Internet of Things

In Picture: Pemenang Internet of Things Creation 2021 ASIOTI

Dipublikasikan oleh Muhammad Farhan Fadhil pada 24 Maret 2022


Direktur Standardisasi Perangkat Pos dan Informatika Mulyadi (kanan), menyaksikan melalui monitor Menteri Komunikasi dan Informatika Johny G. Plate mengucapkan selamat kepada 3 tim pemenang IoT Creation 2021, di Bogor, Jawa Barat, Kamis (30/9/2021).

Tiga tim tepilih sebagai pemenang yakni  TTG Team dari Lombok Barat sebagai juara, disusul posisi kedua ETA Indonesia dari Surabaya dan Mantis Indonesia dari Bogor pemenang ketiga.

IoT Creation merupakan kolaborasi Ditjen SDPPI Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan Asosiasi Internet of Things Indonesia (ASIOTI). Kompetisi ini fokus mengembangkan solusi yang dapat diimplementasikan oleh masyarakat dengan hadiah utama bagi juara yakni sertifikasi perangkat SDPPI dan masing-masing tim pemenang mendapatkan uang tunai dan pengujian perangkat di Lab Uji Polytron.

Pada saat bersamaan diselenggarakan diksusi panel tentang IoT Creation
yang diikuti Ketua Umum ASIOTI Teguh Prasetya , Associate
General Manager Business Development PT Hartono Istana Teknologi
(Polytron) Joegianto, Koordinator Sertifikasi dan Data Perangkat Pos Telekomunikasi dan Informatika , Wahyu Adi Dana P,  dan Head of Corporate and Marketing Communication Alita Praya Mitra.

Sumber Artikel: republika.co.id

Selengkapnya
In Picture: Pemenang Internet of Things Creation 2021 ASIOTI

Internet of Things

Potensi Tinggi Implementasi IoT

Dipublikasikan oleh Muhammad Farhan Fadhil pada 24 Maret 2022


Sejak revolusi industri 4.0 mulai digaungkan, istilah Internet of Things (IoT) mulai sering terdengar. Bukan hanya hadir untuk sektor industri, IoT kini juga banyak dimanfaatkan untuk pemanfaatan teknologi di kalangan retail, seperti smart homes dan smart offices yang telah banyak ditemui.

Ekosistem IoT di Indonesia pun terus berkembang dan memiliki potensi yang besar. Apalagi ketika didorong oleh hadirnya teknologi 5G. Namun di sisi lain, terdapat sejumlah tantangan yang menjadi pekerjaan rumah bagi pengembang IoT saat ini.

Menurut Ketua Umum Asosiasi IoT Indonesia (ASIOTI), Teguh Prasetya potensi ekosistem atau pasar IoT di Indonesia pada 2022 mencapai 26 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau Rp 372 triliun. Besarnya perkiraan jumlah ini, terdiri dari peningkatan di beberapa sektor.

Mulai dari, sektor perangkat yang potensinya meningkat 13 persen menjadi 3,4 miliar dolar AS atau Rp 48,6 triliun, dan jaringan yang juga meningkat sembilan persen menjadi 2,3 miliar  dolar AS atau Rp 32,8 triliun. Berikutnya, peningkatan juga terjadi di IoT sektor platform sebesar 33 persen menjadi 8,6 miliar dolar AS atau Rp 122,9 triliun, dan aplikasi sebesar 45 persen, yakni 11,7 miliar dolar AS atau Rp 167,3 triliun.

“Aplikasi ada di urutan paling tinggi sebenarnya. Besarnya adalah 11,7 miliar dolar AS atau sekitar Rp 167,3 triliun. Jadi kalau kita lihat total pasar IoT 2022 itu besarnya adalah sekitar Rp 372 triliun,” ujar Teguh dalam acara webinar Menapaki Masa Depan Komunikasi Data, beberapa waktu lalu.

Kemudian, sepanjang tahun potensi pasar IoT juga akan terus mengalami peningkatan. Nantinya, kata Teguh, pada 2025 pasar IoT di Indonesia diprediksi mampu bisa mencapai 40 miliar dolar AS atau Rp 572,7 triliun, dengan 678 juta perangkat IoT yang sudah terhubung.

“Berdasarkan hasil analisa ASIOTI di 2020, besarnya potensi IoT di Indonesia hingga 2025 adalah 40 miliar dolar AS. Potensi ekosistem IoT yang besar ini sejalan dengan minat, kebutuhan serta demand dari masyarakat yang ada,” ungkap Teguh.

Menurut Teguh yang direktur utama PT Alita Praya Mitra, saat ini terdapat sembilan sektor IoT yang bisa dikembangkan di 2022 hingga 2025. Kesembilan sektor tersebut, di antaranya kesehatan, makanan, minuman, pertanian, perkebunan, tambang dan perminyakan.

“Ada tiga hal besar yang akan menjadi pokok pengembangan IoT yaitu meningkatkan operasional dan efisiensi, meningkatkan kualitas kesehatan dan keamanan, serta meningkatkan produktivitas atau penjualan,” kata Teguh.

Sumber Artikel: republika.id

 

Selengkapnya
Potensi Tinggi Implementasi IoT

Internet of Things

HIMAIK Universitas BSI Ajak Mahasiswa Kenali Internet of Things

Dipublikasikan oleh Muhammad Farhan Fadhil pada 24 Maret 2022


Himpunan Mahasiswa Ilmu Komputer (HIMAIK), Universitas BSI (Bina Sarana Informatika) sukses menyelenggarakan webinar bertajuk ‘All About Internet of Things (IoT)’. Acara ini bertujuan untuk mengajak mahasiwa dan masyarakat untuk mengenal lebih dalam tentang IoT dalam kehidupan sehari-hari.

Acara ini digelar pada Ahad (19/12) silam secara daring melalui zoom, dengan menghadirkan kaprodi Ilmu Komputer, Rachmat Adi Purnama serta narasumber Rian Septian Anwar selaku dosen Universitas BSI. 

Rachmat Adi Purnama, dalam sambutannya menuturkan bahwa, IoT merupakan hal yang sangat penting dalam peradaban industri. Lewat HIMAIK, ia berharap agar kegiatan webinar atau workshop mengenai teknologi, harus selalu dilaksanakan demi mendukung kemajuan mahasiswa maupun masyarakat. 

“IoT adalah suatu hal yang sangat penting dalam kemajuan era industri ini. Maka dari itu saya berharap kegiatan ini bukan yang pertama dan terakhir, untuk mendukung kemajuan mahasiswa/i yang ada di Indonesia, terutama kampus kita yaitu Universitas BSI,” ujar Rachmat dalam rilis yang diterima, Jumat (24/12). 

Rian Septian Anwar pun, mengatakan hal serupa dengan menjelaskan bahwa, tanpa disadari, penerapan IoT telah ada pada kehidupan sehari-hari. IoT memiliki peranan penting dalam memfasilitasi pekerjaan semua orang, contohnya saja smart garage door. 

“Smart garage door atau garasi pintar yang telah tervalidasi dengan IoT seperti dapat membuka pintu secara otomatis atau menggunakan sidik jari. Hal ini diklaim lebih aman untuk menjaga rumah. Kita juga bisa mendapatkan notifikasi apabila ada orang asing yang mencoba membobol garasi secara paksa. Selain itu, penerapan IoT juga bisa dilihat pada smart home yang telah terkoneksi dengan internet, penyiram otomatis, system E-tilang, Jakarta one card, dan masih banyak lagi,” jelas Rian. 

Ia menambahkan, pada umumnya, IoT memiliki karakteristik yakni, sensor, konektivitas, dan perangkat yang berukuran kecil. Melalui sensor dapat mendefinisikan suatu instrument, sehingga perangkat dengan teknologi IoT lebih terintegrasi dunia nyata, contohnya saja sensor udara, suara, gerak dan lain-lain. Lewat konektivitas, IoT dapat saling terhubung dengan sistem yang ada dalam benda-benda, sehingga pekerjaan manusia menjadi jauh lebih efisien dan efektif. 

“IoT juga memiliki karakteristik perangkat berukuran kecil, karena semakin kecil suatu perangkat, maka kecanggihan dan efisiensinya juga semakin terasa. Perangkat yang kecil dapat meningkatkan stabilitas, fleksibilitas dan kapabilitas sistem IoT yang ditanamkan. Cara kerja IoT dengan memanfaatkan perintah yang ditanamkan dari pemrograman. Setiap perintah dalam pemrograman, akan menghasilkan interaksi antar mesin yang telah terhubung secara otomatis,” imbuhnya. 

Sementara itu, Rafli Darmansyah, ketua pelaksana webinar mengucapkan rasa syukur dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh elemen pendukung acara. Terutama panitia yang sudah mendedikasikan waktu dan tenaganya untuk menyukseskan kegiatan webinar ini.

“Saya berharap teman-teman peserta webinar bisa mendapatkan ilmu baru terkait IoT dan bisa bermanfaat untuk kedepannya. Kemajuan teknologi yang kian cepat tiap harinya, membuat kita harus berani andil dalam bagian IoT. Bahkan tidak hanya sekedar tahu saja, mungkin kedepannya kita akan menciptakan alat yang telah terintegrasi dengan IoT guna mempermudahkan pekerjaan manusia,” tutup Rafli.

Sumber Artikel: republika.co.id

Selengkapnya
HIMAIK Universitas BSI Ajak Mahasiswa Kenali Internet of Things

Internet of Things

Pembangunan Ekosistem Internet of Things Belum Mulus

Dipublikasikan oleh Muhammad Farhan Fadhil pada 24 Maret 2022


Potensi pasar internet of things (IoT) di Indonesia begitu besar. Meskipun memiliki potensi yang luar biasa, bukan berarti IoT akan dengan mulus diimplementasikan secara luas di Indonesia. Potensi ekosistem atau pasar IoT di Indonesia pada 2022 mencapai 26 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau Rp 372 triliun. 

Menurut Ketua Umum Asosiasi IoT Indonesia (ASIOTI), Teguh Prasetya, terdapat sejumlah tantangan yang terjadi untuk ekosistem IoT di Indonesia. Setidaknya, ada empat tantangan yang dihadapi oleh pengembang IoT.

Pertama adalah soal literasi di kalangan executive level dan masyarakat umum mengenai IoT. "Banyak yang belum mengerti mengenai IoT sehingga perlu adanya edukasi dan sosialisasi secara masif dan terstruktur," kata Teguh.

Tantangan kedua terkait dengan sumber daya manusia (SDM) yang masih minim, khususnya SDM yang telah memiliki sertifikasi dan spesialis di bidang IoT. Untuk mengatasi masalah tersebut tentu saat ini perlu adanya training, asesmen, dan pembinaan yang menyeluruh. Mulai dari pendidikan dasar hingga vokasi.

"Minimnya SDM menjadi kendala dan jawabannya adalah melakukan training dari pendidikan dasar hingga vokasi. Hal ini dapat dilakukan oleh lembaga formal maupun mandiri dan online. Tujuannya, agar banyak SDM yang mempunyai skill di bidang IoT," sambungnya.

Ketiga adalah keterbatasan kapital, baik dalam bentuk investasi awal dan insentif mengenai IoT. Jawaban dari tantangan ini adalah dengan fleksibilitas pola implementasi mulai dari OPEX, bagi hasil, hibah, dan sponsorship.

Keempat adalah masalah komponen elektronik seperti importasi, dan kelangkaan suplai. Teguh menyarankan agar perlu adanya kemudahan dan pemberian insentif impor komponen. "Hal ini dinilai diperlukan untuk pembuatan industri komponen elektronik seperti cip di Indonesia. Kita berharap bisa mengatasi kelangkaan suplai, dengan menggunakan produk cip lokal yang ada," saran Teguh.

Ia pun menyimpulkan, IoT akan terus bertumbuh dengan pesat. Hal ini sejalan dengan pengembangan otomatisasi di semua sektor kehidupan masyarakat.

Selain itu, pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan pengembang IoT juga dibutuhkan untuk bisa membentuk ekosistem yang saling bersinergi agar dapat bertumbuh dengan cepat. Tentunya, ia melanjutkan, diperlukan upaya bersama untuk mempercepat, mengembangkan ekosistem industri di Tanah Air. Baik itu industri perangkat, cip, komponen, jaringan, platform, sampai dengan aplikasi dan solusi atau integrator di bidang IoT.

Sumber Artikel: republika.co.id

Selengkapnya
Pembangunan Ekosistem Internet of Things Belum Mulus

Internet of Things

RFID

Dipublikasikan oleh Muhammad Farhan Fadhil pada 24 Maret 2022


RFID (bahasa Inggris: Radio Frequency Identification) atau pengenal frekuensi radio adalah sebuah metode identifikasi dengan menggunakan sarana yang disebut label RFID atau transponder untuk menyimpan dan mengambil data jarak jauh. Label atau kartu RFID adalah sebuah benda yang bisa dipasang atau dimasukkan di dalam sebuah produk, hewan atau bahkan manusia dengan tujuan untuk identifikasi menggunakan gelombang radio. Label RFID berisi informasi yang disimpan secara elektronik dan dapat dibaca hingga beberapa meter jauhnya. Sistem pembaca RFID tidak memerlukan kontak langsung seperti sistem pembaca kode batang (bahasa Inggris: barcode).

Label RFID terdiri atas mikrochip silikon dan antena. Beberapa ukuran label RFID dapat mendekati ukuran sekecil butir beras.

Label yang pasif tidak membutuhkan sumber tenaga, sedangkan label yang aktif membutuhkan sumber tenaga untuk dapat berfungsi.

Sejarah 

Pada tahun 1945, Léon Theremin menemukan alat mata-mata untuk pemerintah Uni Soviet yang dapat memancarkan kembali gelombang radio dengan informasi suara. Gelombang suara menggetarkan sebuah diafragma (diaphragm) yang mengubah sedikit bentuk resonator, yang kemudian memodulasi frekuensi radio yang terpantul. Walaupun alat ini adalah sebuah alat pendengar mata-mata yang pasif dan bukan sebuah kartu/label identitas, alat ini diakui sebagai benda pertama dan salah satu nenek-moyang teknologi RFID. Beberapa publikasi menyatakan bahwa teknologi yang digunakan RFID telah ada semenjak awal era 1920-an, sementara beberapa sumber lainnya menyatakan bahwa sistem RFID baru muncul sekitar akhir era 1960-an.

Sebuah teknologi yang lebih mirip, IFF Transponder, ditemukan oleh Inggris pada tahun 1939, dan secara rutin digunakan oleh tentara sekutu di Perang Dunia II untuk mengidentifikasikan pesawat tempur kawan atau lawan. Transponder semacam itu masih digunakan oleh pihak militer dan maskapai penerbangan.

Karya awal lainnya yang mengeksplorasi RFID adalah karya tulis ilmiah penting Harry Stockman pada tahun 1948 yang berjudul Communication by Means of Reflected Power (Komunikasi Menggunakan Tenaga Pantulan) yang terbit di IRE, halaman 1196–1204, Oktober 1948. Stockman memperkirakan bahwa "...riset dan pengembangan yang lebih serius harus dilakukan sebelum problem-problem mendasar di dalam komunikasi tenaga pantulan dapat dipecahkan, dan sebelum aplikasi-aplikasi (dari teknologi ini) dieksplorasi lebih jauh."

Paten Amerika Serikat nomor 3,713,148 atas nama Mario Cardullo pada tahun 1973 adalah nenek moyang pertama dari RFID modern; sebuah transponder radio pasif dengan memori ingatan. Alat pantulan tenaga pasif pertama didemonstrasikan pada tahun 1971 kepada Perusahaan Pelabuhan New York (New York Port Authority) dan pengguna potensial lainnya. Alat ini terdiri dari sebuah transponder dengan memori 16 bit untuk digunakan sebagai alat pembayaran bea.

Pada dasarnya, paten Cardullo meliputi penggunaan frekuensi radio, suara dan cahaya sebagai media transmisi. Rencana bisnis pertama yang diajukan kepada para investor pada tahun 1969 menampilkan penggunaan teknologi ini di bidang transportasi (identifikasi kendaraan otomotif, sistem pembayaran tol otomatis, plat nomor elektronik, manifest [daftar barang] elektronik, pendata rute kendaraan, pengawas kelaikan kendaraan), bidang perbankan (buku cek elektronik, kartu kredit elektronik), bidang keamanan (tanda pengenal pegawai, pintu gerbang otomatis, pengawas akses) dan bidang kesehatan (identifikasi dan sejarah medis pasien).

Demonstrasi label RFID dengan teknologi tenaga pantulan, baik yang pasif maupun yang aktif, dilakukan di Laboratorium Sains Los Alamos pada tahun 1973. Alat ini dioperasikan pada gelombang 915 MHz dan menggunakan label yang berkapasitas 12 bit.

Paten pertama yang menggunakan kata RFID diberikan kepada Charles Walton pada tahun 1983 (Paten Amerika Serikat nomor 4,384,288).

RFID di Indonesia

RFID di Indonesia sudah ada sejak tahun 2014, kala itu dipelopori oleh Bank Central Asia dengan mengenalkan kartu Flazz, dimana kartu Flazz ini menggunakan teknologi RFID tersebut.

Di Indonesia sendiri penggunaan RFID sudah mulai banyak digunakan, hal ini dapat terlihat melalui pengaplikasian RFID di kehidupan sehari hari di Indonesia. Contoh penggunaan RFID di kehidupan sehari hari adalah mesin RFID di gerbang toll, di kasir swalayan, penggunaan RFID untuk absensi di beberapa universitas ternama di Indonesia, dan juga sebagai kunci untuk membuka pintu kamar hotel. KTP-Elektronik kita pun wacana nya menggunakan tekonologi RFID.

Meskipun di Indonesia sudah banyak penggunaan RFID, namun masyarakat Indonesia sendiri tidak sadar akan adanya teknologi ini, karena pengenalan teknologi ini tidak disertai dengan penjelasan cara kerja dan berbagai macamnya, sehingga masyarakat masih kurang mengetahui mengenai seluk beluk RFID ini.

Desain

Sebuah sistem identifikasi frekuensi radio menggunakan tag atau label yang dipasang pada objek untuk diidentifikasi. Radio dua arah pemancar-penerima, dimana disebut sebagai pemeriksa atau pembaca, mengirimkan sinyal ke tag lalu membaca responnya. Umumnya, pembaca mengirimkan hasil pengamatan tersebut ke sistem komputer yang menjalankan perangkat lunak atau perangkat lunak tengah RFID.

Informasi Tag disimpan secara elektronik di dalam memori non-volatil. Tag RFID mencakup pemancar dan penerima frekuensi radio kecil. Sebuah pembaca RFID mengirimkan sinyal radio yang dikodekan untuk memeriksa tag. Lalu, tag menerima pesan dan merespon informasi yang diidentifikasinya. Ini mungkin hanya terjadi untuk tag dengan nomor seri khusus, atau mungkin untuk sebuah produk yang berkaitan dengan informasi seperti jumlah stok, lot atau nomor tumpak, tanggal produksi, atau informasi spesifik lainnya.

Jenis Label RFID

Ada tiga jenis label RFID: label RFID aktif, label RFID pasif, dan label RFID semi-pasif.

  • Label RFID aktif biasanya lebih besar dan lebih mahal untuk diproduksi karena memerlukan sumber listrik. Label RFID aktif memancarkan sinyalnya ke pembaca label dan biasanya lebih andal dan akurat daripada label RFID pasif. Label RFID aktif memiliki sinyal lebih kuat sehingga dapat digunakan pemakaiannya di lingkungan yang sulit terjangkau seperti di bawah air, atau dari jauh untuk mengirimkan data.
  • Label Pasif RFID tidak memiliki pasokan listrik internal dan bergantung pada pembaca RFID untuk mengirimkan data. Sebuah arus listrik kecil diterima melalui gelombang radio oleh antena RFID dan daya CMOS hanya cukup untuk mengirimkan tanggapan. Label Pasif RFID lebih cocok untuk lingkungan pergudangan di mana tidak ada banyak gangguan dan jarak yang relatif pendek (biasanya berkisar dari beberapa inci sampai beberapa meter). Karena tidak ada sumber daya internal, label pasif RFID lebih kecil dan lebih murah untuk diproduksi.
  • Label Semi-pasif RFID mirip dengan label RFID aktif. Label semi-pasif RFID memiliki sumber daya internal, tetapi tidak memancarkan sinyal sampai pembaca RFID mentransmisikannya terlebih dahulu.

Aplikasi

Sebuah label RFID dapat ditempelkan ke sebuah objek dan digunakan untuk melacak dan mengelola inventaris, aset, orang, dan lain-lain. Sebagai contoh, label RFID bisa ditempelkan di mobil, peralatan komputer, buku-buku, ponsel, dan lain-lain.

RFID menawarkan keunggulan dibandingkan sistem manual atau penggunaan kode batang. Label dapat dibaca jika melewati dekat pembaca label, bahkan jika pembaca tertutup oleh objek atau tidak terlihat. Label dapat dibaca di dalam sebuah wadah, karton, kotak atau lainnya. Label RFID dapat membaca ratusan pada satu waktu, sedangkan kode batang hanya dapat dibaca satu per satu.

RFID dapat digunakan dalam berbagai aplikasi, seperti:

  • Manajement Akses
  • Pelacakan barang
  • Pengumpulan dan pembayaran toll tanpa kontak langsung
  • Mesin pembaca dokumen berjalan
  • Pelacakan identitas untuk memverifikasi keaslian.
  • Pelacakan bagasi di bandara

Sumber Artikel: id.wikipedia.org

Selengkapnya
RFID

Internet of Things

Percetakan 3D

Dipublikasikan oleh Muhammad Farhan Fadhil pada 24 Maret 2022


Percetakan 3D adalah proses di mana materi digabung di bawah kontrol komputer untuk membuat objek tiga dimensi, dengan material yang ditambahkan bersama-sama (seperti molekul cair atau butiran bubuk yang digabungkan bersama). Printer 3D digunakan dalam pembuatan purwarupa. Objek dapat berupa bentuk atau geometri dan biasanya dihasilkan menggunakan data model digital dari model 3D yang berasal File Manufaktur Aditif (AMF). Ada beberapa teknik yang digunakan, seperti stereolitografi (STL) atau fused deposit modeling (FDM). Printer 3D membangun suatu objek tiga dimensi dari model CAD atau file AMF yang dibantu komputer, biasanya dengan menambahkan lapisan bahan lapis demi lapis secara berturut-turut.

Awalnya material yang bisa dibentuk baru sebatas plastik. Kini, peneliti telah dapat membuat material baja nirkarat dengan pencetak 3D. Baja nirkarat dibuat dengan cara mencampurkan material besi, karbon, dan nikel secara simultan dalam pencetak 3D

Sumber Artikel: id.wikipedia.org

Selengkapnya
Percetakan 3D
« First Previous page 3 of 5 Next Last »