutaan tahun ke udara. Dengan begitu bahan bakar hayati lebih bersifat carbon neutral dan sedikit meningkatkan konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer (meski timbul keraguan apakah keuntungan ini bisa dicapai di dalam praktiknya). Penggunaan bahan bakar hayati mengurangkan pula ketergantungan pada minyak bumi serta meningkatkan keamanan energi.

Ada dua strategi umum untuk memproduksi bahan bakar hayati. Strategi pertama adalah menanam tanaman yang mengandung gula (tebu, bit gula, dan sorgum manis) atau tanaman yang mengandung pati atau polisakarida (jagung), lalu menggunakan fermentasi ragi untuk memproduksi etil alkohol. Strategi kedua adalah menanam berbagai tanaman yang kadar minyak sayur atau nabatinya tinggi seperti kelapa sawit, kedelai, alga, atau jatropha. Saat dipanaskan, maka kekentalan minyak nabati akan berkurang dan bisa langsung dibakar di dalam mesin diesel, atau minyak nabati bisa diproses secara kimia untuk menghasilkan bahan bakar seperti biodiesel. Kayu dan produk-produk sampingannya bisa diubah menjadi bahan bakar hayati seperti gas kayu, metanol atau bahan bakar etanol.

Energi biomassa dari limbah

Penggunaan limbah biomassa untuk memproduksi energi mampu mengurangi berbagai permasalahan pengelolaan pencemaran dan pembuangan, mengurangkan penggunaan bahan bakar fosil, serta mengurangi emisi gas rumah kaca. Uni Eropa telah memublikasikan sebuah laporan yang menyoroti potensi energi bio yang berasal dari limbah untuk memberikan sumbangan bagi pengurangan pemanasan global. Laporan itu menyimpulkan bahwa pada tahun 2020 nanti 19 juta ton minyak tersedia dari biomassa, 46% dari limbah bio: limbah padat perkotaan, residu pertanian, limbah peternakan, dan aliran limbah terbiodegradasi yang lain.

Tempat penampungan akhir sampah menghasilkan sejumlah gas karena limbah yang dipendam di dalamnya mengalami pencernaan anaerobik. Secara kolektif, gas-gas ini dikenal sebagai landfill gas (LFG) atau gas tempat pembuangan akhir sampah. Landfill gas bisa dibakar baik secara langsung untuk menghasilkan panas atau menghasilkan listrik bagi konsumsi publik. Landfill gas mengandung sekitar 50% metana, gas yang juga terdapat di dalam gas alam.

Biomassa bisa berasal dari limbah materi tanaman. Gas dari tempat penampungan kotoran manusia dan hewan yang memasuki atmosfer merupakan hal yang tidak diinginkan karena metana adalah salah satu gas rumah kaca yang potensial pemanasan globalnya melebihi karbon dioksida.[5][6] Frank Keppler dan Thomas Rockmann menemukan bahwa tanaman hidup juga memproduksi metana CH4.

Bahan bakar berbentuk cair bagi transportasi

Sebagian besar bahan bakar transportasi berbentuk cairan, sebab berbagai kendaraan biasanya membutuhkan kepadatan energi yang tinggi. Kendaraan biasanya membutuhkan kepadatan kekuatan yang tinggi yang bisa disediakan oleh mesin pembakaran dalam. Mesin ini membutuhkan bahan bakar pembakaran yang bersih untuk menjaga kebersihan mesin dan meminimalkan pencemaran udara. Bahan bakar yang lebih mudah dibakar dengan bersih biasanya berbentuk cairan dan gas. Dengan begitu, cairan (serta gas-gas yang bisa disimpan dalam bentuk cair) memenuhi persyaratan pembakaran yang portabel dan bersih. Selain itu, cairan dan gas bisa dipompa, yang berarti penanganannya mudah dimekanisasi, dan dengan begitu tidak membutuhkan banyak tenaga.

Bahan bakar hayati generasi pertama

Bahan bakar hayati generasi pertama menunjuk kepada bahan bakar hayati yang terbuat dari gula, starch, minyak sayur, atau lemak hewan menggunakan teknologi konvensional.

Bahan bakar hayati generasi pertama yang umum didaftar sebagai berikut.

Minyak sayur

Artikel utama: Minyak sayur sebagai bahan bakar

Minyak sayur dapat digunakan sebagai makanan atau bahan bakar; kualitas dari minyak dapat lebih rendah untuk kegunaan bahan bakar. Minyak sayur dapat digunakan dalam mesin diesel yang tua (yang dilengkapi dengan sistem suntikan tidak langsung, tetapi hanya dalam iklim yang hangat. Dalam banyak kasus, minyak sayur dapat digunakan untuk memproduksi biodiesel, yang dapat digunakan kebanyakan mesin diesel bila dicampur dengan bahan bakar diesel konvensional. MAN B&W Diesel, Wartsila dan Deutz AG menawarkan mesin yang dapat digunakan langsung dengan minyak sayur. Minyak sayur bekas yang diproses menjadi biodiesel mengalami peningkatan, dan dalam skala kecil, dibersihkan dari air dan partikel dan digunakan sebagai bahan bakar.

Biodiesel

Biodiesel merupakan bahan bakar hayati yang paling umum di Eropa. Biodiesel diproduksi dari minyak atau lemak menggunakan transesterifikasi dan merupakan cairan yang komposisinya mirip dengan diesel mineral. Nama kimianya adalah metil asam lemak (atau etil) ester (FAME). Minyak dicampur dengan sodium hidroksida dan methanol (atau ethanol dan reaksi kimia menghasilkan biodiesel (FAME) dan gliserol. 1 bagian gliserol dihasilkan untuk setiap 10 bagian biodiesel.

Biodiesel dapat digunakan di setiap mesin diesel kalau dicampur dengan diesel mineral. Di beberapa negara, produsen memberikan garansi untuk penggunaan 100% biodiesel. Kebanyakan produsen kendaraan membatasi rekomendasi mereka untuk penggunaan biodiesel sebanyak 15% yang dicampur dengan diesel mineral. Di kebanyakan negara Eropa, campuran biodiesel 5% banyak digunakan luas dan tersedia di banyak stasiun bahan bakar.

Di AS, lebih dari 80% truk komersial dan bus kota beroperasi menggunakan diesel. Oleh karena itu, penggunaan biodiesel AS bertumbuh cepat dari sekitar 25 juta galon per tahun pada 2004 menjadi 78 juta galon pada awal 2005. Pada akhir 2006, produksi biodiesel diperkirakan meningkat empat kali lipat menjadi 1 miliar galon. Diarsipkan 2007-06-06 di Wayback Machine.

Bioalkohol

Artikel utama: Bahan bakar alkohol

Alkohol yang diproduksi secarai biologi, yang umum adalah etanol, dan yang kurang umum adalah propanol dan butanol, diproduksi dengan aksi mikroorganisme dan enzim melalui fermentasi gula atau starch, atau selulosa. Biobutanol sering kali dianggap sebagai pengganti langsung bensin, karena dapat digunakan langsung dalam mesin bensin.

Butanol terbentuk dari fermentasi ABE (aseton, butanol, etanol) dan percobaan modifikasi dari proses tersebut memperlihatkan potensi yang menghasilkan energi yang tinggi dengan butanol sebagai produk cair. Butanol dapat menghasilkan energi yang lebih banyak dan dapat terbakar "langsung" dalam mesin bensin yang sudah ada (tanpa modifikasi mesin), [10] lebih tidak menyebabkan perkaratan dan kurang dapat tercampur dengan air dibanding etanol, dan dapat disalurkan melalui prasarana yang telah ada. Dupont dan BP bekerja sama untuk menghasilkan butanol.

Bahan bakar etanol merupakan bahan bakar hayati paling umum di dunia, terutama bahan bakar etanol di Brasil. Bahan bakar alkohol diproduksi dengan cara fermentasi gula yang dihasilkan dari gandum, jagung, bit gula, tebu, molases dan gula atau amilum yang dapat dibuat minuman beralkohol (seperti kentang dan sisa buah, dll). Produksi etanol menggunakan digesti enzim untuk menghasilkan gula dari amilum, fermentasi gula, penyulingan dan pengeringan. Proses ini membutuhkan banyak energi untuk pemanasan (sering kali menggunakan gas alam).

Produksi etanol selulosa menggunakan tanaman bukan pangan atau produk sisa yang tak bisa dikonsumsi, yang tidak mengakibatkan dampak pada siklus makanan.

Produksi etanol dari selulosa merupakan langkah-tambahan yang sulit dan mahal dan masih menunggu penyelesaian masalah teknis. Ternak yang memakan rumput dan menggunakan proses digestif yang lamban untuk memecahnya menjadi glukosa (gula). Dalam laboratorium etanol berselulosa (cellulosic ethanol), banyak proses percobaan sedang dilakukan untuk melakukan hal yang sama, dan menggunakan cara tersebut untuk membuat bahan bakar etanol.

Beberapa ilmuwan telah mengemukakan rasa prihatin terhadap percobaan teknik genetika DNA rekombinan yang mencoba untuk mengembangkan enzim yang dapat memecah kayu lebih cepat dari alam, makhluk mikroskopis tersebut dapat tidak sengaja terlepas ke alam, tumbuh secara eksponensial, disebarkan oleh angin, dan pada akhirnya menyebabkan kerusakan struktur seluruh tanaman, yang dapat mengakhiri produksi oksigen yang dilepaskan oleh proses fotosintesis tumbuhan.

Etanol dapat digunakan dalam mesin bensin sebagai pengganti bensin; etanol dapat dicampur dengan bensin dengan persentase tertentu. Kebanyakan mesin bensin dapat beroperasi menggunakan campuran etanol sampai 15% dengan bensin. Bensin dengan etanol memiliki angka oktan yang lebih tinggi, yang berarti mesin dapat terbakar lebih panas dan lebih efisien.

Bahan bakar etanol memiliki BTU yang lebih rendah, yang berarti memerlukan lebih banyak bahan bakar untuk melakukan perjalanan dengan jarak yang sama. Dalam mesin pemampatan tinggi, dibutuhkan bahan bakar dengan sedikit etanol dan pembakaran lambat untuk mencegah pembakaran dini (preignition) yang merusak (knocking).

Etanol sangat korosif terhadap sistem pembakaran, slang dan gasket karet, aluminium, dan ruang pembakaran. Oleh karena itu, penggunaan bahan bakar yang mengandung alkohol ilegal apabila digunakan pesawat. Untuk campuran etanol berkonsentrasi tinggi atau 100%, mesin perlu dimodifikasi.

Etanol yang menyebabkan korosif tidak dapat disalurkan melalui pipa bensin. Oleh karena itu, diperlukan truk tangki baja tahan karat yang lebih mahal, meningkatkan konsumsi biaya dan energi yang dibutuhkan untuk mengantar etanol kepada konsumen.

Banyak produsen kendaraan sekarang ini memproduksi kendaraan bahan bakar fleksibel, yang dapat beroperasi dengan kombinasi bioetanol dan bensin, sampai dengan 100% bioetanol.

Alkohol dapat bercampur dengan bensin dan air, jadi bahan bakar etanol dapat tercampur setelah proses pembersihan dengan menyerap kelembaban dari atmosfer. Air dalam bahan bakar etanol dapat mengurangkan kedayagunaan, menyebabkan mesin susah dihidupkan, menyebabkan gangguan operasi, dan mengoksidasi aluminum (karat pada karburator dan komponen dari besi).

Biogas

Biogas diproduksi dengan proses pencernaan anaerobik dari bahan organik oleh anaerob. Biogas dapat diproduksi melalui bahan sisa yang dapat terurai atau menggunakan tanaman energi yang dimasukan ke dalam pencerna anaerobik untuk menambah gas yang dihasilkan. Hasil sampingan, digestate, dapat digunakan sebagai bahan bakar hayati atau pupuk.

Biogas mengandung metana dan dapat diperoleh dari pencerna anaerobik industri dan sistem pengelolaan biologi mekanik. Gas sampah adalah sejenis biogas yang tidak bersih yang diproduksi dalam tumpukan sampah melalui digesti anaerobik yang terjadi secara alami. Apabila gas ini lepas ke atmosfer, gas ini merupakan gas rumah kaca.

Minyak dan gas dapat dihasilkan dari berbagai limbah biologis:

  • Pengawapolimeran termal limbah dapat mengekstrak metana dan minyak lain yang mirip dengan minyak bumi.
  • GreenFuel Technologies Corporation mengembangkan sistem bioreaktor dipatenkan yang menggunakan alga fotosintetis tidak beracun untuk memasukkan gas buang cerobong asap dan menghasilkan bahan bakar hayati, seperti biodiesel, biogas, dan bahan bakar kering yang sebanding dengan batu bara.

Bahan bakar hayati padat

Contohnya termasuk kayu, arang, dan manur kering.

Syngas

Syngas dihasilkan oleh kombinasi proses pirolisis, pembakaran, dan pengegasan. Bahan bakar bio diubah menjadi karbon monoksida dan energi melalui pirolisis. Masukan oksigen terbatas diberikan untuk mendukung pembakaran. Pengegasan mengubah materi organik menjadi hidrogen dan karbon monoksida.

Campuran gas yang dihasilkan, syngas, adalah bahan bakar.

Bahan bakar hayati generasi kedua

Para pendukung bahan bakar hayati menyatakan telah memiliki penyelesaian yang lebih baik untuk meningkatkan dukungan politik serta industri untuk, dan percepatan, penerapan bahan bakar hayati generasi kedua dari sejumlah tanaman yang tidak digunakan untuk konsumsi manusia dan hewan, di antaranya bahan bakar hayati berselulosa. Proses produksi bahan bakar hayati generasi kedua bisa menggunakan berbagai tanaman yang tidak digunakan untuk konsumsi manusia dan hewan yang diantaranya adalah limbah biomassa, batang atau tangkai gandum, jagung, kayu, dan berbagai tanaman biomassa atau energi yang khusus (contohnya Miscanthus). Bahan bakar hayati generasi kedua (2G) menggunakan teknologi biomassa ke cairan, diantaranya bahan bakar hayati berselulosa (cellulosic biofuel) dari tanaman yang tidak digunakan untuk konsumsi manusia dan hewan.

Sebagian besar bahan bakar hayati generasi kedua sedang dikembangkan seperti biohidrogen, biometanol, DMF, Bio-DME, Fischer-Tropsch diesel, biohidrogen diesel, alkohol campuran dan diesel kayu. Produksi etanol berselulosa mempergunakan berbagai tanaman yang tidak digunakan untuk konsumsi manusia dan hewan atau produk buangan yang tidak bisa dimakan. Produksi etanol dari selulosa merupakan sebuah permasalahan teknis yang sulit untuk dipecahkan. Berbagai hewan ternak pemamah biak (seperti sapi) yang memakan rumput, lalu menggunakan proses pencernaan yang berkaitan dengan enzim yang lamban untuk menguraikannya menjadi glukosa (gula). Di dalam labolatorium etanol berselulosa (cellulosic ethanol), berbagai proses percobaan sedang dikembangkan untuk melakukan hal yang sama, lalu gula yang dihasilkan bisa difermentasi untuk menjadi bahan bakar etanol. Para ilmuwan juga sedang bereksperimen dengan sejumlah organisme hasil rekayasa genetik penyatuan kembali DNA yang mampu meningkatkan potensi bahan bakar hayati seperti pemanfaatan tepung rumput gajah (Panicum virgatum).

Jerami tanaman minyak biji rapa sebagai salah satu sumber energi alternatif penting dimasa depan. Jerami minyak biji rapa kebanyakan tidak lagi digunakan petani, hanya sebagai kompos dan tempat tidur hewan ternak. Akan tetapi, dengan memanfaatkan jerami minyak biji Rapa akan menghasilkan energi alternatif bahan bakar hayati terbarukan. Ilmuwan dari Institute of Food Research mencari cara, bagaimana mengubah jerami dari minyak biji Rapa menjadi energi alternatif bahan bakar hayati. Penemuan awal menunjukkan bagaimana proses pembuatan bahan bakar hayati bisa diproduksi lebih efisien, serta bagaimana meningkatkan produksi jerami minyak biji rapa dapat ditingkatkan. Jerami dari tanaman seperti gandum, jelai, dan minyak biji rapa dipandang sebagai sumber potensial energi biomassa untuk meningkatkan produksi bahan bakar hayati generasi kedua. Setidaknya produksi di Inggris mencapai sekitar 12 juta ton jerami minyak biji rapa. Dalam kenyataannya, minyak biji rapa banyak digunakan untuk tempat tidur hewan ternak dan kompos dan pembangkit energi. Jerami berisi campuran gula yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif bahan bakar hayati, penggunaannya tidak bersaing dengan produksi pangan, melainkan merupakan penyelesaian berkelanjutan dalam hal pemanfaatan limbah. Gula yang ada pada jerami tidak dapat diakses oleh enzim yang membebaskannya agar dapat diubah menjadi energi alternatif bahan bakar hayati, sehingga perawatan sebelum pengelolaan jerami akan sangat diperlukan.

 

Sumber Artikel: id.wikipedia.org

Selengkapnya
Bahan Bakar Hayati

Teknik Bioenergi

Biodiesel

Dipublikasikan oleh Siti Nur Rahmawati pada 22 Agustus 2022


Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono--alkyl ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbarui seperti minyak sayur atau lemak hewan.

Mercedes diesel yang lebih lama populer untuk digunakan pada biodiesel

Sebuah proses dari transesterifikasi lipid digunakan untuk mengubah minyak dasar menjadi ester yang diinginkan dan membuang asam lemak bebas. Setelah melewati proses ini, tidak seperti minyak sayur langsung, biodiesel memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan diesel (solar) dari minyak bumi, dan dapat menggantikannya dalam banyak kasus. Namun, dia lebih sering digunakan sebagai penambah untuk diesel petroleum, meningkatkan bahan bakar diesel petrol murni ultra rendah belerang yang rendah pelumas.

Biodiesel merupakan kandidat yang paling baik untuk menggantikan bahan bakar fosil sebagai sumber energi transportasi utama dunia, karena biodiesel merupakan bahan bakar terbarui yang dapat menggantikan diesel petrol di mesin sekarang ini dan dapat diangkut dan dijual dengan menggunakan infrastruktur zaman sekarang.

Di beberapa negara biodiesel lebih murah daripada diesel konvensional

Penggunaan dan produksi biodiesel meningkat dengan cepat, terutama di Eropa, Amerika Serikat, dan Asia, meskipun dalam pasar masih sebagian kecil saja dari penjualan bahan bakar. Pertumbuhan SPBU membuat semakin banyaknya penyediaan biodiesel kepada konsumen dan juga pertumbuhan kendaraan yang menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar.

Membuat biodiesel

Pada skala kecil dapat dilakukan dengan bahan minyak goreng 1 liter yang baru atau bekas. Methanol sebanyak 200 ml atau 0.2 liter, Soda api atau NaOH 3,5 gram untuk minyak goreng bersih, jika minyak bekas diperlukan 4,5 gram atau mungkin lebih. Kelebihan ini diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas atau FFA yang banyak pada minyak goreng bekas. Dapat pula mempergunakan KOH namun mempunyai harga lebih mahal dan diperlukan 1,4 kali lebih banyak dari soda. Proses pembuatan; Soda api dilarutkan dalam Methanol dan kemudian dimasukan kedalam minyak dipanaskan sekitar 55 °C, diaduk dengan cepat selama 15-20 menit kemudian dibiarkan dalam keadaan dingin semalam. Maka akan diperoleh biodiesel pada bagian atas dengan warna jernih kekuningan dan sedikit bagian bawah campuran antara sabun dari FFA, sisa methanol yang tidak bereaksi dan gliserin sekitar 79 ml. Biodiesel yang merupakan cairan kekuningan pada bagian atas dipisahkan dengan mudah dengan menuang dan menyingkirkan bagian bawah dari cairan. Untuk skala besar produk bagian bawah dapat dimurnikan untuk memperoleh gliserin yang berharga mahal, juga sabun dan sisa methanol yang tidak bereaksi.

Manfaat dan Keunggulan Biodesel

Manfaat

  • Mengurangi pencemaran hidrokarbon yang tidak terbakar, karbon monoksida, sulfur dan hujan asam.
  • Bahan dasar nya adalah minyak goreng bekas, dengan adanya pembuatan biodiesel ini dapat mengurangi beban lingkungan karena sampah/limbah.
  • Tidak menambah jumlah gas karbon dioksida, karena minyak berasal dari tumbuhan/nabati.
  • Energi yang dihasilkan mesin diesel lebih sempurna dibandingkan solar hingga yang menggunakan biodiesel tidak mengeluarkan asap hitam berupa karbon atau CO2, sedangkan mesin yang menggunakan solar mengeluarkan asap hitam. Biodiesel mengeluarkan aroma khas seperti minyak bekas menggoreng makanan.

Keunggulan

  • Mengurangi emisi karbon monoksida dan SO2
  • Bahan baku biodiesel tidak hanya dari lemak hewan atau dari tanaman jarak pagar yang sudah dikenal, tetapi juga dapat terbuat dari limbah penggorengan yang tidak sulit didapat memungkinkan diproduksi dalam skala kecil menengah dan juga dapat membuka lapangan kerja baru.
  • Aman dalam penyimpanan dan transportasi karena tidak mengandung racun.
  • Tidak memerlukan teknologi tinggi dalam pembuatannya.
  • Limbah dari biodiesel ini merupakan gliserin. Gliserin ini merupakan bahan dasar pembuatan sabun, sehingga ramah lingkungan dan mengurangi polusi. Limbahnya pun bisa menjadi berguna.

Kelemahan

  • Dalam beberapa kasus, biodiesel kurang cocok digunakan pada beberapa mesin diesel modern. BMW dan Mercedes-Benz misalnya, mereka hanya merekomendasikan Dex, Shell Diesel, dan solar berkualitas tinggi lainnya.

 

Sumber Artikel: id.wikipedia.org

Selengkapnya
Biodiesel

Teknik Bioenergi

Sampah Organik

Dipublikasikan oleh Siti Nur Rahmawati pada 22 Agustus 2022


Sampah Organik adalah barang yang sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik atau pemakai sebelumnya. Sampah organik masih bisa dipakai jika dikelola dengan prosedur yang benar. Sampah organik dapat mengalami pelapukan (dekomposisi) dan terurai menjadi bahan yang lebih kecil dan tidak berbau (sering disebut dengan kompos). Kompos merupakan hasil pelapukan bahan-bahan organik seperti dedaunan, jerami, alang-alang, sampah, rumput, dan bahan lain yang sejenis. Proses pelapukannya sampah organik dapat dipercepat oleh bantuan manusia. Sebesar 95 persen sampah organik dapat dihasilkan dari pasar khusus seperti pasar sayur mayur, pasar buah, atau pasar ikan. Selain dari pasar khusus, 75 persen sampah organik berasal dari daerah pemukiman masyarakat.

Jenis-Jenis Sampah Organik

Sampah organik berasal dari makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Berdasarkan jenisnya, sampah organik dapat dibagi menjadi dua, yaitu sampah organik basah dan sampah organik kering. Sampah organik basah ialah sampah yang memiliki kandungan air yang cukup tinggi. Contoh dari sampah organik basah ialah kulit buah, sisa makanan, dan sisa sayuran. Sementara itu, sampah organik kering adalah bahan organik lain yang kandungan airnya kecil. Contoh sampah organik kering di antaranya kertas, kayu atau ranting pohon, dan dedaunan kering.

 

Sumber Artikel: id.wikipedia.org

Selengkapnya
Sampah Organik

Teknik Bioenergi

Kerja Sama dengan BPDPKS, ITB Kembangkan Bensin Sawit (Bensa)

Dipublikasikan oleh Muhammad Farhan Fadhil pada 11 Juli 2022


Pusat Rekayasa Katalisis, Institut Teknologi Bandung (ITB) bekerja sama dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) berhasil mengembangkan teknologi katalis dan membangun unit percontohan produksi bensin biohidrokarbon dengan bahan baku dasar minyak kelapa sawit.

Demonstrasi produksi dengan nama Bensa (Bensin Sawit) ini dilaksanakan pada 11 Januari 2022 bertempat di Workshop PT Pura Engineering, Kudus, Jawa Tengah. Saat demonstrasi tersebut dilakukan juga uji coba Bensa terhadap kendaraan roda dua dan roda empat dan hasilnya Bensa dapat bekerja dengan baik sebagai bahan bakar kendaraan bermotor.

Unit demo ini mengkonversi minyak sawit industrial (industrial vegetable oil, IVO) menjadi bensin sawit melalui proses perengkahan yang dikembangkan oleh Pusat Rekayasa Katalisis ITB (PRK ITB), Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalis ITB (LTRKK ITB), Program studi Teknik Bioenergi dan Kemurgi (TBE) yang dipimpin oleh Prof. Dr. Subagjo. Proses konversi IVO menjadi bensin sawit dilaksanakan dalam reaktor menggunakan katalis berbasis zeolit yang juga dikembangkan oleh PRK ITB dan LTRKK ITB.

Indonesia sebagai negara penghasil sawit terbesar di dunia yang saat ini memproduksi 49 juta ton CPO/tahun, dan pada saat yang sama Indonesia adalah negara perngimpor bahan bakar bensin terbesar kedua di dunia, sangat berkepentingan untuk mengembangkan teknologi produksi bensin sawit.

Untuk itu, ITB bekerja sama dengan PT Energy Management Indonesia sedang melakukan perancangan konseptual pabrik bensin sawit berkapasitas 50.000 ton/tahun. Unit produksi ini dapat dikembangkan sebagai unit produksi yang dapat dibangun secara mandiri di sentra-sentra sawit yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia.

“Berdasarkan instruksi dari Presiden Joko Widodo, kita harus mengolah CPO terlebih dahulu sebelum diekspor karena produksi kita banyak. Untuk itu kami mencoba mengolah CPO menjadi IVO. Unit demo dengan skala 6-7 ton per jam telah dibangun dan saat ini ditempatkan di Kabupaten Musi Banyuasin (MUBA), Sumatera Selatan” ujar Dr. Ir. Melia Laniwati Gunawan, M.S. dari KK Teknologi Reaksi Kimia dan Katalis - FTI , anggota tim Katalis Merah Putih kepada Humas ITB, Kamis (13/1/2022).

IVO dipakai sebagai bahan baku untuk membuat Bensa di unit percontohan produksi bensa. Konversi IVO menjadi bensin maka membutuhkan katalisator. Sehingga perlu reaktor yang memproduksi katalis. “Dengan dana dari BPDPKS kita juga membuat set unit reaktor untuk memproduksi katalisnya. Pabrik Katalis dengan skala 40-50 kg per batch ditempatkan di Kampus ITB Ganesa ,” ujar Dr. Melia. Formula dan prosedur pembuatan katalis merupakan hasil penelitian Pusat Rekayasa Katalisis Institut Teknologi Bandung.

Bensin dari sawit ini memiliki nilai Research Octane Number, RON 105-112, artinya sangat tinggi. Maka, dijelaskan Dr. Melia, maka produknya bisa dicampur dengan nafta yang dihasilkan dari minyak fosil. “Nafta punya bilangan oktan 70-80. Sehingga apabila dicampur dengan perbandingan tertentu kita bisa dapat Bensa dengan RON 93, itu yang kita demokan di Workshop,” ujarnya.

Atas keberhasilan demo dan uji coba Bensa tersebut, ke depannya akan dilakukan optimasi kapasitas produksi dan reaktornya, kemudian pihaknya akan membuat detail engineering design (DED). Setelah itu, maka sudah bisa membuat unit produksi dengan skala besar dengan katalis yang diproduksi ITB.

“Kita berharap unit produksi ini bisa ditempatkan di perkebunan kelapa sawit para petani, sehingga kebutuhan bensin mereka bisa menggunakan bensa. Dengan cara seperti ini, maka akan meringankan pemerintah (Pertamina) untuk memasok bahan bakar sampai ke pelosok,” jelasnya.

“Pemerintah selama ini impor minyak mentah dan juga mengimpor bahan bakar yang sudah jadi. Harapannya apabila kita bisa mengubah sawit menjadi bensa, impor tersebut akan berkurang,” tambah Dr. Melia.

Pengembangan Bensa ini dapat berhasil atas kerja sama berbagai pihak di antaranya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, Badan Riset dan Inovasi Nasional, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, Pusat Rekayasa Katalisis, Institut Teknologi Bandung, Lab Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis Program studi Teknik Kimia serta Program studi Teknik Bioenergi dan Kemurgi – FTI – ITB, PT Pura Barutama, PT Kemurgi Indonesia, Masyarakat Biohidrokarbon Indonesia (MBI), PT Energy Management Indonesia.

Sumber Artikel: itb.ac.id

Selengkapnya
Kerja Sama dengan BPDPKS, ITB Kembangkan Bensin Sawit (Bensa)

Teknik Bioenergi

Tim Mahasiswa Teknik Bioenergi dan Kemurgi ITB Juara I Kompetisi Industrial Case bidang Energi Terbarukan

Dipublikasikan oleh Muhammad Farhan Fadhil pada 11 Juli 2022


Tim Mahasiswa dari Teknik Bioenergi dan Kemurgi, Institut Teknologi Bandung (ITB) meraih juara 1 dalam kompetisi Industrial Case Competition Space Up 3.0 2021 yang diselenggarakan oleh PT Pertamina dan Universitas Pertamina. Pengumuman pemenang tersebut disampaikan dalam penutupan lomba pada Minggu (24/1/2021) malam secara daring.

Tim mahasiswa dari Teknik Bioenergi dan Kemurgi tersebut keluar sebagai juara lewat presentasi dalam bahasa Inggris tentang “Bio-Dimethyl Ether (Bio-DME) from Rice Straw as Renewable Energy Substitute for Liquified Petroleum Gas (LPG)”. Dalam tulisannya, tim yang beranggotakan Diana Fauziyyah, Evieta Camellia, Anisa Nur Agis, Nabila Zhara dan Bella Hardifa memaparkan teknologi yang dapat dikembangkan untuk memproduksi Bio-DME, bahan bakar yang terbuat dari bahan nabati terbarukan yang dapat digunakan sebagai pengganti LPG.

Ketua Prodi Teknik Bionergi dan Kemurgi Antonius Indarto, ST., M.Eng., Ph.D., menyampaikan apresiasi dan bangga atas capaian tersebut. "Prodi Teknik Bioenergi dan Kemurgi akan selalu mendukung kegiatan dan kreativitas mahasiswa seperti itu," ujarnya kepada Humas ITB, Senin (25/1/2021).

Menurutnya penggunaan bahan terbarukan berbasis nabati di masa depan diperkirakan akan semakin meningkat dan Indonesia sedang bergerak ke arah tersebut. "Jadi usulan tim tersebut memang sesuai dengan realita dimana kita memiliki sumber daya melimpah misalnya jerami padi," kata Antonius Indarto.

Dr. Astri Nur Istyami, selaku pembimbing tim sekaligus staf pengajar di Prodi Teknik Bioenergi dan Kemurgi, menyatakan, “Dimetil eter (DME) merupakan senyawa dengan karakteristik yang menyerupai LPG. Alih-alih menggunakan batu bara yang sudah lazim digunakan sebagai bahan baku DME, tim ini mengusulkan pemanfaatan limbah pertanian yang melimpah di Indonesia sebagai bahan bakunya, yaitu jerami padi. Tim ini menyajikan hasil perhitungan dan analisis aspek teknologi, finansial, sosial dan lingkungan dari penerapan produksi DME dari jerami padi.”

Pada lomba tersebut, untuk juara 2 dan 3, juga berhasil diborong oleh dua tim yang berasal dari ITB. Kompetisi ini mengangkat tema mengenai transisi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan (Transisition from Fossil Fuels to Renewable Energy).

Pada kompetisi ini, diharapkan mahasiswa mampu merancang sebuah solusi yang efektif bagi industri dalam negeri maupun dunia di bidang energi terbarukan.
Selain dari ITB (3 tim), kompetisi yang bergengsi ini juga diikuti oleh universitas dari seluruh penjuru nusantara seperti UGM, UNDIP (2 tim), UPN Veteran Yogyakarta, USU, Universitas Trisakti dan Universitas Pertamina.

Kompetisi ini terdiri dari beberapa tahapan dari masa pendaftaran pada November 2020 yang lalu, pengumuman kasus industri, pengajuan laporan dan video, masa penilaian, presentasi teknikal, hingga grand final yang dilaksanakan pada 23 Januari 2021.

Masing-masing tim mengajukan berbagai usulan seputar energi terbarukan dari bio-battery, biogas, pengolahan sampah menjadi energi ataupun topik yang lain. Semua topik yang diajukan harus mempertimbangkan empat faktor yaitu perubahan iklim, ketahanan energi, energi yang murah dan penerimaan oleh masyarakat.

Sumber Artikel: itb.ac.id

Selengkapnya
Tim Mahasiswa Teknik Bioenergi dan Kemurgi ITB Juara I Kompetisi Industrial Case bidang Energi Terbarukan

Teknik Bioenergi

Berangkat dari Masalah Sektor Energi, Lahirlah Jurusan Teknik Bionergi dan Kemurgi ITB

Dipublikasikan oleh Muhammad Farhan Fadhil pada 11 Juli 2022


Himpunan Mahasiswa Teknik Bioenergi dan Kemurgi “Rinuva” ITB (HMTB ITB) menyelenggarakan webinar terkait pengenalan jurusan serta pengenalan jurusan Teknik Bioenergi dan Kemurgi. Jurusan Teknik Bioenergi dan Kemurgi merupakan jurusan yang masih belum banyak di Indonesia dan hanya ada di Institut Teknologi Bandung.

Acara ini diisi oleh empat pembicara yang juga mahasiswa Teknik Bioenergi dan Kemurgi ITB. Mulai dari Andreas Yulius Pamungkas dan Abdurrahman Sudais Al Gifari dari Teknik Bioenergi dan Kemurgi angkatan 2020. Lalu ada Dhea Sandrina dari Teknik Bioenergi dan Kemurgi angkatan 2019, serta Rafi Rivaldi Faisal Ismail dari Teknik Bioenergi dan Kemurgi angkatan 2018 yang juga merupakan Ketua Himpunan Mahasiswa Teknik Bioenergi dan Kemurgi “Rinuva” ITB.

Webinar ini diawali dengan penjelasan tentang awal mula terciptanya jurusan Teknik Bioenergi dan Kemurgi. “Peningkatan emisi karbon, pemanasan global, hingga keterbatasan ketersediaan dari minyak bumi atau fossil fuel menjadi beberapa masalah yang cukup besar untuk dunia ini, terutama untuk sektor energi. Maka dari itu, terciptalah jurusan Teknik Bioenergi dan Kemurgi,” jelas Sudais.

Teknik Bioenergi dan Kemurgi adalah bidang keilmuan yang dapat memformulasikan masalah-masalah mengenai pemrosesan dan pengolahan bahan nabati menjadi bahan nonpangan pada skala industri, menciptakan sumber energi baru dan energi terbarukan. “Jurusan ini juga mempelajari cara memanfaatkan kekayaan alam Indonesia secara efisien dan efektif dalam mengolah dan memanfaatkan sumber energi baru dan energi terbarukan,” terang Dhea.

Secara akademik, jurusan Teknik Bioenergi dan Kemurgi ITB belajar berbagai jenis mata kuliah setiap semesternya. “Mulai dari Kimia Organik, Analisis Matematik Teknik Proses, Teknologi Fermentasi, Operasi Pemisahan Difusional, Sistem Utilitas, Peristiwa Perpindahan, Bahan Konstruksi Proses, Pengendalian Proses, Konversi Termal Biomassa, Produk Kimia Basis Nabati, hingga Perancangan Pabrik Bioenergi dan Kemurgi,” jelas Rafi.

Setelah itu juga dijelaskan tentang jalur masuk Teknik Bioenergi dan Kemurgi Institut Teknologi Bandung. “Ada Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), dan Seleksi Mandiri ITB (SM ITB) yang tentunya ada pada peminatan Saintek,” jelas Andreas.

Terakhir, prospek kerja terkait jurusan Teknik Bioenergi dan Kemurgi juga dijelaskan. Lulusan Teknik Bioenergi dan Kemurgi akan banyak berkecimpung di bidang produksi energi alternatif, bidang teknologi pascapanen, dan bidang riset bioenergi.

Sumber Artikel: itb.ac.id

Selengkapnya
Berangkat dari Masalah Sektor Energi, Lahirlah Jurusan Teknik Bionergi dan Kemurgi ITB
page 1 of 2 Next Last »