Energi dan Sumber Daya Mineral

PLTMGU Lombok, Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas Uap Pertama di Indonesia yang Turut Menerangi Mandalika

Dipublikasikan oleh Wanda Adiati, S.E. pada 26 Februari 2022


Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas Uap Lombok Peaker menjadi PLTMGU pertama di Indonesia.

Selain itu PLTMGU Lombok Peaker merupakan pembangkit listrik "Combined Cycle" pertama di Indonesia.

Lokasi PLTMGU Lombok Peaker ada di Tanjung Karang, Mataram, Nusa Tenggara Barat.

Setelah pembangunannya selesai pada pertengahan tahun 2020, pembangkit ini telah beroperasi penuh.


Kapasitas PLTMGU Lombok Peaker

PLTMGU Lombok Peaker terdiri dari 13 unit pembangkit gas engine yang terbagi menjadi 2 blok.

Tiap unit memiliki kapasitas 9,76 MW sehingga total daya yang dihasilkan sebesar 126.88 MW.

Jumlah ini masih ditambah dengan 10 MW yang diperoleh dari pemanfaatan uap panas yang diolah oleh sistem PLTU.

Listrik yang dihasilkan PLTMGU Lombok Peaker ini difungsikan untuk mendukung kebutuhan sistem kelistrikan PLN Lombok.

Bertambahnya pasokan listrik ini terutama untuk mendukung tumbuhnya pariwisata termasuk di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika yang merupakan destinasi super prioritas.


Sistem Combined Cycle PLTMGU Lombok Peaker

PLTMGU Lombok Peaker menggabungkan dua sistem proses pembakaran PLTMG dan PLTU yang menghasilkan siklus gabungan yang dikenal dengan istilah "Combined Cycle".

Kombinasi ini dilakukan agar proses produksi energi listrik ini dapat berjalan lebih efisien.

Manager PLN Unit Induk Pembangunan Nusa Tenggara, Yuyun Mimbar Saputra menjelaskan bahwa proses kerja PLTMGU Lombok Peaker ini serupa dengan mesin yang digunakan pada sepeda motor atau mobil.

Sama-sama menggunakan jenis mesin pembakaran dalam (spark ignition combustion), perbedaan mesin PLTMGU ada pada gas engine yang tidak memerlukan proses pengabutan karena bahan bakar yang digunakan sudah berbentuk gas.

Selanjutnya, energi panas dan uap dari gas buang hasil pembakaran di gas engine (PLTMG) digunakan untuk menghasilkan uap yang digunakan sebagai fluida kerja pada turbin (PLTU).

Caranya adalah dengan memanaskan air di HRSG (Heat Recovery Steam Generator) yang nantinya akan menghasilkan uap jenuh kering.

Uap dari hasil HRSG inilah yang kemudian digunakan untuk memutar sudu (baling baling) yang selanjutnya menggerakkan turbin generator dan akhirnya menjadi energi listrik.


PLTMGU Lombok Peaker Ramah Lingkungan

PLTMGU Lombok Peaker menggunakan gas engine untuk proses pembakarannya dan bukan menggunakan gas turbine seperti PLTMGU pada umumnya.

Hal ini karena PLTMGU ini tidak menggunakan batubara sebagai bahan bakar untuk menghasilkan uap, namun memanfaatkan uap panas hasil dari gas engine.

Selain dari aspek bahan bakar, emisi gas buang PLTMGU juga selalu dimonitoring secara online dengan menggunakan peralatan CEMS (Continuous Emission Monitoring System).

Nilai emisi gas buang seperti SO2, NO2, total partikulat dan kepekatan dimonitoring dengan tujuan memastikan emisi yang dihasilkan PLTMGU Lombok Peaker masih dalam ambang batas standar yang telah ditetapkan.

Lebih detail, potensi polusi suara dari kebisingan yang ditimbulkan oleh radiator yang berfungsi sebagai sistem pendingin cukup minim.

Hal ini karena sistem pertukaran panas (heat exchanger) PLTMG Lombok Peaker menggunakan media air laut yang diolah terlebih dahulu dan bersirkulasi dalam siklus tertutup.

Tak heran pembangkit ini menjadi istimewa karena diproyeksikan menjadi pembangkit yang paling ramah lingkungan dan efisien dalam pengoperasiannya.


Sumber Artikel: kompas.com

Selengkapnya
PLTMGU Lombok, Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas Uap Pertama di Indonesia yang Turut Menerangi Mandalika

Energi dan Sumber Daya Mineral

Penambahan Pembangkit Listrik di 2021 Tak Capai Target

Dipublikasikan oleh Wanda Adiati, S.E. pada 26 Februari 2022


Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, realisasi penambahan pembangkit listrik sepanjang 2021 mencapai 1.901,7 mega watt (MW) atau hanya 30,7 persen dari target yang ditetapkan sebesar 6.187,9 MW.

Tambahan pembangkit listrik di tahun lalu juga lebih rendah dibandingkan realisasi tahun 2020 yang sebesar 3.072 MW, meskipun itu hanya mencapai 59 persen dari target yang sebesar 5.209,4 MW.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, penambahan terkait infrastruktur kelistrikan memang mayoritas berada di bawah target. Menurutnya, hal ini tak lepas dari kondisi di 2021 yang masih pandemi Covid-19 sehingga turut mempengaruhi kegiatan.

"Itu semuanya menunjukkan capaian yang di bawah target, karena kita mengerti, maklum, bahwa pandemi Covid-19 masih berdampak pada kegiatan," ungkapnya dalam konferensi pers virtual, Selasa (18/1/2022).

Ia merinci, pada penambahan gardu induk pun realisasinya hanya mencapai 7.731 mega volt ampere (MVA) atau 91,4 persen dari target sebesar 8.460 MVA. Lalu penambahan gardu distribusi sebanyak 2.775,4 MVA atau 91,8 persen dari target yang sebesar 3.022 MVA.

Sementara penambahan transmisi tercatat sebanyak 3.820,61 kilo meter sirkuit (kms) atau 80,2 persen dari target sebesar 4.765,9 kms. Serta penambahan jaringan distribusi sebesar 14.480,1 kms atau hanya 33,9 persen dari target sebanyak 42.714 kms.

Adapun dengan tambahan tersebut, maka total kapasitas pembangkit listrik nasional hingga akhir 2021 mencapai 73.736 MW. Sementara total kapasitas gardu induk mencapai 154.788 MVA dan gardu distribusi mencapai 64.226 MVA.

Kemudian untuk total transmisi tercatat mencapai 64.155 kms dan jaringan distribusi mencapai 1,02 juta kms.

Dengan tambahan infrastruktur kelistrikan tersebut, rasio elektrifikasi hingga akhir 2021 sebesar 99,45 persen, lebih rendah dari target yang seharusnya 100 persen. Namun, ini meningkat dari rasio elektrifikasi di 2020 yang sebesar 99,20 persen.

"Jadi secara tahun ke tahun, itu tetap selalu ada penambahan, walaupun penambahannya memang tak sesuai yang kita targetkan," kata Rida.


Sumber Artikel: kompas.com

Selengkapnya
Penambahan Pembangkit Listrik di 2021 Tak Capai Target

Energi dan Sumber Daya Mineral

Greenpeace Soroti Rencana PLN Membangun Pembangkit Listrik Batu Bara

Dipublikasikan oleh Wanda Adiati, S.E. pada 26 Februari 2022


Greenpeace Indonesia menyoroti rencana Perusahaan Listrik Negara (PLN) terkait pembangunan pembangkit listrik berbasis baru bara. Organisasi ini meminta agar rencana tersebut dihentikan.

Greenpeace Indonesia juga mengingatkan agar rencana pembangunan pembangkit listrik berbasis batu bara, harus diikuti dengan peta jalan yang jelas.

Sebelumnya diinformasikan bahwa Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (KESDM) akan membangun 41 GigaWatt (GW) konstruksi pembangkit listrik.

Pembangunan ini dimaksudkan sebagai upaya memenuhi target rasio elektrifikasi dan kebutuhan listrik nasional seperti dicanangkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana menyebut penambahan konstruksi pembangkit listrik dalam satu dekade mendatang masih akan didominasi energi fosil yang bersumber dari batu bara.

"Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) masih akan mendominasi sekitar 36 persen atau kurang lebih bergerak di angka 14-15 GW dari total penambahan 41 GW itu," kata Rida, dikutip dari Antara pada Kamis (1/4/2021).

Sementara, PLN akan fokus hanya kepada pengembangan energi baru terbarukan, setelah proyek 35.000 MegaWatt (MW) dan Fast Track Program (FTP) II sebesar 7.000 MW rampung pada tahun 2023.

"Niatan baik PLN ini harus disertai dengan peta jalan yang jelas untuk coal phase phase-out pembangkit listrik tenaga uap yang sudah berjalan  dan yang sedang dalam proses pembangunan, sesuai dengan skenario net-zero emission yang telah dibuat PLN," kata Adila Isfandiari, Peneliti Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia melalui surel yang diterima Kompas.com, Senin (10/5/2021).

Bila dirinci, proyek FTP II terdiri dari pembangunan PLTU-PLTU yang totalnya berjumlah 7.000 MW.

Sementara mega proyek 35.000 MW didominasi oleh pembangkit listrik tenaga fosil, terutama PLTU yang berjumlah 20.000 MW, atau sekitar 55 persen, dan EBT hanya 2.000 MW saja, atau 6 persen.

Secara kumulatif, hingga saat ini, produksi listrik dari batu bara masih dan akan terus mendominasi bauran energi listrik di Indonesia, yaitu sekitar 65 persen dengan kapasitas existing mencapai 34,6 GW.

"Bila semua pembangkit berbasis energi kotor ini tetap berjalan, dengan usia operasional puluhan tahun, maka tidak mungkin kita akan mencapai nol emisi di 2050 dan itu hanya jadi sebatas mimpi yang tidak mungkin diwujudkan," ujarnya.

Lantas, skema atau peta jalan seperti apa yang bisa dilakukan?

Menjawab persoalan rencana PLN membangun pembangkit listrik batubara, Greenpeace Indonesia juga menunjukkan data berdasarkan laporan atau studi mengenai Penilaian Sektor Ketenagalistrikan di Asia Tenggara.

Ilustrasi listrik, pembangkit listrik
Ilustrasi Listrik, Pembangkit Listrik

Dalam laporan tersebut menunjukkan bahkan dengan skema energi terbarukan, di tahun 2030, Indonesia hanya mampu mencapai 26 persen energi terbarukan dibandingkan 50 persen energi terbarukan yang dibutuhkan untuk mencegah kenaikan suhu di atas 1,5 derajat Celcius.

Oleh karena itu, menurut dia, dalam skema energi terbarukan terbaik, Indonesia harus melakukan moratorium PLTU batu bara saat ini, tanpa menunggu penyelesaian proyek 35.000 MW dan FTP II untuk bisa mencapai target 1,5 derajat Celcius di 2050.

“Rencana PLN ini meski merupakan kemajuan, tetapi masih jauh dari ambisius dan Indonesia akan tetap terkunci oleh PLTU batu bara di 2023 dan puluhan tahun ke depannya. Diperlukan perubahan sistem dan implementasi yang disiplin untuk mencapai rencana PLN ini," jelasnya.


Dampak Jika Target PLN dan KESDM Gagal

Adila menjelaskan, jika tidak ada rencana penutupan secara bertahap terhadap kapasitas terpasang PLTU saat ini untuk mencapai nol PLTU, maka berbagai risiko pasti akan muncul.

Risiko tersebut tentunya berkaitan dengan keuangan negara, dan juga bertambahnya emisi gas rumah kaca (GRK).

Diketahui, jika dengan masa beroperasi PLTU rata-rata adalah 30-40 tahun, maka kondisi tersebut akan mengunci emisi GRK serta mengurangi ruang bagi energi terbarukan untuk berkembang.

Dikatakan Adila, penambahan PLTU batu bara baru dari proyek 35.000 MW dan FTP tentunya sangatlah bertentang dengan rekomendasi IPCC.

Seperti diketahui, rekomendasi IPCC ini adalah ketentuan di mana seluruh negara harus menutup 80 persen dari PLTU existing agar target 1,5 derajat Celcius seperti Perjanjian Paris bisa tercapai.

Oleh sebab itu, Adila menegaskan, selain pentingnya sebuah peta jalan, juga pentingnya komitmen PLN mencapai emisi nol di 2050 dituangkan dalam RUPTL 2021-2030.

“Pengembangan energi terbarukan juga tidak boleh mengikutsertakan sejumlah solusi palsu seperti nuklir, biofuel,” tuturnya.

“Perlu diingat bahwa keberhasilan Indonesia untuk menuju net-zero emission sangat bergantung pada sektor energi," imbuhnya.

Pembangunan sektor energi yang berketahanan iklim tidak hanya akan menjadi modal bagi masyarakat Indonesia dalam menghadapi situasi krisis, melainkan juga menjadi kontribusi Indonesia pada dunia sebagai salah satu negara yang masuk dalam daftar 10 besar negara penghasil gas rumah kaca.


Sumber Artikel: kompas.com

Selengkapnya
Greenpeace Soroti Rencana PLN Membangun Pembangkit Listrik Batu Bara

Teknik Lingkungan

Limbah

Dipublikasikan oleh Merlin Reineta pada 26 Februari 2022


Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Macam jenis limbah berupa sampah, air kakus (black water), dan air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water).

Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah, yang sering kali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.

Keputusan Menperindag RI No. 231/MPP/Kep/7/1997 Pasal I tentang prosedur impor limbah, menyebutkan bahwa limbah adalah barang atau bahan sisa dan bekas dari kegiatan atau proses produksi yang fungsinya sudah berubah.

Lalu, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo.PP 85/1999, limbah didefinisikan sebagai sisa atau buangan dari suatu usaha dan atau kegiatan manusia. Dengan kata lain, limbah adalah barang sisa dari suatu kegiatan yang sudah tidak bermanfaat atau bernilai ekonomi lagi.

Pada tahun 2013, produksi limbah dunia sebanyak 35.5 juta ton dan diperkiran 8 juta ton limbah dibuang ke laut atau sama saja seperti 1 truk sampah yang dibuang ke laut pada setiap menitnya.

Pengolahan limbah

Beberapa faktor yang memengaruhi kualitas limbah adalah volume limbah, kandungan bahan pencemar, dan frekuensi pembuangan limbah. Untuk mengatasi limbah ini diperlukan pengolahan dan penanganan limbah. Pada dasarnya pengolahan limbah ini dapat dibedakan menjadi:

  1. Pengolahan menurut tingkatan perlakuan
  2. Pengolahan menurut karakteristik limbah

Untuk mengatasi berbagai limbah dan air limpasan (hujan), maka suatu kawasan permukiman membutuhkan berbagai jenis layanan sanitasi. Layanan sanitasi ini tidak dapat selalu diartikan sebagai bentuk jasa layanan yang disediakan pihak lain. Ada juga layanan sanitasi yang harus disediakan sendiri oleh masyarakat, khususnya pemilik atau penghuni rumah, seperti jamban misalnya.

  1. Layanan air limbah domestik: pelayanan sanitasi untuk menangani limbah Air kakus.
  2. Jamban yang layak harus memiliki akses air bersih yang cukup dan tersambung ke unit penanganan air kakus yang benar. Apabila jamban pribadi tidak ada, maka masyarakat perlu memiliki akses ke jamban bersama atau MCK.
  3. Layanan persampahan. Layanan ini diawali dengan pewadahan sampah dan pengumpulan sampah. Pengumpulan dilakukan dengan menggunakan gerobak atau truk sampah. Layanan sampah juga harus dilengkapi dengan tempat pembuangan sementara (TPS), tempat pembuangan akhir (TPA), atau fasilitas pengolahan sampah lainnya. Di beberapa wilayah pemukiman, layanan untuk mengatasi sampah dikembangkan secara kolektif oleh masyarakat. Beberapa ada yang melakukan upaya kolektif lebih lanjut dengan memasukkan upaya pengkomposan dan pengumpulan bahan layak daur-ulang.
  4. Layanan drainase lingkungan adalah penanganan limpasan air hujan menggunakan saluran drainase (selokan) yang akan menampung limpasan air tersebut dan mengalirkannya ke badan air penerima. Dimensi saluran drainase harus cukup besar agar dapat menampung limpasan air hujan dari wilayah yang dilayaninya. Saluran drainase harus memiliki kemiringan yang cukup dan terbebas dari sampah.
  5. Penyediaan air bersih dalam sebuah pemukiman perlu tersedia secara berkelanjutan dalam jumlah yang cukup, karena air bersih memang sangat berguna di masyarakat

Logo limbah B3

  • Logo Limbah b3 Beracun 2015

  • Logo Limbah B3 Infeksius 2015

  • Logo Limbah B3 Padatan Menyala 2015

  • Logo Limbah B3 Cairan Menyala 2015

  • Logo Limbah B3 Campuran 2015

  • Logo Limbah B3 Korosif 2015

  • Logo Limbah B3 Mudah Meledak 2015

  • Logo Limbah b3 Pencemaran Lingkungan 2015

Karakteristik limbah

  1. Berukuran mikro
  2. Dinamis
  3. Berdampak luas (penyebarannya)
  4. Berdampak jangka panjang

Limbah B3 industri

Berdasarkan karakteristiknya limbah B3 industri dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu:

  1. Limbah B3 cair biasanya dikenal sebagai entitas pencemar air. Komponen pencemaran air pada umumnya terdiri dari bahan buangan padat, bahan buangan organik dan bahan buangan anorganik
  2. Limbah B3 padat
  3. Limbah B3 gas
  4. Limbah B3 partikel yang tidak terdefinisi

Proses Pencemaran Udara Semua spesies kimia yang dimasukkan atau masuk ke atmosfer yang “bersih” disebut kontaminan. Kontaminan pada konsentrasi yang cukup tinggi dapat mengakibatkan efek negatif terhadap penerima (receptor), bila ini terjadi, kontaminan disebut cemaran (pollutant).Cemaran udara diklasifihasikan menjadi 2 kategori menurut cara cemaran masuk atau dimasukkan ke atmosfer yaitu: cemaran primer dan cemaran sekunder. Cemaran primer adalah cemaran yang diemisikan secara langsung dari sumber cemaran. Cemaran sekunder adalah cemaran yang terbentuk oleh proses kimia di atmosfer.

Sumber cemaran dari aktivitas manusia (antropogenik) adalah setiap kendaraan bermotor, fasilitas, pabrik, instalasi atau aktivitas yang mengemisikan cemaran udara primer ke atmosfer. Ada 2 kategori sumber antropogenik yaitu: sumber tetap (stationery source) seperti: pembangkit energi listrik dengan bakar fosil, pabrik, rumah tangga, jasa, dan lain-lain dan sumber bergerak (mobile source) seperti: truk, bus, pesawat terbang, dan kereta api.

Lima cemaran primer yang secara total memberikan sumbangan lebih dari 90% pencemaran udara global adalah:

a. Karbon monoksida (CO),
b. Nitrogen oksida (Nox),
c. Hidrokarbon (HC),
d. Sulfur oksida (SOx)
e. Partikulat.

Selain cemaran primer terdapat cemaran sekunder yaitu cemaran yang memberikan dampak sekunder terhadap komponen lingkungan ataupun cemaran yang dihasilkan akibat transformasi cemaran primer menjadi bentuk cemaran yang berbeda. Ada beberapa cemaran sekunder yang dapat mengakibatkan dampak penting baik lokal,regional maupun global yaitu:

a. CO2 (karbon dioksida),
b. Cemaran asbut (asap kabut) atau smog (smoke fog),
c. Hujan asam,
d. CFC (Chloro-Fluoro-Carbon/Freon),
e. CH4 (metana).

Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. Sedangkan sesuai definisi pada Undang Undang 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dimaksud dengan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan, merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Yang termasuk limbah B3 antara lain adalah bahan baku yang berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi karena rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas kapal yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus. Bahan-bahan ini termasuk limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lain-lain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3

Identifikasi Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) berdasarkan jenis, sumber dan karakteristiknya

Jenis limbah B3 menurut jenisnya meliputi :

  1. Limbah B3 Jenis Padatan
  2. Limbah B3 Jenis Cairan
  3. Limbah B3 Jenis Gas
  4. Limbah B3 Jenis Partikel yang tidak terdefinisi

Jenis limbah B3 menurut sumbernya meliputi :

  1. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik;
  2. Limbah B3 dari sumber spesifik;
  3. Limbah B3 dari bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan, bekas kemasan, dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.

Karakteristik limbah B3

  • Limbah mudah meledak adalah limbah yang pada suhu dan tekanan standar (25 °C, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan/atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan sekitarnya.
  • Limbah mudah terbakar adalah limbah-limbah yang mempunyai salah satu sifat-sifat sebagai berikut:
    • Limbah yang berupa cairan yang mengandung alkohol kurang dari 24% volume dan/atau pada titik nyala tidak lebih dari60 °C (140 OF) akan menyala apabila terjadi kontak dengan api, percikan api atau sumber nyala lain pada tekanan udara 760 mmHg.
    • Limbah yang bukan berupa cairan, yang pada temperatur dan tekanan standar (25 C, 760 mmHg) dapat mudah menyebabkan kebakaran melalui gesekan, penyerapan uap air atau perubahan kimia secara spontan dan apabila terbakar dapat menyebabkan kebakaran yang terus menerus.
    • Merupakan limbah yang bertekanan yang mudah terbakar .
    • Merupakan limbah pengoksidasi.
  • Limbah beracun adalah limbah yang mengandung pencemar yang bersifat racun bagi manusia atau lingkungan yang dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui sistem pernafasan, kulit atau mulut. Penentuan sifat racun untuk identifikasi limbah ini dapat menggunakan baku mu tu konsentrasi TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure) pencemar organik dan anorganik dalam limbah. Apabila limbah mengandung salah satu pencemar yang terdapat, dengan konsentrasi sama atau lebih besar dari nilai dalam Lampiran II tersebut, maka limbah tersebut merupakan limbah B3. Bila nilai ambang batas zat pencemar tidak terdapat pada Lampiran II tersebut maka dilakukan uji toksikologi.
  • Limbah yang menyebabkan infeksi. Bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan dari tubuh manusia yang terkena infeksi, limbah dari laboratorium atau limbah lainnya yang terinfeksi kuman penyakit yang dapat menular. Limbah ini berbahaya karena mengandung kuman penyakit seperti hepatitis dan kolera yang ditularkan pada pekerja, pembersih jalan, dan masyarakat di sekitar lokasi pembuangan limbah
  • Limbah bersifat korosif adalah limbah yang mempunyai salah satu sifat sebagai berikut:
    • Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit.
    • Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja (SAE 1020) dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur pengujian 55 °C.
    • Mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk limbah bersifat asam dan sama atau lebih besar dari 12.5 untuk yang bersifat basa.
  • Limbah yang bersifat reaktif adalah limbah-limbah yang mempunyai salah satu sifat-sifat sebagai berikut:
    • Limbah yang pada keadaan normal tidak stabil dan dapat menyebabkan perubahan tanpa peledakan.
    • Limbah yang dapat bereaksi hebat dengan air
    • Limbah yang apabila bercampur dengan air berpotensi menimbulkan ledakan, menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang membahayakan bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
    • Merupakan limbah Sianida, Sulfida atau Amoniak yang pada kondisi pH antara 2 dan 12,5 dapat menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.
    • Limbah yang dapat mudah meledak atau bereaksi pada suhu dan tekanan standar (25 C, 760 mmHg).
    • Limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepas atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi.

Kegiatan Pengelolaan limbah B3

Kegiatan Pengelolaan limbah B3 merupakan suatu rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan dan pengolahan serta penimbunan hasil pengolahan tersebut. Dalam rangkaian kegiatan tersebut terkait beberapa pihak yang masing-masing merupakan mata rantai dalam pengelolaan limbah B3, yaitu:

  • Reduksi Limbah B3: Suatu kegiatan pada penghasil untuk mengurangi jumlah dan mengurangi sifat bahaya dan racun limbah B3, sebelum dihasilkan dari suatu kegiatan
  • Penyimpanan Limbah B3 : kegiatan menyimpan limbah B3 yang dilakukan oleh penghasil dan/atau pengumpul dan/atau pemanfaat dan/atau pengolah dan/atau penimbun limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara
  • Pengumpulan Limbah B3: kegiatan mengumpulkan limbah B3 dari penghasil limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara sebelum diserahkan kepada pemanfaat dan/atau pengolah dan/atau penimbun limbah B3
  • Pengangkutan Limbah B3: kegiatan pemindahan limbah B3 dari penghasil dan/atau dari pengumpul dan/atau dari pemanfaat dan/ atau dari pengolah ke pengumpul dan/atau ke pemanfaat dan/atau ke pengolah dan/atau ke penimbun limbah B3
  • Pemanfaatan Limbah B3: kegiatan perolehan kembali (recovery) dan/atau penggunaan kembali (reuse) dan/atau daur ulang (recycle) yang bertujuan untuk mengubah limbah B3 menjadi suatu produk yang dapat digunakan dan harus juga aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia
  • Pengolahan Limbah B3: proses untuk mengubah karakteristik dan komposisi limbah B3 untuk menghilangkan dan/atau mengurangi sifat bahaya dan/atau sifat racun
  • Penimbunan Limbah B3: kegiatan menempatkan limbah B3 pada suatu fasilitas penimbunan dengan maksud tidak membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup

Dengan pengolahan limbah sebagaimana tersebut di atas. maka mata rantai siklus perjalanan limbah B3 sejak dihasilkan oleh penghasil limbah B3 sampai penimbunan akhir oleh pengolah limbah B3 dapat diawasi. Setiap mata rantai perlu diatur, sedangkan perjalanan limbah B3 dikendalikan dengan system manifest berupa dokumen limbah B3. Dengan system manifest dapat diketahui berapa jumlah B3 yang dihasilkan dan berapa yang telah dimasukkan ke dalam proses pengolahan dan penimbunan tahap akhir yang telah memiliki persyaratan lingkungan.

 

Sumber Artikel: Wikipedia.org

Selengkapnya
Limbah

Teknik Lingkungan

Sampah

Dipublikasikan oleh Merlin Reineta pada 26 Februari 2022


Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah didefinisikan oleh manusia menurut derajat keterpakaiannya, dalam proses-proses alam sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada hanya produk-produk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut berlangsung. Akan tetapi karena dalam kehidupan manusia didefinisikan konsep lingkungan maka sampah dapat dibagi menurut jenis-jenisnya.

Jenis-jenis

Berdasarkan sumbernya

  1. Sampah alam
  2. Sampah manusia
  3. Sampah konsumsi
  4. Sampah nuklir
  5. Sampah industri
  6. Sampah pertambangan

Berdasarkan sifatnya

  • Sampah organik - dapat diurai (degradable)

Sampah Organik, yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan, sayuran, daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat diolah lebih lanjut menjadi kompos.

Contohnya: Daun, kayu, kulit telur, bangkai hewan, bangkai tumbuhan, kotoran hewan dan manusia, Sisa makanan, Sisa manusia. kardus, kertas dan lain-lain.

  • Sampah anorganik - tidak terurai (undegradable)

Sampah Anorganik, yaitu sampah yang tidak mudah membusuk, seperti plastik wadah pembungkus makanan, kertas, plastik mainan, botol dan gelas minuman, kaleng, dan sebagainya. Sampah ini dapat dijadikan sampah komersial atau sampah yang laku dijual untuk dijadikan produk laiannya. Beberapa sampah anorganik yang dapat dijual adalah plastik wadah pembungkus makanan, botol dan gelas bekas minuman, kaleng, kaca, dan kertas, baik kertas koran, HVS, maupun karton.

  • beracun (B3): limbah dari bahan-bahan berbahaya dan beracun seperti limbah rumah sakit, limbah pabrik dan lain-lain.

Berdasarkan bentuknya

Sampah adalah bahan baik padat atau cairan yang tidak dipergunakan lagi dan dibuang. Menurut bentuknya sampah dapat dibagi sebagai:

Sampah padat

Sampah padat adalah segala bahan buangan selain kotoran manusia, urine dan sampah cair. Dapat berupa sampah rumah tangga: sampah dapur, sampah kebun, plastik, metal, gelas dan lain-lain. Menurut bahannya sampah ini dikelompokkan menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik Merupakan sampah yang berasal dari barang yang mengandung bahan-bahan organik, seperti sisa-sisa sayuran, hewan, kertas, potongan-potongan kayu dari peralatan rumah tangga, potongan-potongan ranting, rumput pada waktu pembersihan kebun dan sebagainya.

Berdasarkan kemampuan diurai oleh alam (biodegradability), maka dapat dibagi lagi menjadi:

  1. Biodegradable: yaitu sampah yang dapat diuraikan secara sempurna oleh proses biologi baik aerob atau anaerob, seperti: sampah dapur, sisa-sisa hewan, sampah pertanian dan perkebunan.
  2. Non-biodegradable: yaitu sampah yang tidak bisa diuraikan oleh proses biologi. Dapat dibagi lagi menjadi:
    • Recyclable: sampah yang dapat diolah dan digunakan kembali karena memiliki nilai secara ekonomi seperti plastik, kertas, pakaian dan lain-lain.
    • Non-recyclable: sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi dan tidak dapat diolah atau diubah kembali seperti tetra packs, carbon paper, thermo coal dan lain-lain.

Sampah cair

Sampah cair adalah bahan cairan yang telah digunakan dan tidak diperlukan kembali dan dibuang ke tempat pembuangan sampah.

  • Limbah hitam: sampah cair yang dihasilkan dari toilet. Sampah ini mengandung patogen yang berbahaya.
  • Limbah rumah tangga: sampah cair yang dihasilkan dari dapur, kamar mandi dan tempat cucian. Sampah ini mungkin mengandung patogen.

Sampah dapat berada pada setiap fase materi: padat, cair, atau gas. Ketika dilepaskan dalam dua fase yang disebutkan terakhir, terutama gas, sampah dapat dikatakan sebagai emisi. Emisi biasa dikaitkan dengan polusi.

Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang dari aktivitas industri (dikenal juga dengan sebutan limbah), misalnya pertambanganmanufaktur, dan konsumsi. Hampir semua produk industri akan menjadi sampah pada suatu waktu, dengan jumlah sampah yang kira-kira mirip dengan jumlah konsumsi.

Sampah alam

Sampah yang diproduksi di kehidupan liar diintegrasikan melalui proses daur ulang alami, seperti halnya daun-daun kering di hutan yang terurai menjadi tanah. Di luar kehidupan liar, sampah-sampah ini dapat menjadi masalah, misalnya daun-daun kering di lingkungan pemukiman.

Sampah manusia

Sampah manusia (Inggris: human waste) adalah istilah yang biasa digunakan terhadap hasil-hasil pencernaan manusia, seperti feses dan urin. Sampah manusia dapat menjadi bahaya serius bagi kesehatan karena dapat digunakan sebagai vektor (sarana perkembangan) penyakit yang disebabkan virusdan bakteri. Salah satu perkembangan utama pada dialektika manusia adalah pengurangan penularan penyakit melalui sampah manusia dengan cara hidup yang higienis dan sanitasi. Termasuk didalamnya adalah perkembangan teori penyaluran pipa (plumbing). Sampah manusia dapat dikurangi dan dipakai ulang misalnya melalui sistem urinoir tanpa air.

Sampah konsumsi

Sampah konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh (manusia) pengguna barang, dengan kata lain adalah sampah-sampah yang dibuang ke tempat sampah. Ini adalah sampah yang umum dipikirkan manusia. Meskipun demikian, jumlah sampah kategori ini pun masih jauh lebih kecil dibandingkan sampah-sampah yang dihasilkan dari proses pertambangan dan industri.

Limbah radioaktif

Sampah nuklir merupakan hasil dari fusi nuklir dan fisi nuklir yang menghasilkan uranium dan thorium yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidup dan juga manusia. Oleh karena itu sampah nuklir disimpan ditempat-tempat yang tidak berpotensi tinggi untuk melakukan aktivitas tempat-tempat yang dituju biasanya bekas tambang garam atau dasar laut (walau jarang namun kadang masih dilakukan).

Dampak Sampah Bagi Masyarakat

Terhadap Kesehatan

Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat, kecoa, dan tikus yang dapat menimbulkan penyakit.

Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan sampah adalah sebagai berikut:

  • Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum. Penyakit demam berdarah dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai.
  • Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).
  • Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelumnya masuk ke dalam pencernakan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan/sampah.
  • Sampah beracun: Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa (Hg). Raksa ini berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi baterai dan akumulator.

Terhadap Lingkungan

  1. Dampak terhadap ekosistem perairan

Sampah yang dibuang sembarangan ke berbagai tempat dibedakan menjadi dua yaitu sampah organik dan sampah an-organik. Pada satu sisi sampah organik ini juga dianggap dapat mengurangi kadar oksigen ke dalam lingkungan perairan, sampah an-organik dapat juga mengurangi sinar matahari yang memasuki ke dalam lingkungan perairan, sehingga mengakibatkan proses esensial dalam ekosistem seperti fotosintesis akan menjadi terganggu. Sampah organik dan an-organik membuat air menjadi keruh, kondisi akan mengurangi organisma yang hidup dalam kondisi seperti itu. Sehingga populasi hewan kecil-kecil akan terganggu.

Rembesan cairan yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan tercemari. Berbagai mahluk hidup seperti ikan dipastikan akan mati sehingga beberapa spesies ikan akan musnah sehingga akan mengubah kondisi ekosistem perairan secara biologis. Penguraian sampah yang dibuang secara langsung ke dalam air atau sungai akan tercipta asam organik dan gas cair organik, seperti misalnya metana, selain menimbulkan gas yang berbau, gas ini dengan konsentrasi yang tinggi akan menimbulkan peledakan.

2. Dampak terhadap ekosistem daratan

Sampah yang dibuang secara langsung dalam ekosistem darat akan mengundang organisme tertentu menimbulkan perkembangbiakan seperti tikus, kecoa, lalat, dan lain sebagainya. Perkembangbiakan serangga atau hewan tersebut dapat meningkat tajam.

Terhadap Sosial dan Ekonomi

  • Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang kurang menyenangkan bagi masyarakat: bau yang tidak sedap dan pemandangan yang buruk karena sampah bertebaran dimana-mana.
  • Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan.
  • Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan masyarakat. Hal penting di sini adalah meningkatnya pembiayaan secara langsung (untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung (tidak masuk kerja, rendahnya produktivitas).
  • Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase, dan lain-lain.
  • Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengolahan air. Jika sarana penampungan sampah kurang atau tidak efisien, orang akan cenderung membuang sampahnya di jalan. Hal ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering dibersihkan dan diperbaiki.

 

Sumber Artikel: Wikipedia.org

Selengkapnya
Sampah

Teknik Lingkungan

Limbah industri pangan

Dipublikasikan oleh Merlin Reineta pada 26 Februari 2022


Menurut Komisi Eropalimbah industri pangan adalah "setiap zat yang dapat dimakan, mentah ataupun matang; yang dibuang, entah sengaja dibuang atau memang perlu dibuang".

Untuk mengatasi masalah limbah makanan,  perlu ada teknologi berkelanjutan dimulai dari tahap reduksi, reuse (menggunakan kembali), recycling(daur ulang), dan recovery (pemulihan). Reduksi dilakukan dengan cara mengubah limbah menjadi bahan lain yang lebih baik kualitasnya; reusedilakukan di dalam pabrik yang bersangkutan maupun dilakukan oleh pabrik lain; proses daur ulang dilakukan dengan cara mengubah limbah menjadi produk yang mempunyai nlai jual dan nilai tambah; serta pemulihan untuk mendaur ulang air dan minyak/lemak. Penanganan limbah dalam konteks ini lebih bersifat mengobati daripada mencegah, dan hal ini merupakan serangkaian kegiatan yang terdiri dari pengurangan limbah/reduksi; pengumpulan dan penyimpanan sementara limbah untuk kemudian diangkut dan dibawa ke tempat pembuangan limbah; pemanfaatan limbah yang dapat berupa daur ulang atau pemakaian kembali; perlakuan penanganan limbah.

Penanganan limbah padat

Penanganan secara fisika

Pengayakan

Pengayakan berfungsi untuk menghilangkan partikel besar yang menyumbat aliran limbah jika dilakukan perlakuan penanganan selanjutnya. Jenis ayakan yang sering dipakai dalam industri adalah ayakan bergetar, terutama industri yang bahan bakunya adalah buah dan sayur.

Sedimentasi

Proses sedimentasi dilakukan dalam suatu kolam atau baskom yang dirancang agar aliran limbah bersifat perpetual. Sedimentasi merupakan proses pemisahan antara padatan dan cairan limbah secara gravitasi yang seringkali dapat terjadi karena proses alamiah tanpa bantuan bahan kimia. Metode pemisahan ini banyak dipakai untuk menangani limbah di pabrik gula, pengolahan daging, dan pengolahan ikan.

Flotasi

Flotasi merupakan proses pemisahan bahan tersuspensi dengan cairan encer berdasarkan perbedaan spesifik gravitasi. Metode ini menggunakan gelembung udara untuk menarik partikel padat mengapung menuju permukaan cairan. Dalam industri pangan, pemisahan metode ini banyak dipakai untuk menghilangkan protein terlarut pada kedelai. 

Kristalisasi

Kristalisasi adalah pembentukkan partikel padat pada fase homogen. Cara ini merupakan cara yang efektif untuk mendapatkan substansi murni yang berasal dari suatu campuran, dan cara ini banyak dipakai untuk memurnikan bahan organik dan anorganik.

Sentrifugasi

Sentrifugasi adalah cara yang dipakai untuk memisahkan bahan tersuspensi dengan menaikkan gaya gravitasinya. Cara ini banyak diterapkan pada indstri pembuatan minyak ikan.

Penanganan secara kimia

Pengendapan

Pengendapan merupakan proses perubahan bahan terlarut menjadi bahan yang tidak larut dengan penambahan bahan kimia ke dalam suatu medium cairan.

Flokulasi

Flokulasi merupakan pelarutan dari suspensi partikel yang terdapat pada limbah. Proses flokulasi bergantung pada laju aliran, kedalaman kolam atau baskom, konsentrasi patikel, dan ukuran partikel.

Penanganan limbah cair

Limbah cair yang dikeluarkan dari pabrik makanan berwarna keruh karena mengandung konsentrasi tinggi dari biochemical oxygen demand (BOD); kadar minyak dan lemak; padatan tersuspensi; dan juga bahan kimia seperti nitrogen dan fosfor.

Industri pangan yang menghasilkan limbah air adalah misalnya industri pengolahan gula tebu, pembuatan tepung singkong, dan fermentasi alkoholyang menggunakan molase/sirup gula. Perlakuan secara anaerobik cocok diterapkan pada penanganan limbah cair. Pada kondisi yang anaerobik/kadar oksigen sedikit, bakteri mampu mengurai limbah. (Thakur page 51) Kedalaman kolam anaerobik antara 15-20 kaki, dengan lama pemrosesan limbah antara 2-20 hari. Pada industri pengolahan kentangchemical oxygen demand (COD) dihilangkan sebanyak 75-80%.

Limbah cair dapat didaur ulang setelah perlakuan penanganan limbah yang dilakukan di kolam oksidasi atau kolam stabilisasi untuk irigasi pertanian.Oksigen dihasilkan dari populasi alga/ganggang.

Parameter kualitas air

Beberapa parameter yang dipakai untuk menentuan standar kualitas air adalah sebagai berikut : 

Oksigen terlarut

Saat limbah bercampur dengan air, maka mikroorganisme akan menguraikan limbah tersebut menjadi karbondioksida. Oksigen terlarut dalam air dibutuhkan selama proses penguraian tersebut. Laju dari kebutuhan oksigen terlarut berpengaruh terhadap konsentrasi limbah. Semakin tinggi konsentrasi limbah, maka mikroorganisme pengurai semakin aktif; dan kebutuhan oksigen pun semakin tinggi; sebaliknya, semakin rendah konsentrasi limbah, semakin rendah pula laju deoksigenasi.

Suhu

Suhu sangat berpengaruh baik terhadap kelarutan oksigen maupun aktivitas mikroorganisme. Oleh karena itu, alat pendingin sangat dibutuhkan dalam perlakuan penanganan limbah.

Kebutuhan oksigen

Kebutuhan oksigen adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses degradasi agar mikroorganisme pengurai bekerja dengan baik.

  • Biochemical Oygen Demand (BOD)

BOD terdiri dari dua bentuk yaitu padatan dan zat terlarut. Pada penanganan limbah buah dan sayur, BOD yang terlarut lebih dari 85% dari total BOD.

  • Chemical Oxygen Demand

Kekuatan dari limbah seringkali diukur dengan uji COD berdasarkan reaksi kimia antara unsur-unsur dalam limbah cair dengan reagen yang dipakai dalam uji COD tersebut. Banyak dari unsur-unsur limbah cair yang tidak tergedradasi secara biologi, namun dapat teroksidasi secara kimia, sehingga nilai COD lebih besar daripada nilai BOD. Satuan dari COD adalah miligram/liter.

  • Total Oxygen Demand (TOD) dan Total Organic Carbon (TOC)

Sejumlah contoh/sample dari limbah diambil untuk dilakukan proses pembakaran pada tungku api. Kebutuhan oksigen total merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan selama proses pembakaran; sedangkan jumlah karbon organik merupakan jumlah karbon yang dihasilkan selama pembakaran berlangsung.

Padatan tersuspensi

Padatan tersuspensi pada limbah dipertimbangkan sebagai parameter karena beberapa hal di bawah ini

  • Bahan organik yang tidak dapat disaring/terlarut dapat membentuk lapisan buih mengambang pada permukaan kolam, sama seperti kolam yang dialiri air. Adanya buih bukan hanya karena tidak nyaman dilihat, namun buih menghalangi transfer oksigen ke dalam air serta menghalangi masuknya cahaya ke dalam air.
  • Adanya bahan terlarut yang dapat membuat air menjadi keruh bukan saja menghambat oksigen serta cahaya agar dapat masuk ke dalam air, namun juga membahayakan hewan yang hidup di air.
  • Bahan terlarut yang berat cenderung berada dalam aliran yang lambat, lama kelamaan membentuk endapan. Walaupun endapan tersebut banyak mengandung oksigen sehingga penguraian limbah dapat terjadi secara anaerobik, namun risikonya adalah terbentuknya gas yang dapat menimbulkan bau.

Aliran limbah

Menghitung laju aliran secara tepat adalah hal penting untuk menentukan beban hidrolik dan menghitung beban organik dari limbah kotor.

Pemanfaatan limbah industri pangan

Pemanfaatan limbah pangan sangat berpengaruh terhadap pengurangan limbah itu sendiri dan membuka peluang baru serta keuntungan dalam suatu sistem produksi makanan. 

Limbah dari umbi-umbian

Bubur kentang sebagai sisa dari kentang yang diparut setelah proses ekstraksi pati dapat digunakan sebagai sumber pektin dalam kondisi alkali/basa; dan juga dapat dipakai untuk menggantikan serat kayu dalam pembuatan kertas untuk kemasan pangan; dan sebagai substrat untuk ragi dan pembuatan vitamin B12.

Kulit singkong digunakan sebagai substrat untuk produksi enzim seperti selulasealpha-amilaseglukoamilase, dan xylanase.

Limbah dari sayur dan buah

Limbah dari buah dan sayur dapat dimanfaatkan untuk tujuan fortifikasi pangan dengan mengolah limbah menjadi zat seperti polifenolserat pangan, minyak esensial, pigmenenzim, dan asam organik. Limbah dari buah jeruk dan nanas pun dapat dimanfaatkan sebagai makanan hewan, dan dapat pula dimanfaatkan untuk pembuatan sirup gula.

Limbah perikanan

Limbah yang dihasilkan dari industri perikanan dan kelautan bersumber dari industri hulu yang dimulai dari penangkapan ikan hingga didistribusikan ke pasar ikan; industri antara yang mengolah ikan menjadi suatu produk pangan; hingga sampai ke industri hilir yang meliputi pengepakan, penyimpanan produk, dan distribusi ke tangan konsumen. Limbah cair yang berasal dari industri perikanan tangkap maupun industri budidaya berasal dari pemakaian minyak yang menghasilkan hidrokarbon untuk digunakan pada unit mesin penggerak yang memanfaatkan tenaga pembangkit listrik. Jika digunakan dalam jumlah yang besar, maka akan membahayakan kehidupan di laut. Sementara itu, limbah yang berasal dari industri pengolahan ikan pada umumnya merupakan bahan organik yang mudah terurai, dan tidak terlalu membahayakan lingkungan jika terdapat dalam jumlah yang banyak. 

Air limbah dari industri pengolahan dan budidaya ikan jika diproses dengan baik, maka akan dapat dipakai sebagai pupuk organik cair di sektor pertanian; kulit dan tulang ikan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan bahan penstabil makanan; jeroan ikan pun dapat dimanfaatkan oleh sektor peternakan sebagai makanan sapi, domba, dan unggas.

 

Sumber Artikel: Wikipedia.org

Selengkapnya
Limbah industri pangan
« First Previous page 270 of 274 Next Last »